Rabu, 08 April 2009

KARAMAH PARA WALI ALLAH


Karamah adalah sesuatu yang bersifat luar biasa yang dianugerahkan Allah SWT pada diri seorang hamba yang shalih, yang selalu mengikuti tindak tanduk para nabi disertai dengan i'tiqad yang benar, amal shalih dan tanpa disertai dengan pengakuan. Dari definisi ini, maka karamah berbeda dengan mu'jizat, karena mu'jizat keberadaannya disertai dengan klaim kenabian. Selain itu, juga berbeda dengan ma'unah, karena ma'unah merupakan suatu keistimewaan yang muncul dari kalangan awam kaum muslimin. Juga berbeda dengan istidraj, karena istidraj adalah keistimewaan yang muncul pada diri orang-orang fasik dan kafir.
Mu'jizat dan karamah mempunyai kesamaan, dimana keduanya merupakan suatu hal istimewa yang muncul pada diri seseorang yang shalih. Hanya saja mu'jizat diperuntukkan bagi seorang nabi yang disertai klaim kenabian sebagai bukti kebenaran akan risalah yang dibawanya sedangkan karamah tidak. 
Karamah yang muncul pada diri seorang wali pada hakekatnya adalah mu'jizat bagi nabinya dan sebagai bukti atas kebenaran agama yang dibawa olehnya. Sehingga karamah yang muncul dari para wali umat Nabi Muhammad SAW pada hakekatnya semua itu adalah mu'jizat yang menunjukkan atas kebenaran dan keabsahan agama yang dibawa oleh Nabi SAW. 
Sebelum kita membahas lebih lanjut tentang karamah para wali, maka selayaknya kita harus mengetahui beberapa hal berikut ini:
1. Pengertian Wali
Ada dua pendapat mengenai asal kata wali. Pertama, kata wali secara etimologi terbentuk dari wazan fa'iilun yang merupakan bentuk mubalaghah (makna paling atau ter) dari kata fa'ilun seperti halnya kata 'aliimun dan qadiirun. Dari asal kata ini, kata wali mempunyai pengertian seseorang yang terus menerus dalam ketaatan tanpa diselingi dengan kemaksiatan. Kedua, kata wali berasal dari wazan fa'iilun yang bermakna maf'ulun seperti halnya kata qatiilun yang bermakna maqtulun dan jariihun yang bermakna majruhun. Dari asal kata ini kata wali mempunyai pengertian seseorang yang terus menerus dijaga oleh Allah SWT dari berbagai macam maksiat dan selalu mendapatkan taufiq untuk menjalankan ketaatan. Menurut pendapat yang lain kata wali secara lughat mempunyai makna qariib (yang sangat dekat), sehingga apabila seorang hamba sangat dekat kepada Allah SWT karena ketaatan dan keikhlasannya, maka Allahpun akan semakin dekat dengan hamba itu dengan rahmat, fadl (keutamaan) dan ihsan (kebaikan) Allah SWT. Maka jadilah hamba itu seorang wali yang dicintai oleh Allah SWT. 
2. Ketika pada diri manusia terdapat sesuatu yang istimewa (diluar nalar), hal itu adakalanya disertai dengan pengakuan (klaim/pendakwaan diri) atau tidak. Keistimewaan yang muncul pada diri seorang hamba yang disertai dengan pangakuan terbagi menjadi empat macam: 
a. Pengakuan ketuhanan
Seseorang yang mengaku sebagai tuhan menurut kalangan Ahlu al-Sunnah sah-sah saja pada dirinya muncul suatu hal yang istimewa (khawariqul 'adat). Sebagaimana yang terjadi pada diri Fir'aun. Ia mengklaim dirinya sebagai tuhan dan pada dirinya muncul berbagai hal yang menakjubkan. Juga yang terjadi pada Dajjal kelak di akhir zaman, yang mengaku sebagai tuhan dan pada dirinya juga muncul keistimewaan-keistimewaan yang sangat dahsyat. Menurut kalangan Ahlussunnah kemunculan keistimewaan-keistimewaan tersebut menunjukkan atas kebohongan pengakuannya. 
b. Pengakuan kenabian
Pengakuan kenabian terbagi manjadi dua, adakalanya memang orang tersebut benar dan adakalnya seorang pembohong. Jika ia adalah orang yang benar, maka wajib pada dirinya terdapat keistimewaan (khawariqul 'adat) dan jika ia adalah pembohong, maka pada dirinya tidaklah mungkin terdapat hal-hal yang menakjubkan. Jika pada dirinya memang muncul suatu keistimewaan yang menakjubkan, maka niscaya keistimewaannya itu akan menunjukkan atas kebohongan pengakuannya. Seperti yang terjadi pada Musailamah al-Kadzdzab ketika ia meludah pada sumur yang airnya tawar agar menjadi manis, akan tetapi air sumur itu malah berubah menjadi sangat asin.
c. Pengakuan wilayah (kewalian)
Para ulama yang membahas tentang karamah para wali berbeda pendapat tentang masalah ini, apakah seorang wali boleh mendakwakan dirinya sebagai wali kemudian muncul karomah sesuai dakwaannya atau tidak.
d. Pengakuan sihir dan ketaatan pada syetan
Menurut kalangan Ahlussunnah hal ini bisa saja terjadi, sedangkan menurut Mu'tazilah hal itu tidak mungkin.
Sedangkan keistimewaan yang muncul pada diri seorang hamba yang tidak disertai dengan pengakuan terbagi menjadi dua: 
a. Keistimewaan tersebut muncul dari seorang hamba yang shalih, dan inilah yang dinamakan dengan karamah.
b. Keistimewaan yang muncul dari orang-orang fasik dan maksiat kepada Allah SWT yang disebut dengan istidraj.

Dalil-Dalil Tentang Karomah Para Wali
1. Kisah Maryam yang dituturkan oleh Allah SWT dalam surat Ali Imran: 37. Setiap kali Nabi Zakariya AS masuk untuk menemui Maryam di dalam mihrabnya, beliau menemukan makanan di samping Maryam. Lalu Nabi Zakariya berkata: "Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?" Maryam menjawab: "Makanan itu dari sisi Allah SWT." Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa perhitungan. Demikian juga yang telah dikisahkan Allah SWT dalam surat Maryam ketika Maryam mengandung dan mengasingkan diri ke tempat yang jauh, sehingga ia hampir putus asa. Maka ketika itu datanglah malaikat Jibril yang menghibur Maryam, bahwa Allah SWT telah menjadikan anak sungai di bawahnya dan memerintahkan untuk menggoyangkan pohon kurma jika ia dalam keadaan lapar, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang telah masak. Dari kisah tersebut jelaslah bahwa keistimewaan-keistimewaan yang terjadi pada diri Maryam merupakan karamah yang diberikan Allah SWT kepadanya. Dan itu semua bukanlah mu'jizat karena beliau bukan seorang nabi.
2. Kisah Ashabul Kahfi (para pemuda penghuni goa) sebagaimana dikisahkan Allah SWT dalam surat al-Kahfi yang tidur selama tiga ratus sembilan tahun, tidak makan dan tidak minum kemudian dibangkitkan lagi dalam keadaan sehat tanpa adanya kerusakan pada jasadnya. Itu semua merupakan karamah yang diberikan oleh Allah SWT kepada mereka dan bukanlah merupakan mu'jizat karena mereka bukanlah para nabi.
3. Kisah Ashif, wazir Nabi Sulaiman AS yang diberi pengetahuan tentang al-Kitab. Dimana atas izin Allah SWT ia mampu memindahkan singgasana Ratu Balqis dalam tempo waktu satu kedipan mata sebagaimana yang telah dikisahkan Allah SWT dalam surat al-Naml: 40.
4. Kisah bayi yang dapat berbicara sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah RA, bahwasanya Nabi SAW bersabda: "Hanya ada tida bayi yang dapat berbicara; Isa AS, seorang bayi pada zaman Juraij yang ahli ibadah dan seorang bayi yang lain." Juraij merupakan seorang laki-laki Bani Israil yang shalih dan ahli ibadah. Ia mempunyai seorang ibu. Pada suatu hari ibunya memanggil Juraij, sedangkan ia hendak mengerjakan shalat. Juraij mengabaikan panggilan ibunya dan terus melakukan shalat, hingga hal itu terjadi beberapa kali. Mendapat perlakuan seperti itu, akhirnya ibunda Juraij sedih dan marah, sehingga ia berdoa kepada Allah SWT agar menimpakan cobaan kepada Juraij. Sehingga tak lama kemudian datanglah cobaan itu. Juraij yang ahli ibadah itu dituduh telah berzina dengan seorang pelacur dan melahirkan seorang anak. Pelacur itu mengatakan bahwa anak yang dilahirkannya adalah hasil hubungannya dengan Juraij. Padahal sebenarnya anak itu adalah hasil hubungannya dengan seorang penggembala. Mendengar berita tersebut, orang-orang Bani Israil marah, mencacimaki dan menghancurkan tempat peribadahan Juraij. Mendapat tuduhan semacam itu, Juraij segera berwudlu, kemudian melakukan shalat dan berdoa kepada Allah SWT, lalu mendatangi bayi itu dan berkata kepadanya: "Wahai anak kecil, siapa ayahmu?" bayi itu manjawab: "Ayahku adalah seorang penggembala." Mendengar perkataan bayi tersebut akhirnya orang-orang Bani Israil menyesal dan sebagai penebus dari kesalahannya itu, mereka bermaksud membangun kembali tempat peribadahan Juraij dengan emas dan perak, namun Juraij menolaknya dan membangunnya kembali seperti sediakala. Sedangkan bayi yang ketiga adalah bayi yang dimiliki oleh seorang perempuan dari Bani Israil. Pada suatu hari ketika perempuan itu menyusui bayinya, tiba-tiba lewatlah di depan mereka seorang laki-laki berwibawa yang menaiki kuda. Melihat laki-laki itu, perempuan tadi berdoa: "Ya Allah, mudah-mudahan Engkau menjadikan anakku ini seperti laki-laki itu." Namun tanpa di duga bayi yang tadi menyusu itu tiba-tiba menghadap kearah laki-laki tersebut dan berkata: "Ya Allah, janganlah Engkau jadikan aku seperti dia." kemudian bayi itu menyusu lagi. Beberapa saat kemudian lewatlah seorang budak perempuan dihadapan mereka berdua. Orang-orang mengatakan bahwa budak tersebut telah mencuri dan berzina. Maka perempuan yang sedang menyusui anaknya tadi berdoa: "Ya Allah, janganlah Engkau jadikan anakku ini seperti perempuan ini." Namun tanpa diduga bayi yang disusuinya itu berkata: "Ya Allah, jadikanlah aku seperti dia." Mendengar perkataan anaknya seperti itu, perempuan tadi heran dan berkata kepada anaknya perihal semua yang ia katakan. Bayi itu mengatakan bahwa laki-laki yang menaiki kendaraan tadi adalah orang yang sombong sehingga ia tidak mau menjadi seperti dia. Sedangkan budak perempuan yang baru saja melewatinya adalah perempuan baik-baik yang tidak mencuri dan berzina, ia terbebas dari tuduhan-tuduhan yang dilontarkan oleh orang-orang kepadanya. 
5. Kisah tiga orang yang terjebak di dalam goa. Mereka bertiga akhirnya bisa keluar dari goa tersebut karena berdoa kepada Allah SWT dengan berwasilah melalui amal baik yang pernah mereka lakukan. Hal itu sebagimana yang disebutkan dalam Shahih Bukhari dan Muslim.
Dan masih banyak lagi dalil-dalil lain tentang adanya karamah para wali yang tidak mungkin disebutkan semua dalam tulisan ini. 

Macam-macam karomah
Imam Tajuddin al-Subuki dalam kitabnya al-Thabaqat al-Kubra menuturkan bahwa karamah mempunyai berbagai macam bentuk. Dan berikut ini sebagian dari berbagai macam karamah yang dituturkan oleh Imam Subuki dalam kitabnya.
1. Menghidupkan sesuatu yang telah meninggal.
Sebagaimana yang terjadi pada Abu Ubaid al-Basri RA, ketika beliau berdoa kepada Allah SWT untuk menghidupkan hewan yang menjadi tunggangannya dalam peperangan, maka hiduplah binatang itu. Kemudian juga yang terjadi pada Syeikh al-Ahdal RA, ketika beliau memanggil kucing yang telah mati, maka datanglah kucing itu. Dan yang paling masyhur di antara kita, yaitu kisah Syeikh Abdul Qadir al-Jilani RA, ketika beliau menyeru kepada tulang-belulang ayam yang telah beliau makan, maka hiduplah ayam itu. Juga kisah Syeikh Abu Yusuf al-Dahmani RA, ketika beliau mendatangi mayit dan berkata kepada mayit itu: "Bangunlah dengan izin Allah SWT." Lalu bangun dan hiduplah mayit itu pada waktu yang lama. Dan masih banyak lagi kisah-kisah semacam ini yang dinukil dari para ulama secara mutawatir (dinukil dari sekelompok ulama yang tidak mungkin sepakat untuk melakukan kebohongan).
2. Berbicara dengan orang yang sudah meninggal.
Sebagaimana yang terjadi pada Syeikh Abu Sa'id al-Kharraz, Syeikh Abdul Qadir al-Jilani, Syeikh Taqiyuddin al-Subuki dan para masyayikh yang lainnya.
3. Terbelah dan keringnya lautan serta berjalan di atas air. 
4. Berubahnya keadaan suatu zat, sebagaimana yang terjadi pada Syeikh Isa al-Hattari al-Yamani. Pada suatu hari ada seorang laki-laki yang mengejek beliau dengan mengirim dua wadah yang penuh dengan arak. Maka Syeikh Isa menuangkan wadah tersebut ke wadah yang lainnya, sambil menyebut Asma Allah SWT beliau memerintahkan orang-orang yang ada di situ untuk meminumnya. Dan tatkala itu juga arak tadi berubah menjadi minyak samin yang warna dan aromanya tidak menyerupai arak.
5. Berbicara dengan hewan atau benda mati.
6. Menyembuhkan penyakit .
7. Tunduk dan taatnya hewan kepada mereka, sebagaimana yang terjadi pada singa yang bersama dengan Syeikh Abu Sa'id bin Abul Khair al-Mayhani. Hal serupa juga terjadi pada Syeikh Ibrahim al-Khawwash. Tidak hanya hewan saja yang tunduk dan patuh kepada para wali Allah SWT, benda matipun demikian sebagaimana yang dialami oleh Sulthan al-Ulama 'Izzuddin bin Abdissalam.
8. Terkabulnya doa.
9. Terbukanya mata hati sehingga atas izin Allah SWT dapat mengetahui perkara-perkara ghaib.
10. Sabar dalam menahan lapar serta tidak makan dan minum dalam jangka waktu yang lama, seperti yang terjadi pada Syeikh Abdul Qadir RA.
11. Dapat menjaga dari mengkonsumsi makanan yang haram.
12. Dapat melihat tempat yang jauh dari balik tabir, sebagaimana yang terjadi pada Syeikh Abu Ishaq al-Syaerazi yang dapat melihat Ka'bah, padahal beliau berada di Baghdad.
13. Penjagaan Allah SWT kepada mereka dari orang-orang yang akan berbuat jahat kepada mereka, kemudian malah berbuat baik kepada mereka.
14. Kemudahan dalam menulis sebuah karya dalam tempo waktu yang singkat, sebagaimana yang terjadi pada Imam Jalaluddin al-Suyuthi, dimana beliau mampu menulis tiga kitab dalam sehari.
Dan masih banyak lagi jenis-jenis karamah yang dianugerahkan Allah SWT kepada para hamba-hamba yang dicintai-Nya. Dan niscaya buletin ini tidak akan cukup untuk menampungnya jika harus dituliskan semuanya. 
Di antara faktor yang menyebabkan banyak bermunculnya karamah di masa-masa setelah sahabat antara lain karena lemahnya iman umat ini. Sehingga umat ini butuh penguat bagi iman mereka. Maka muncullah berbagai karamah sebagai penguat iman mereka. Hal itu berbeda dengan zaman para sahabat, dimana iman mereka sudah kuat dan sudah cukup bagi mereka mu'jizat Nabi SAW sehingga tidak butuh terhadap karamah untuk menguatkan iman mereka. Munculnya berbagai karamah yang terdapat pada para wali umat Muhammad SAW pada hakekatnya juga menunjukkan akan keagungan Nabi Muhammad SAW melebihi para rasul dan nabi yang lain. Dengan munculnya berbagai macam karamah itu secara otomatis menunjukkan terhadap banyaknya mu'jizat Rasulullah SAW, baik ketika beliau masih hidup maupun setelah wafat. Banyaknya karamah yang muncul dari para wali merupakan bukti banyaknya aulia' umat Muhammad SAW. Keberadaan mereka tiap masa tak kurang dari seratus dua puluh empat ribu wali seperti halnya jumlah para nabi.
Seorang wali yang tidak diberi karamah oleh Allah SWT belum tentu derajatnya di sisi Allah SWT lebih rendah dari pada mereka yang dianugerahi karamah. Boleh jadi sebagian mereka yang tidak dianugerahi karamah itu lebih mulia di sisi Allah SWT dari pada mereka yang dianugerahi karamah. Karena ketinggian derajat di sisi Allah SWT tidaklah disebabkan dengan munculnya berbagai karamah, akan tetapi karena bertambahnya keyakinan kepada Allah SWT dan istiqamah dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah SWT dan Rasul-Nya. Hal itu sesuai dengan ungkapan bahwa istiqamah lebih utama dari pada seribu karamah.

Mungkirul Karamah
Walaupun legalitas dan keberadaan karamah sudah diterangkan dalam berbagai ayat al-Qur'an, hadits-hadits yang shahih, atsar yang telah masyhur serta telah terbukti akan keberadaannya, namun masih ada saja sekelompok orang yang ingkar terhadap keberadaan karamah para wali. Menurut al-Imam al-Yafi'i, orang-orang yang ingkar terhadap karamah terbagi menjadi beberapa macam. Kelompok pertama adalah mereka yang ingkar terhadap karamah secara mutlak. Mereka tidak percaya sama sekali terhadap adanya karamah yang dimiliki oleh para wali Allah SWT. Menurut sebagian ulama, mereka adalah kelompok al-Mujassimah. Kelompok kedua adalah mereka yang percaya terhadap karamah orang-orang terdahulu dan tidak percaya dengan karamah para wali yang sezaman dengan mereka. Sebagaimana penuturan Syeikh Abu Hasan al-Syadzali, mereka ini seperti Bani Israil yang percaya dan membenarkan terhadap Musa AS -padahal mereka tidak melihatnya- akan tetapi mereka mendustakan terhadap Rasulullah SAW, padahal Rasulullah SAW jauh lebih mulia dari pada Nabi Musa AS. Pendustaan mereka pada dasarnya hanyalah karena hasud dan benci terhadap Rasulullah SAW. Kelompok ketiga adalah mereka yang membenarkan bahwa Allah SWT mempunyai para wali yang terdapat di zaman mereka, namun mereka tidak percaya terhadap seorang wali tertentu di zamannya. Sikap mereka ini akan menghalangi mereka untuk mendapatkan pertolongan dari para wali-wali Allah SWT. Karena sesungguhnya seseorang yang tidak menerima dan mengakui keberadaan seorang wali yang sudah nyata, maka ia tidak akan mendapatkan manfaat dari wali tersebut selama-lamanya. Nas'alullahal 'Afiyah. red.

4 komentar:

  1. Siapakah yang berhak menetapkan bahwa seseorang itu adalah seorang Wali Allah?. Ya kalau hanya kita si manusia yang menetapkannya, jadinya besar tanggung jawab kita, karena bukan haknya kita. Tetapi, jika Tuhan, Allah SWT maka apa buktinya bahwa seseorang itu sudah ada penetapan dari Allah SWT menjadi seorang Wali Allah?. Ya seperti penetapan Wali Songo, oleh siapa?

    BalasHapus
  2. Siapakah yang berhak menetapkan bahwa seseorang itu adalah seorang Wali Allah?. Ya kalau hanya kita si manusia yang menetapkannya, jadinya besar tanggung jawab kita, karena bukan haknya kita. Tetapi, jika Tuhan, Allah SWT maka apa buktinya bahwa seseorang itu sudah ada penetapan dari Allah SWT menjadi seorang Wali Allah?. Ya termasuk seperti penetapan sebagai Wali Songo, oleh siapa???

    BalasHapus
  3. ass...mungkin sy mau menambahkan sdikit,,julukan wali Allah kebanyakan diberi Allah kepada beliau(wali)setelah beliau wafat,dan julukan tersebut akan di kekalkan di dunia sampai hari ahir..Sebelum beliau wafat maka yang mengetahui beliau wali adalah wali Allah yang lain..wass..

    BalasHapus
  4. ass. ww. jika anugerah 'wali' oleh Allah SWT diberikan setelah 'wafat' dan yang mengetahui seseorang itu sebagai wali adalah wali yang lain, saya kira itu tidak merupakan jaminan bahwa dia adalah seorang 'wali Allah'. wass. ww

    BalasHapus