Senin, 13 Juli 2009
Bismillah Dalam Fatihah; Pelan Atau Keras?
Jika kita mengamati orang-orang yang melakukan shalat jahr (shalat yang bacaan fatihah dan suratnya dikeraskan) di sekitar kita, kita akan menjumpai mereka membaca keras dalam bismillah karena mereka yang membaca bismillah dengan jahr (keras) dalam fatihah adalah pengikut Madzhab Syafi’i. Namun ada juga ikhwan kita yang lain ketika membaca fatihah dalam shalat jahr bismillahnya dipelankan, ada juga yang sama sekali tidak dibaca. Ikhwan kita ini bersandar pada hadits shahih yang bersumber dari shahabat Anas bin Malik, bahwa Nabi SAW, Abu Bakar dan Umar RA, mereka semua memulai shalat dengan membaca; alhamdulillahi rabbil ‘alamiin. Menurut riwayat lain, shahabat Anas berkata: “Aku shalat bersama Abu Bakar, Umar dan Utsman, maka aku tidak mendengar salah satu di antara mereka membaca bismillahirrahmaanirrahiim.” Sedangkan riwayat dari Imam Muslim berbunyi: “Aku Shalat di belakang Nabi SAW, Abu Bakar, Umar dan Utsman, mereka semua memulai shalat dengan membaca alhamdulillahi rabbil ‘alamin, mereka tidak menuturkan bismillahirrahmaanirrahiim di awal maupun akhir bacaan.”
Para ulama dalam hal membaca bismillah pada fatihah ketika shalat terdapat tiga pendapat. Pertama, tidak membaca bismillah sama sekali, baik dalam shalat sirr (pelan) maupun jahr (keras). Pendapat ini adalah pendapatnya Imam Malik RA. Kedua, membaca bismillah dengan suara pelan (tidak keras) baik dalam shalat sirr maupun jahr yang merupakan pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad RA. Ketiga, membaca bismillah dengan suara keras pada shalat jahriyah (Maghrib, Isya’ dan Subuh) dan membacanya dengan pelan pada shalat sirriyah (dhuhur dan ashar) yang merupakan pendapat Imam Syafi’i.
Dalam konteks ini Imam Syafi’i dengan ijtihadnya mengharuskan mushalli (orang yang shalat) untuk membaca bismillah karena bismillah merupakan ayat dari al-Fatihah dan mensunnahkan membaca keras pada shalat jahr karena adanya beberapa hadits yang menjelaskan tentang hal itu, di antara yang paling shahih menerangkan hal itu adalah yang bersumber dari Nu’aim bin Abdullah al-Mujmir, ia berkata:
كُنْتُ وَرَاءَ أَبِي هُرَيْرَةَ ، فَقَرَأَ : بِسْمِ الله الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ، ثُمَّ قَرَأَ بِأُمِّ الْقُرْآنِ حَتَّى بَلَغَ {وَلا الضَّالِّينَ} قَالَ : آمِينَ ، وَقَالَ: النَّاسُ آمِينَ ، وَيَقُولُ كُلَّمَا سَجَدَ: الله أَكْبَرُ ، وَإِذَا قَامَ مِنَ الْجُلُوسِ قَالَ: الله أَكْبَرُ ، وَيَقُولُ إِذَا سَلَّمَ: وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنِّي لأَشْبَهُكُمْ صَلاَةً بِرَسُولِ الله صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم. (رواه النسائي)
“Aku shalat berada di belakang Abu Hurairah, beliau membaca bismillahirrahmanirrahim, lalu membaca ummul qur’an sampai pada ayat walaadldlaalliin dan membaca amin, kemudian orang-orang juga mengikutinya membaca amin. Beliau ketika akan sujud membaca; Allahu Akbar dan ketika bangun dari duduk membaca; Allahu Akbar. Setelah salam beliau berkata: “Demi Dzat yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, sesungguhnya aku adalah orang yang shalatnya paling menyerupai Rasulullah di antara kalian.” [H.R. al-Nasa’i]
Hadits di atas diriwayatkan oleh Imam al-Nasa’i dan telah dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan al-Hakim. Al-Hakim mengatakan bahwa keshahihan hadits tersebut berdasarkan syarat yang telah ditetapkan oleh Imam Bukhari dan Muslim. Imam Baihaqi mengatakan bahwa sanad hadits di atas adalah shahih dan mempunyai beberapa syawahid (penguat eksternal). Mengomentari hadits di atas, Imam Abu Bakar al-Khathib mengatakan bahwa hadits itu adalah shahih yang tidak butuh terhadap penjelasan.
Imam al-Daruquthni juga meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ كَانَ إِذَا قَرَأَ وَهُوَ يَؤُمُّ النَّاسَ اِفْتَتَحَ الصَّلَاةَ بِبِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ. (رواه الدارقطني)
“Sesungguhnya Nabi SAW ketika membaca (fatihah), sedangkan beliau mengimami para shahabat, memulai shalat dengan membaca bismillahirrahmaanirrahiim.” [H.R. al-Daruquthni]. Imam Daruquthni mengatakan bahwa semua perawi hadits tersebut adalah tsiqat.
Dari paparan beberapa hadits di atas, seolah-olah hadits yang bersumber dari Nu’aim bin Abdullah al-Mujmir dan Abu Hurairah bertentangan dengan hadits yang bersumber dari shahabat Anas bin Malik RA. Sehingga para ulama mengarahkan hadits yang diriwayatkan oleh shahabat Anas tersebut maksudnya adalah tidak membaca bismillah dengan suara keras, bukan meninggalkan (tidak membaca) bismillah sama sekali. Hal itu karena dalam sebagian riwayat, di antaranya riwayat Imam Ahmad dalam Musnadnya dan Ibnu Hibban dalam Shahihnya yang juga bersumber dari Anas menyebutkan:
وَكَانُوْا لَا يَجْهَرُوْنَ بِبِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ.
“Mereka tidak mengeraskan bacaan bismillahirrahmanirrahim.”
Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitabnya Fath al-Bari berkata: “Setelah pembahasan ini selesai, maka dapat disimpulkan bahwa hadits yang bersumber dari shahabat Anas RA menafikan bacaan keras dalam bismillah berdasarkan makna yang tampak setelah menjami’kan beberapa riwayat yang berbeda darinya. Sehingga jika ditemukan riwayat yang menetapkan bacaan keras dalam bismillah, maka harus didahulukan dari pada riwayat yang menafikannya. Demikian itu bukan semata-mata mendahulukan riwayat yang menetapkan, melainkan karena sahabat Anas RA yang hidup bersama Rasululah SAW dalam masa dua puluh tahun, kemudian bersama Abu Bakar, Umar dan Utsman dalam masa dua puluh lima tahun tidaklah mungkin beliau tidak mendengar dari mereka tentang bacaan keras bismillah dalam satu shalat. Hanya saja beliau mengaku tidak hafal ketetapan hukum ini setelah masa yang lama, yang beliau yakin masih ingat adalah memulai dengan hamdalah dengan bacaan keras. Oleh karena itu yang diambil adalah riwayat yang menetapkan bacaan bismillah dengan keras.”
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Assalamu'alaikum,
BalasHapusSaya tidak mengerti/paham mengapa meributkan perbedaan-perbedaan hadis tentang masalah itu, sedangkan dalam Al-Qur'an jelas bahwa Basmallah adalah ayat ke-1 dari Al-Fatihah. Atau, adakah versi Al-Qur'an yang lain, yang ayat ke-1 Al-Fatihahnya bukan Basmallah, tapi Hamdallah? Saya sungguh kecewa dengan mereka yang lebih mengutamakan hadis daripada Al-Qur'an.
Wassalam
Mereka bersandarkan diantaranya dengan beberapa hadits berikut :
BalasHapus1- Aisyah berkata : “adalah Rasulullah SAW membuka shalatnya dengan bertakbir dan bacaan “alhamdulillahi Rabbil ‘alamin” (HR. Muslim)
2- Anas berkata : “ Aku pernah shalat (menjadi makmum) di belakang Rasulullah SAW, Abu Bakar, Umar dan Utsman. Mereka memulainya dengan “Alhamdulillahi Rabbil ‘lamin”. (HR. Bukhari dan Muslim)
3- Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Anas berkata : “ Aku shalat bersama Rasulullah SAW, Abu Bakar, Umar, Utsman. Dan aku tidak mendengar seorang pun dari mereka membaca bismillahirrahmanirrahim”.
enurut hemat kami, hendaknya sebagai seorang muslim, apalagi dia seorang aktifis dakwah, maka yang harus dikedepankan adalah sikap toleransi terhadap perbedaan yang terjadi ditengah masyarakat. Dalam menjalankan ibadah yang masih bersifat furu’iyah, jangan sampai yang dikedepankan hanya ingin tampil beda dan ingin menunjukkan seakan dia lebih nyunnah dalam beribadah dan meresa lebih tahu, padahal di sana masih banyak pendapat ulama lain yang berbeda pandangan dan memiliki dalil dan sandaran yang tidak kalah kuatnya. Kalau sikap toleransi tidak dikedepankan maka akan dapat menimbulkan keresahan dikalangan umat ini, yang tentunya ini tidak kita inginkan.
Maka hendaknya kita juga harus bersikap lebih dewasa lagi. Dan menurut kami tidak ada salahnya kalau ada seseorang yang cenderung kepada pendapat tidak menjaharkan bacaan basmalah untuk menjaharkannya ketika dia menjadi iman shalat yang makmumnya mayoritas menjaharkan bacaan basmalah atau mungkin sebaliknya. Semoga sikap dewasa toleransi antar kaum muslimin dapat mempererat ukhuwah Islamiyah. Aamiin
maaf sy mau menambahkan....Allah memuliakan surat-surat dalam Al-Qur'an "melalui" bacaan basmalah......dalam setiap surat dalam Al-Quran pasti ada basmalah,surat Taubat pun ada basmalah yaitu pada pertengahan surat.....maka orang(yang merasa dirinya bukan nabi,bukan sahabat nabi,bukan tabiin,bukan tabi tabiin,bukan ulama)harus membaca basmalah (samar ataupun keras),karena Al-qur'an adalah kalamullah..Kalamullah tingkatanya lebih tinggi dari Makhluk,kepada sesama makhluk ciptaan Allah saja kita wajib saling menghormati,apalagi dengan bacaan Al-quran yang jelas-jelas Kalamullah......
BalasHapusperbedaan pendapat itu adalah merupakan rahmat allah dan dibolehkan namun yang tidak boleh adalah........tidak mengerjakan sholat atau sholat tidak membaca apapun ....he...he....
BalasHapusindahnya suatu pohon kalau ada batang dengan dahan serta ranting 2 yang ditumbuhi oleh dedaunan dan berdiri kokoh ditengah hamparan rerumputan.oleh karena itu barang siapa yang berpegang teguh pada dua pusaka akan selamat dunia dan akhirat apakah yg dua tersebut kita ingatkan lagi yaitu Al Quran dan Sunnah Rasul.
terlalu banyak dalih kita takut jatuh pada bid'ah walaupun sekecil apapun.
apa yg disampaikan rosul terimalah,, tidak menerima apa yg disampaikan rosul secara otomatis anda sekalian menolak apa yg bersumber dari Alloh SWT, Rosul adalah utusan, menolak apa yg disampaikan seorang utusan berarti menolak siapa yang mengutusnya.
BalasHapus