Sesungguhnya dalam perayaan maulid Nabi SAW tidaklah terdapat tata cara tertentu yang harus dilaksanakan seseorang ketika ia ingin mengadakan peringatan maulid. Akan tetapi semua hal yang mengajak kepada kebaikan dan bermanfaat bagi manusia baik di dunia maupun di akhirat, bagaimanapun bentuknya sudah termasuk dalam kategori perayaan maulid Nabi SAW. Oleh karena itu, seandainya kita berkumpul dengan membaca puji-pujian, keutamaan dan keistimewaan Rasulullah SAW dan kita tidak membaca kisah-kisah maulid Nabi SAW yang biasa dibaca oleh arang-orang ketika mengadakan maulid Nabi, itu semua sudah termasuk dalam kategori memperingati maulid Nabi SAW. Jadi kesimpulannya dalam memperingati maulid Nabi SAW tidaklah harus menggunakan kaifiyah atau tata cara tertentu. Memperingati maulid Nabi SAW bisa dilakukan dengan menggelar suatu acara yang di dalamnya terdapat kebaikan, dengan majlis dzikir, qira'atul qur'an, mau'idhah hasanah ataupun majlis-majlis yang lain.
Adapun berdiri dalam maulid Nabi SAW ketika menuturkan kelahiran Rasulullah SAW dan kemunculan beliau ke dunia ini hanyalah merupakan bentuk apresiasi kebahagiaan atas diutusnya Rasulullah SAW ke dunia ini. Hanya saja sebagian orang berburuk sangka dengan prasangka yang jelek dan tidak mendasar baik itu menurut para ahli ilmu maupun menurut pandangan orang yang paling bodoh yang hadir dalam majlis itu. Mereka menyangka bahwa orang-orang yang berdiri ketika membaca maulid meyakini bahwa pada saat itu Nabi SAW masuk ke dalam majlis itu dengan jasadnya yang mulia. Lebih parah lagi mereka menyangka bahwa bukhur (kemenyan arab) dan wangi-wangian yang lain disediakan untuk Nabi SAW. Kemudian air yang di letakkan di tengah-tengah majlis itu disediakan untuk diminum Rasulullah SAW.
Prasangka-prasangka buruk semacam ini tidaklah pernah terbesit di dalam hati kaum muslimin yang berakal. Dan sesungguhnya kita yang merayakan Maulid Nabi SAW terlepas dari prasangka-prasangka semacam itu. Karena prasangka-prasangka semacam itu merupakan penghinan dan penistaan terhadap kedudukan Rasulullah SAW dan menghukumi jasad Nabi yang mulia dengan sesuatu yang hanya diyakini oleh orang-orang yang kafir dan pendusta. Sedangkan perkara-perkara yang bersifat barzakhiyah (alam barzakh) yang mengetahui hanyalah Allah SWT semata.
Nabi SAW terlalu mulia dari hal-hal semacam itu. Terlalu sempurna dan agung untuk dikatakan bahwa beliau keluar dari kuburnya dan jasad beliau hadir dalam majlis ini, pada jam ini. Semua itu hanyalah kedustaan, penghinaan dan penistaan terhadap kedudukan Nabi SAW dan hanya terlintas dalam hati orang-orang yang sangat benci dan dengki atau orang yang sangat bodoh dan keras kepala.
Kita hanya meyakini bahwa Rasulullah SAW hidup dalam kehidupan barzakhiyah secara sempurna sesuai dengan kedudukannya. Sehingga dengan kehidupannya yang sempurna dan mulia itu, Ruh Nabi SAW berkelana dan bepergian di alam malakut Allah SWT dan memungkinkan untuk hadir dalam majlis-majlis yang penuh dengan kebaikan, petunjuk dan ilmu. Demikian juga arwah-arwah orang-orang mukmin yang ikhlas dari pengikut Nabi SAW. Sungguh Imam Malik RA telah berkata: "Telah sampai padaku bahwa al-Ruh al-Mursalah berkelana sesukanya." Sulaiman al-Farisi berkata: "Arwah orang-orang mukmin di dalam barzakh berkelana sesukanya." [Ibnul Qayyim al-Jauziyah, al-Ruh, 144].
Dari uraian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa sesungguhnya berdiri (qiyam) dalam peringatan maulid Nabi SAW bukanlah hal yang wajib ataupun sunnah, sehingga tidaklah sah selama-lamanya meyakini hal itu sebagai sunnah atau wajib. Itu semua hanyalah gerakan spontanitas yang diapresiasikan oleh orang-orang yang melakukan maulid karena kebahagian dan kegembiraan mereka. Ketika dituturkan bahwa bahwa Nabi SAW telah dilahirkan ke dunia ini, maka pada saat itu orang-orang yang mendengar akan membayangkan bahwa semua yang ada di alam ini bergetar karena senang dan gembira dengan adanya nikmat ini (kelahiran Nabi SAW) sehingga mereka semua berdiri untuk mengekspresikan kegembiraan dan kebahagiaanya. Hal ini murni merupakan kebiasaan (adat) dan bukanlah termasuk dari agama. Berdiri dalam maulid bukanlah merupakan ibadah, syari'at ataupun hal yang disunnahkan. Berdiri dalam maulid hanyalah kebiasaan yang berlaku di antara manusia. Dan kebiasaan ini telah dianggap baik oleh para ulama, sebagimana yang dituturkan oleh Imam al-Barzanji dalam maulidnya, beliau mengatakan: "Sungguh para ulama telah menganggap baik berdiri ketika menyebut kelahiran Nabi SAW. Maka beruntunglah orang-orang yang mengagungkan Nabi SAW." Imam al-Subuki dan para ulama yang semasa dengan beliau juga menganggap baik hal ini. Beliau bersama para ulama yang lain berdiri ketika mendengarkan pujian-pujian untuk Rasulullah SAW sehingga timbullah suasana damai dalam majlis itu.
[Disarikan dari al-I'lam bi Fatawi A'immah al-Islam Haula Mulidihi SAW,
oleh Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki al-Hasani]
Adapun berdiri dalam maulid Nabi SAW ketika menuturkan kelahiran Rasulullah SAW dan kemunculan beliau ke dunia ini hanyalah merupakan bentuk apresiasi kebahagiaan atas diutusnya Rasulullah SAW ke dunia ini. Hanya saja sebagian orang berburuk sangka dengan prasangka yang jelek dan tidak mendasar baik itu menurut para ahli ilmu maupun menurut pandangan orang yang paling bodoh yang hadir dalam majlis itu. Mereka menyangka bahwa orang-orang yang berdiri ketika membaca maulid meyakini bahwa pada saat itu Nabi SAW masuk ke dalam majlis itu dengan jasadnya yang mulia. Lebih parah lagi mereka menyangka bahwa bukhur (kemenyan arab) dan wangi-wangian yang lain disediakan untuk Nabi SAW. Kemudian air yang di letakkan di tengah-tengah majlis itu disediakan untuk diminum Rasulullah SAW.
Prasangka-prasangka buruk semacam ini tidaklah pernah terbesit di dalam hati kaum muslimin yang berakal. Dan sesungguhnya kita yang merayakan Maulid Nabi SAW terlepas dari prasangka-prasangka semacam itu. Karena prasangka-prasangka semacam itu merupakan penghinan dan penistaan terhadap kedudukan Rasulullah SAW dan menghukumi jasad Nabi yang mulia dengan sesuatu yang hanya diyakini oleh orang-orang yang kafir dan pendusta. Sedangkan perkara-perkara yang bersifat barzakhiyah (alam barzakh) yang mengetahui hanyalah Allah SWT semata.
Nabi SAW terlalu mulia dari hal-hal semacam itu. Terlalu sempurna dan agung untuk dikatakan bahwa beliau keluar dari kuburnya dan jasad beliau hadir dalam majlis ini, pada jam ini. Semua itu hanyalah kedustaan, penghinaan dan penistaan terhadap kedudukan Nabi SAW dan hanya terlintas dalam hati orang-orang yang sangat benci dan dengki atau orang yang sangat bodoh dan keras kepala.
Kita hanya meyakini bahwa Rasulullah SAW hidup dalam kehidupan barzakhiyah secara sempurna sesuai dengan kedudukannya. Sehingga dengan kehidupannya yang sempurna dan mulia itu, Ruh Nabi SAW berkelana dan bepergian di alam malakut Allah SWT dan memungkinkan untuk hadir dalam majlis-majlis yang penuh dengan kebaikan, petunjuk dan ilmu. Demikian juga arwah-arwah orang-orang mukmin yang ikhlas dari pengikut Nabi SAW. Sungguh Imam Malik RA telah berkata: "Telah sampai padaku bahwa al-Ruh al-Mursalah berkelana sesukanya." Sulaiman al-Farisi berkata: "Arwah orang-orang mukmin di dalam barzakh berkelana sesukanya." [Ibnul Qayyim al-Jauziyah, al-Ruh, 144].
Dari uraian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa sesungguhnya berdiri (qiyam) dalam peringatan maulid Nabi SAW bukanlah hal yang wajib ataupun sunnah, sehingga tidaklah sah selama-lamanya meyakini hal itu sebagai sunnah atau wajib. Itu semua hanyalah gerakan spontanitas yang diapresiasikan oleh orang-orang yang melakukan maulid karena kebahagian dan kegembiraan mereka. Ketika dituturkan bahwa bahwa Nabi SAW telah dilahirkan ke dunia ini, maka pada saat itu orang-orang yang mendengar akan membayangkan bahwa semua yang ada di alam ini bergetar karena senang dan gembira dengan adanya nikmat ini (kelahiran Nabi SAW) sehingga mereka semua berdiri untuk mengekspresikan kegembiraan dan kebahagiaanya. Hal ini murni merupakan kebiasaan (adat) dan bukanlah termasuk dari agama. Berdiri dalam maulid bukanlah merupakan ibadah, syari'at ataupun hal yang disunnahkan. Berdiri dalam maulid hanyalah kebiasaan yang berlaku di antara manusia. Dan kebiasaan ini telah dianggap baik oleh para ulama, sebagimana yang dituturkan oleh Imam al-Barzanji dalam maulidnya, beliau mengatakan: "Sungguh para ulama telah menganggap baik berdiri ketika menyebut kelahiran Nabi SAW. Maka beruntunglah orang-orang yang mengagungkan Nabi SAW." Imam al-Subuki dan para ulama yang semasa dengan beliau juga menganggap baik hal ini. Beliau bersama para ulama yang lain berdiri ketika mendengarkan pujian-pujian untuk Rasulullah SAW sehingga timbullah suasana damai dalam majlis itu.
[Disarikan dari al-I'lam bi Fatawi A'immah al-Islam Haula Mulidihi SAW,
oleh Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki al-Hasani]