Kamis, 25 Desember 2008

Wasiat Kanjeng Syeikh Abdul Qadir al-Jilani

Oleh: Penghuni Blog
Bagi para imam sebelum melakukan sholat hendaknya tidak takbir terlebih dahulu, sebelum melakukan niat imamah (menjadi imam) dalam hatinya. Seandainya niat itu dilafalkan dengan menggunakan lisannya, maka hal itu lebih baik. Sebelum takbir, hendaknya ia menoleh kekanan dan kekiri, melihat shof (barisan makmum). Apakah sudah lurus dan rapat atau belum. Kemudian hendaknya ia mengucapkan:

اِسْتَوُوْا رَحِمَكُمُ اللهُ, وَاعْتَدَلُوْا رَضِيَ اللهُ عَنْكُمْ.

“Luruskanlah (barisanmu), mudah-mudahan Allah Y merahmati dan meridhai kamu semua.”, atau:

سَوُّوا صُفُوفَكُمْ فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصَّفِّ مِنْ تَمَامِ الصَّلَاةِ.

“Luruskan barisanmu, karena meluruskan barisan sholat termasuk menyempurnakan sholat.”[1] [H.R. Muslim], atau:

سَوُّوا صُفُوفَكُمْ فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصُّفُوفِ مِنْ إِقَامَةِ الصَّلَاةِ.

“Luruskan barisanmu, karena meluruskan barisan sholat termasuk mendirikan sholat.”[2]

Kemudian setelah itu hendaknya ia memerintahkan para makmum untuk memenuhi barisan yang kosong dan meluruskan bahu-bahu mereka agar saling berdekatan antara satu dengan yang lainnya sehingga lurus. Karena shof yang tidak rapat dan bengkok dapat merusak sholat dan menyebabkan syetan masuk kedalam barisan sholat dan berdiri diantara celah-celah shof yang kosong. Dalam hadits, Rasulullah r bersabda:

رَاصُّوا الصُّفُوفَ فَإِنَّ الشَّيَاطِينَ تَقُومُ فِي الْخَلَلِ.

“Rapatkanlah shafmu, karena sesungguhnya syetan berdiri pada celah-celah shaf yang kosong.”[3]

Sungguh Nabi r ketika berdiri di tempat pengimaman beliau tidak melakukan takbir sebelum menoleh ke kanan dan ke kiri. Kemudian beliau memerintahkan para sahabat untuk meluruskan barisannya. Suatu hari Rasulullah r melihat ada seorang laki-laki berdiri agak ke depan dan tidak sejajar dengan barisannya, maka Rasulullah r menyeru pada laki-laki itu: “Luruskanlah bahumu atau Allah Y akan memperselisihkan hatimu.”

Sahabat Umar bin al-Khaththab t ketika berdiri di tempat pengimamannya, beliau tidak takbir terlebih dahulu, sebelum ada seorang laki-laki yang diperintahkan oleh beliau untuk bertugas mengatur barisan melapor pada beliau bahwa barisannya sudah lurus. Kemudian setelah itu baru beliau bertakbir. Hal ini juga dilakukan oleh khalifah Umar bin Abdul Azis t.

Diriwayatkan bahwa sahabat Bilal al-Mu’adzin t meluruskan shaf dan memukul tumit para sahabat dengan menggunakan cambuk. Menanggapi riwayat tersebut, sebagian ulama berkata: “Sesungguhnya peristiwa itu terjadi pada zaman Rasulullah r ketika beliau sudah berdiri di tempat pengimaman sebelum mengerjakan sholat. Karena sahabat Bilal t tidak adzan lagi setelah Rasulullah r wafat, kecuali satu kali ketika beliau pulang dari Syam pada zaman sahabat Abu Bakar al-Shiddiq t atas permintaan sahabat Abu Bakar t dan juga atas permintaan para sahabat yang lain karena kerinduan mereka kepada Rasulullah r dan pada masa ketika Rasulullah r masih  hidup. Sahabat Bilalpun memenuhi permintaan para sahabat dan adzanlah beliau. Ketika beliau adzan dan sampai pada kalimat Ashhadu anna Muhammadarrasulullah, beliau terdiam dan tidak bisa melanjutkan adzannya, kemudian beliau terjatuh dan pingsan karena sangat rindu dan cinta kepada Rasulullah r. Melihat kejadian itu para penduduk Madinah yang terdiri dari kaum anshar dan muhajirin menangis. Bahkan para budak juga ikut menangis dan keluar dari kamar mereka karena rindu dan cinta kepada Rasulullah r.

Seyogyanya bagi imam ketika rukuk untuk membaca tasbih tiga kali sebagaimana yang telah aku sebutkan. Dan hendaknya ketika membaca tasbih tidak tergesa-gesa. Akan tetapi dibaca dengan bacaan yang sempurna supaya makmum yang ada di belakangnya tidak tertinggal dan bisa ikut membacanya. Demikian juga ketika ia bangun dari rukuk maka hendaknya ia membaca: سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ, dalam keadaan berdiri tegak. Dan juga hendaknya ia membaca: رَبَنَا وَلَكَ اْلحَمْدُ tanpa tergesa-gesa, agar makmum juga bisa membacanya. Akan lebih baik lagi bila ditambah: مِلْءُ السَّمَوَاتِ وَمِلْءُ اْلأَرْضِ وَمِلْءُ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ, karena hal itu adalah yang diajarkan oleh Rasulullah r.

Ketahuilah bahwa imam adalah pengembala (oarang yang bertanggung jawab) atas orang-orang yang ikut sholat dengannya. Maka hendaknya bagi para imam untuk menasehati para makmum yang sholat dibelakangnya dan melarang mereka untuk mendahului imam ketika rukuk dan sujud. Hendaknya baginya untuk berakhlakul karimah dan berbudi pekerti yang baik dengan para makmum. Karena dia adalah pengembala bagi mereka. Dan kelak di sisi Allah Y keimamannya itu akan dimintai pertanggungjawaban. Hendaknya ia memperbaiki dan menyempurnakan sholatnya. Sehingga ia ikut memperoleh pahala seperti pahalanya orang yang sholat dibelakangnya. Dan sebaliknya, apabila ia tidak memperhatikan hal-hal tersebut di atas dan melakukan sholat dengan cara yang sembrono maka ia juga akan memperoleh dan menanggung dosa orang-orang yang sholat dibelakangnya.

Ketahuilah, bahwasanya wajib hukumnya bagi seseorang yang melihat orang lain melakukan sholat dengan cara yang sembrono, dengan tidak memenuhi rukun-rukunnya, kewajiban-kewajibannya dan adab-adabnya[4] untuk mengingatkan, memberitahu dan menasehatinya agar sholat yang dikerjakannya menjadi lebih baik, serta memohonkan ampun kepadanya atas dosa-dosa yang telah ia lakukan. Apabila hal itu tidak dilakukan maka orang yang melihat tadi juga akan menanggung dosa-dosa yang dilakukan oleh orang yang sembrono dalam sholatnya. Sungguh Rasulullah r telah bersabda:

وَيْلٌ لِلْعَالِمِ عَلَى الْجَاهِلِ حَيْثُ لَا يُعَلِّمُهُ.

“Celakalah bagi orang yang mengetahui karena tidak memberi tahu pada orang yang tidak tahu.”[5]

Dan sekiranya memberitahu orang yang tidak tahu bukan merupakan kewajiban bagi orang yang tahu, niscaya Rasulullah r tidak akan mengancamnya dengan kata-kata ‘wail’ pada orang yang diam dengan tidak memberitahu pada orang yang tidak tahu. Karena sesungguhnya ancaman hanya berlaku bagi orang yang meninggalkan kewajiban. Imam Ibnu Mas’ud t berkata: “Barang siapa melihat seeorang sembrono dalam sholatnya, kemudian orang itu tidak melarangya maka ia juga akan ikut menanggung dosanya dan orang itu setuju dengan perbuatan syetan yang laknat. Karena syetan menginginkan agar orang itu diam (tidak memberitahu) dan meninggalkan tolong-menolong dalam kebaikan dan taqwa yang telah diwasiatkan oleh Allah Y dengan firmannya:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى [المائدة/2]

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa.”. Dan juga syetan menghendaki agar orang itu meninggalkan Islam, dan akhirnya berdosalah semua manusia.” Maka dari itu, bagi orang yang berakal tidak selayaknya untuk taat kepada syetan. Allah Y berfirman:

يَا بَنِي آَدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ [الأعراف/27]

“Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga.”

Allah Y juga berfirman:

إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ [فاطر/6]

”Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.”

Ketahuilah bahwa semua kekurangan yang terdapat dalam sholat, zakat dan semua ibadah karena tidak pedulinya ahlul ilmi dan ahli fiqih dengan meninggalkan nasehat pada mereka, tidak mendidik dan tidak mengajarinya, semua itu timbulnya pertama kali dari orang-orang yang bodoh kemudian akhirnya menyebar pada ahlul ilmi lalu dinisbatkan pada mereka. Termasuk perkara yang sangat mengherankan adalah ketika ada seseorang  melihat orang  yang mencuri sebutir biji atau secuil roti dari orang lain, dia menasehatinya, membentaknya dan mencelanya. Akan tetapi ketika ia  melihat orang yang sholat mencuri rukun-rukun sholat dengan cara tidak mengerjakannya (padahal itu merupakan perkara yang wajib) dan mendahului imam, orang itu diam saja dengan tidak mengingkarinya dan memberitahukannya. Padahal Rasulullah r telah bersabda:

إِنَّ أَسْوَأَ النَّاسِ سَرِقَةً الَّذِي يَسْرِقُ صَلاتَهُ"، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَكَيْفَ يَسْرِقُ؟ قَالَ:"لا يُتِمُّ رُكُوعَهَا، وَلا سُجُودَهَا.

“Sesungguhnya seburuk-buruk pencuri adalah orang yang mencuri sholatnya.” Shahabat bertanya: “Wahai Rasulullah …, bagaimana dia mencuri ?” Rasulullah r bersabda: “Dia tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya.”[6]

 

***Wallahu A’alam Bishshowab***

 

 

 

 

 



[1]  Shohih Muslim, hadits no. 656

[2] Shohih Bukhori, hadits no. 681. Berdasarkan hadits ini mayoritas ulama beristimbat tentang kesunahan meluruskan shof. Sedangkan menurut Imam Abu Muhammad Ali bin Ahmad bin Said bin Hazm mengatakan bahwa meluruskan shaf hukumnya adalah wajib. Lihat keterangan lebih lanjut dalam kitab Al Hawi lil Fatawi, oleh Imam Jalaluddin Abu Bakar bin Abdurrahman As Suyuthi. Imam Ibnu Hajar Al Haitami mengatakan dalam kitabnya al-Zawajir, bahwa memotong shof dan tidak lurus dalam shof termasuk dosa besar.

[3]  Musnad Imam Ahmad, hadits no. 12113

[4] Al-Imam Abdul Wahab al-Sya’rani dalam Lawaqih al-Anwar al-Qudsiyah berkata: “Para masyayikh telah sepakat bahwasanya seorang hamba karena ibadahnya dapat memperoleh pahala dan surga, akan tetapi dia tidak akan bisa sampai kehadhirat Rabb-nya kecuali dalam ibadahnya itu disertai dengan adab dan tatakrama.”

[5]  Lihat Al Ittihaf: 2/327 dan Kasyf Al Khofa’: 2/481

[6] Musnad Ahmad No. 11106 dan Mu’jam Al Kabir No. 1269

Tidak ada komentar:

Posting Komentar