Rabu, 07 Januari 2009

Hadiah Fatihah


Hadiah kirim fatihah sudah menjadi tradisi di kalangan masyarakat. Setiap kita mau memulai suatu acara, kita biasanya mengirimkan fatihah yang dihadiahkan kepada Rasulullah , para masyayikh dan juga orang tua kita yang telah banyak berjasa kepada kita. Lalu bagaimana hal itu ditinjau dari pandangan syar’i ? Apakah sampai fatihah yang kita hadiahkan kepada mereka?
Para ulama telah sepakat bahwa pahala shadaqah, do’a, istighfar, penunaian kewajiban-kewajiban yang tidak membutuh-kan niat, seperti pelunasan hutang untuk mayit dan ibadah-ibadah yang bersifat maliyah seperti memerdekakan hamba sahaya dapat sampai kepada mayit. Adapun mengenai sampainya pahala ibadah badaniyah, seperti bacaan al-Qur’an, sholat dan puasa terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama. Menurut Madzhab Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Abu Hanifah dan sekelompok ulama dari Madzhab Imam Malik dan Imam Syafi’i  mengatakan sampai, seperti halnya Imam Subuki  melakukan sholat yang ditinggalkan oleh kerabatnya yang telah meninggal. Sedangkan menurut mayoritas ulama dari Madzhab Imam Malik dan Syafi’i  mengatakan tidak sampai. Mayoritas ulama dari kalangan madzhab Syafi’i yang mengatakan tidak sampai memandang jika memang al-Qur’an itu tidak dibaca di hadapan mayit dan orang yang membaca tidak berniat untuk mengahdiahkan bacaan al-Qur’an-nya kepada mayit atau berniat menghadiahkan bacaannya kepada mayit tapi dia tidak berdo’a setelahnya. Imam Syafi’i dan murid-muridnya  telah menjelaskan tentang kesunahan membaca al-Qur’an di hadapan mayit dan membaca do’a setelahnya. Oleh karena itu imam Ibnu Sholah  menganjurkan supaya hadiah bacaan al-Qur’an kita sampai kepada mayit tanpa adanya pertentangan agar setelahnya membaca:
اَللَّهُمَّ أّوْصِلْ ثَوَابَ مَا قَرَأْتُهُ اِلَى...
”Ya.. Allah, sampaikan pahala apa yang aku baca ini kepada...”
Hal senada juga diungkapkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah  dalam Majmu’ Fatawanya, bahwasanya beliau pernah ditanya apakah bacaan al-Qur’an, tasbih, tahmid, tahlil dan takbir dari keluarga mayit akan sampai pahalanya kepada mayit apabila dihadiahkan kepadanya ? Maka beliau berkata: ” Bacaan al-Qur’an, tasbih, takbir dan semua dzikir-dzikir kepada Allah  dari keluar-ga mayit akan sampai kepada mayit apabila mereka mengha-diahkannya kepadanya. Wallahu a’lamu.” Kalau kita cermati ungkapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah  di atas merupakan pernyataan tentang legalitas dan sampainya pahala tahlil yang biasa kita amalkan. Karena pada dasar-nya tahlil berisi bacaan al-Qur’an, tasbih, tahmid, takbir, tahlil dan dzikir-dzikir lain yang dihadiah-kan kepada mayit.
Mengenai hadiah fatihah kepada Rasulullah , imam Ibnu ’Aqil , salah seorang tokoh besar madzhab Hanbali mengatakan: "Disunnahkan menghadiahkan ba-caan Al-Qur'an kepada Nabi . Imam Ibnu 'Abidin  dari kala-ngan Madzhab Hanafi berkata: "Ketika para ulama kita mengata-kan boleh bagi seseorang untuk menghadiahkan pahala amalnya untuk orang lain, maka termasuk di dalamnya hadiah kepada Rasu-lullah . Karena beliau lebih berhak mendapatkannya dari pada yang lain. Beliaulah yang telah menyelamatkan kita dari kesesat-an. Berarti hadiah tersebut termasuk salah satu bentuk terima kasih kita kepadanya dan mem-balas budi baiknya. Bukankah seorang yang kamil (tinggi derajatnya) memungkinkan untuk bertambah ketinggian derajat dan kesempurnaannya. Adapun dalil sebagian orang yang melarang bahwa perbuatan ini adalah tahshilul hashil (percuma) karena semua amal umatnya otomatis masuk dalam timbangan amal Rasulullah . Maka jawabannya adalah bahwa mengenai masalah ini tidak ada pelarangan. Bukankah Allah  memberitakan dalam Al-Qur'an bahwa Allah  bershalawat kepada Nabi  kemudian Allah memerintah-kan kita untuk bershalawat kepada Nabi  dengan mengatakan:
اَللّهُمَّ صَلِّي عَلَى مُحَمَّدٍ
“Ya Allah berikanlah rahmat kemuliaan atas Muhammad.” Wallahu A’lam.” Imam Ibnu Hajar al-Haytami  juga menuturkan kebolehan menghadiahkan bacaan al-Qur'an untuk Nabi dalam al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubro. Al-Muhaddits Syaikh Abdullah al-Ghumari  dalam kitabnya Ar-Radd al-Muhkam al-Matin, mengatakan: "Menurut saya boleh saja seseorang menghadiahkan bacaan al-Qur'an atau yang lain kepada baginda Nabi , meskipun beliau selalu mendapatkan pahala semua kebaikan yang dilakukan oleh umatnya, karena memang tidak ada dalil yang melarang hal tersebut. Bahwa para sahabat tidak melakukan-nya, hal ini tidak menunjukkan bahwa perbuatan itu dilarang.”
Jika hadiah bacaan al-Qur'an termasuk al-Fatihah diperbolehkan untuk Nabi , apalagi untuk para wali dan orang-orang saleh karena mereka jelas membutuhkan tambahnya ketinggian derajat, kemuliaan dan kesempurnaan dan tidak ada dalil yang melarang menghadiahkan baca-an Al-Qur'an untuk para wali dan orang¬-orang shaleh tersebut. *red.
Wabillahittaufiq Wallahu A’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar