tag:blogger.com,1999:blog-70820938651790169922024-03-13T17:27:43.196-07:00PENJARA SUCIMenyucikan Hati Menuju IlahiMuhammad Khudhori al-Tsubutyhttp://www.blogger.com/profile/08210992279515824306noreply@blogger.comBlogger50125tag:blogger.com,1999:blog-7082093865179016992.post-79993078995814875922010-01-29T07:45:00.000-08:002010-01-29T07:48:24.816-08:00Siapakah Khidhir?<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEga7zN7ZmjSW-z5eHbPvH32R0MTU5nz_Oxnkmc_HNZvFv-32GNkGMPMUc3uEcc5Lz7sb1C_fJX8TJ-5nxRCqIqUJWuBftwfToNtZ9fWfFt7MFrVn8NNSZZUqvaDGlZ31-gfMIjEDohSCdc/s1600-h/question_mark_3d.png"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 166px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEga7zN7ZmjSW-z5eHbPvH32R0MTU5nz_Oxnkmc_HNZvFv-32GNkGMPMUc3uEcc5Lz7sb1C_fJX8TJ-5nxRCqIqUJWuBftwfToNtZ9fWfFt7MFrVn8NNSZZUqvaDGlZ31-gfMIjEDohSCdc/s320/question_mark_3d.png" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5432189027673283154" /></a><span style="color:#009900;"></span><span style="color:#009900;"><br /></span><span style="color:#009900;"> </span><p class="MsoNormal" align="center" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:center;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="color:#009900;"> </span><p class="MsoNormal" align="center" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom: .0001pt;text-align:center;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="'mso-bidi-font-family:"><span style="color:#009900;">Ketika kita membaca kisah-kisah para wali, kita sering mendengar sosok yang bernama Khidhir. Sebenarnya siapakah beliau, apakah beliau masih hidup hingga sekarang atau sudah meninggal?</span></span></p><span style="color:#009900;"> </span><p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="'mso-bidi-font-family:"><span style="color:#009900;">Al-Qur'an mengisahkan tentang seorang hamba Allah SWT pada masa Nabi Musa AS yang mempunyai derajat sangat tinggi di sisi-Nya. Kisah itu disebutkan dalam surat al-Kahfi, ayat 65: </span><i><span style="color:#009900;">"</span></i></span><span class="gen"><i><span style="color:#009900;">Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami."</span></i><span style="color:#009900;"> </span></span><span style="'mso-bidi-font-family:"><span style="color:#009900;">Para </span></span><span class="gensmall"><span style="color:#009900;">ahli tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan hamba pada ayat tersebut ialah Khidhir AS. Kemudian yang dimaksud dengan rahmat ialah wahyu dan kenabian. Sedangkan yang dimaksud dengan ilmu, ialah ilmu tentang hal-hal yang ghaib. Hadits-hadits Nabi SAW juga menceritakan seorang hamba yang shalih ini.</span></span><a style="mso-footnote-id:ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn1" name="_ftnref1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'line-height:115%;font-family:font-size:11.0pt;"><span style="color:#009900;">[1]</span></span></span></span></span></a><span class="gensmall"><span style="color:#009900;"> Menurut Imam Nawawi kita boleh menyebut Khadhir (dengan membaca fathah </span><i><span style="color:#009900;">kha' </span></i><span style="color:#009900;">dan kasrah </span><i><span style="color:#009900;">dlad</span></i><span style="color:#009900;">), Khidhr (dengan membaca kasrah </span><i><span style="color:#009900;">kha'</span></i><span style="color:#009900;"> dan </span><i><span style="color:#009900;">dlad</span></i><span style="color:#009900;"> yang dibaca sukun) atau Khadhr (dengan membaca fathah kha' dan </span><i><span style="color:#009900;">dlad</span></i><span style="color:#009900;"> yang dibaca sukun).</span></span><a style="mso-footnote-id:ftn2" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn2" name="_ftnref2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'line-height:115%;font-size:11.0pt;"><span style="color:#009900;">[2]</span></span></span></span></span></a><span class="gensmall"><span style="color:#009900;"> Namun nampaknya masyarakat kita lebih akrab menyebutnya Khidhr atau Khidhir. Maka dari itu, dalam tulisan ini kami menggunakan sebutan yang terakhir ini.</span></span></p><span style="color:#009900;"> </span><p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span class="gensmall"><span style="color:#009900;">al-Imam Kamaluddin al-Damiri (w. 808 H) dalam ensiklopedinya yang berjudul </span><i><span style="color:#009900;">Hayat al-Hayawan al-Kubra</span></i><span style="color:#009900;"> menuturkan tentang </span><span style="mso-spacerun:yes"><span style="color:#009900;"> </span></span><span style="color:#009900;">perbedaan para ulama mengenai nama Khidhir. Namun menurut pendapat yang ashah, sebagaimana dinukil dari para ahli sejarah dan juga dari Nabi SAW, sebagaimana yang kutip oleh Imam al-Baghawi dan ulama lainnya berpendapat bahwa nama nabi Khidhir adalah Balya. Sedangkan ayahnya bernama Malkan. Nabi Khidhir termasuk keturunan Bani Israil dan masih keturunan para raja. Beliau lari dari kerajaan, kemudian pergi dan menyibukkan diri dalam ibadah. </span></span></p><span style="color:#009900;"> </span><p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span class="gensmall"><span style="color:#009900;">Para ulama berselisih pendapat tentang apakah sampai sekarang Nabi Khidhir masih hidup ataupun sudah meninggal. Imam nawawi dan mayoritas ulama berpendapat bahwa beliau masih hidup dan berada di tengah-tengah kita sekarang. Pendapat ini disepakati oleh para tokoh sufiyah dan para ahli makrifat. Kabar yang mengisahkan tentang seseorang yang dapat berjumpa dan berkumpul dengan Nabi Khidhir sangat banyak. Al-Syeikh Abu 'Amr bin Shalah mengatakan bahwa nabi Khidhir masih hidup menurut mayoritas ulama, shalihin dan orang-orang awam pada umumnya. Hanya saja ada sebagian ahli hadits yang mengingkari terhadap kehidupan Nabi Khidhir ini.</span></span></p><span style="color:#009900;"> </span><p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="'mso-bidi-font-family:"><span style="color:#009900;">Sementara itu Imam al-Hasan berpendapat bahwa Nabi Khidhir telah meninggal. Imam Ibnu al-Manawi mengatakan bahwa tidak ada hadits yang menetapkan tentang hidupnya Nabi Khidhir AS. Menurut Imam Abi Bakar bin al-Arabi, beliau telah meninggal sebelum tahun seratus. Pendapat ini mendekati jawaban Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari ketika beliau ditanya tentang Khaidhir dan Ilyas, apakah keduanya masih hidup? Maka beliau menjawab: </span><i><span style="color:#009900;">"Bagaimana bisa demikian (masih hidup), Rasulullah SAW telah bersabda: "Tidak ada seorangpun yang masih hidup pada hari ini seratus tahun lagi."</span></i><span style="color:#009900;"> Pendapat yang benar adalah beliau masih hidup.</span></span></p><span style="color:#009900;"> </span><p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="'mso-bidi-font-family:"><span style="color:#009900;">Sebagian ulama mengatakan bahwa Nabi Khidhir bernah berkumpul dengan Rasulullah SAW, mengunjungi keluarga beliau, dan mereka memandikan Nabi SAW ketika wafat. Riwayat-riwayat yang menceritakan hal itu berasal dari jalur-jalur yang shahih. Dalam tafsirnya, Imam al-Qurthubi juga membenarkan tentang hidupnya Nabi Khidhir AS.</span><a style="mso-footnote-id:ftn3" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn3" name="_ftnref3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'line-height:115%;font-size:11.0pt;"><span style="color:#009900;">[3]</span></span></span></span></span></a><span style="mso-spacerun:yes"><span style="color:#009900;"> </span></span></span></p><span style="color:#009900;"> </span><p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span class="gensmall"><span style="color:#009900;">Lebih lanjut al-Imam al-Nawawi dalam kitabnya </span><i><span style="color:#009900;">Tahdzib al-Asma'</span></i><span style="color:#009900;"> yang menukil pendapat Wahb bin Munabbih menuturkan, bahwa nama Khidhir sebenarnya merupakan </span><i><span style="color:#009900;">laqab</span></i><span style="color:#009900;"> (julukan), sedangkan nama asli beliau adalah Balya bin Malkan bin Faligh bin 'Abir bin Syalikh bin Arfakhsyad bin Sam bin Nuh. Para ulama berbeda pendapat tetang alasan mengapa beliau disebut Khidhir. Mayoritas ulama mengatakan bahwa beliau disebut Khidhir karena sesungguhnya ketika beliau duduk di atas permukaan tanah yang </span></span><span class="gensmall"><span style="mso-bidi-language:AR-EG"><span style="color:#009900;">kering</span></span><span style="color:#009900;"> (menurut pendapat lain rerumputan kering), maka dari permukaan tanah itu tumbuh rerumputan yang berwarna hijau. Pendapat ini di dasarkan pada sabda Nabi SAW: </span><i><span style="color:#009900;">"Dinamakan Khidhir karena ia duduk di atas tanah yang kering, kemudian dari bawah tanah itu tumbuh rerumputan yang hijau."</span></i><span style="color:#009900;"> [H.R. Bukhari, no. 3221]. Menurut pendapat yang dinukil dari Imam Mujahid mengatakan, karena ketika beliau shalat, disekitar beliau menjadi hijau (muncul tumbuh-tumbuhan).</span></span><a style="mso-footnote-id:ftn4" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn4" name="_ftnref4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'line-height:115%;font-size:11.0pt;"><span style="color:#009900;">[4]</span></span></span></span></span></a><span class="gensmall"><span style="color:#009900;"> Sedangkan menurut Imam al-Khuthabi, beliau dinamakan Khidhir karena ketampanannya dan wajahnya yang bersinar.</span></span><a style="mso-footnote-id: ftn5" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn5" name="_ftnref5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'line-height:115%;font-size:11.0pt;"><span style="color:#009900;">[5]</span></span></span></span></span></a><span class="gensmall"><span style="color:#009900;"></span></span></p><span style="color:#009900;"> </span><p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="'mso-bidi-font-family:"><span style="color:#009900;">Nabi Khidhir mempunyai kuniyah Abu al-Abbas </span></span><span style="'mso-bidi-font-family:"><span style="color:#009900;">dan</span></span><span style="'mso-bidi-font-family:"><span style="color:#009900;"> merupakan sahabat Nabi Musa AS. Allah SWT telah memuji sosok Khidhir ini melalui firman-Nya: </span><i><span style="color:#009900;">"</span></i></span><span class="gen"><i><span style="color:#009900;">Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami."</span></i><span style="color:#009900;"> [Q.S. al-Kahfi: 65].</span></span><span style="'mso-bidi-font-family:"><span style="color:#009900;"> Kemudian pada ayat-ayat berikutnya Allah SWT menceritakan keajaiban-keajaiban yang dimiliki oleh Nabi Khidhir AS.</span></span></p><span style="color:#009900;"> </span><p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="'mso-bidi-font-family:"><span style="color:#009900;">Para ulama juga berbeda pendapat mengenai Khidhir, apakan ia seorang nabi atau seorang wali. Imam al-Qusyairi dan para ulama yang lain mengatakan bahwa Khidhir adalah seorang wali. Sementara itu sebagian ulama mengatakan bahwa Khidhir adalah seorang nabi. Pendapat ini dikuatkan oleh Imam al-Nawawi. Imam al-Maziri mengatakan bahwa mayoritas ulama berpendapat Khidhir adalah seorang nabi. Ada pendapat lain yang mengatakan beliau adalah seorang malaikat, namun pendapat ini oleh para ulama dinilai sebagai pendapat yang </span><i><span style="color:#009900;">gharib</span></i><span style="color:#009900;"> (asing), lemah dan bathil.</span><a style="mso-footnote-id:ftn6" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn6" name="_ftnref6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'line-height:115%;font-size:11.0pt;"><span style="color:#009900;">[6]</span></span></span></span></span></a><span style="color:#009900;"> Para ulama yang berpendapat bahwa beliau seorang nabi, juga masih berbeda pendapat, apakah beliau diutus untuk umat manusia atau tidak? Yang jelas mengenai nama, kehidupan dan kenabian Khidhir AS terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. </span></span></p><span style="color:#009900;"> </span><p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="'mso-bidi-font-family:"><span style="color:#009900;">Keterangan yang pasti dalam al-Qur'an mengatakan bahwa Khidhir adalah salah seorang hamba Allah SWT yang dikaruniai</span><span style="mso-spacerun:yes"><span style="color:#009900;"> </span></span><span style="color:#009900;">rahmat dan ilmu dari sisi-Nya. Penyebutan hamba pada ayat tersebut bisa berarti beliau seorang nabi ataupun seorang laki-laki yang shalih (wali). Keterangan yang pasti dalam hadits menyebutkan bahwa hamba itu bernama Khaidhir. Sementara itu dalam al-Qur'an maupun al-Hadits tidak ada keterangan yang jelas mengenai keberadaan Khidhir, apakah beliau telah meninggal, masih hidup hingga sekarang, bertemu dengan para nabi dan para wali atau beliau mengucapkan salam pada sebagian orang, kemudian mereka menjawab salamnya? Semua itu tidak ada dalil yang dapat digunakan sebagai pijakan secara pasti.</span><a style="mso-footnote-id:ftn7" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn7" name="_ftnref7" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'line-height:115%;font-size:11.0pt;"><span style="color:#009900;">[7]</span></span></span></span></span></a></span></p><span style="color:#009900;"> </span><p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="'mso-bidi-font-family:"><span style="color:#009900;">Namun setidaknya kita lebih tenang dan yakin dengan berita-berita yang disampaikan oleh para wali Allah tentang hidupnya Nabi Khidhir, mengunjungi mereka dan mengucapkan salam kepada mereka. </span><i><span style="color:#009900;">Wallahu a'lam.</span></i><span style="mso-spacerun:yes"><span style="color:#009900;"> </span></span><span style="mso-spacerun:yes"><span style="color:#009900;"> </span></span></span></p><span style="color:#009900;"> </span><p class="MsoNormal" dir="RTL" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:14.2pt"><span lang="AR-SA" style="';font-size:16.0pt;"><o:p><span style="color:#009900;"> </span></o:p></span></p><span style="color:#009900;"> </span><p class="MsoNormal" dir="RTL" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:14.2pt"><span lang="AR-SA" style="';font-size:16.0pt;"><o:p><span style="color:#009900;"> </span></o:p></span></p><span style="color:#009900;"> </span><div style="mso-element:footnote-list"><span style="color:#009900;"> </span><hr align="right" width="33%" style="font-size:78%;"><span style="color:#009900;"> </span><div style="mso-element:footnote" id="ftn1"><span style="color:#009900;"> </span><p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="text-align:left;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id:ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref1" name="_ftn1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'line-height:115%;font-family:font-size:10.0pt;"><span style="color:#009900;">[1]</span></span></span></span></span></a><span style="mso-bidi-language:AR-EG"><span style="color:#009900;"> Syeikh Athiyah Shaqar dalam </span><i><span style="color:#009900;">Fatawa al-Azhar</span></i><span style="color:#009900;">, 10/425.</span></span><span dir="RTL" style="'font-family:"><span style="color:#009900;"></span></span></p><span style="color:#009900;"> </span></div><span style="color:#009900;"> </span><div style="mso-element:footnote" id="ftn2"><span style="color:#009900;"> </span><p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="text-align:left;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id:ftn2" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref2" name="_ftn2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'line-height:115%;font-family:font-size:10.0pt;"><span style="color:#009900;">[2]</span></span></span></span></span></a><span dir="RTL" style="'font-family:"><span style="color:#009900;"> </span></span><span style="color:#009900;">Al-Nawawi, Tahdzib al-Asma' wa al-Lughat, 1/237.</span></p><span style="color:#009900;"> </span></div><span style="color:#009900;"> </span><div style="mso-element:footnote" id="ftn3"><span style="color:#009900;"> </span><p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="text-align:left;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id:ftn3" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref3" name="_ftn3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'line-height:115%;font-family:font-size:10.0pt;"><span style="color:#009900;">[3]</span></span></span></span></span></a><span dir="RTL" style="'font-family:"><span style="color:#009900;"> </span></span><span style="mso-bidi-language:AR-EG"><span style="color:#009900;">Syeikh Athiyah Shaqar dalam </span><i><span style="color:#009900;">Fatawa al-Azhar</span></i><span style="color:#009900;">, 10/425.</span></span></p><span style="color:#009900;"> </span></div><span style="color:#009900;"> </span><div style="mso-element:footnote" id="ftn4"><span style="color:#009900;"> </span><p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="text-align:left;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id:ftn4" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref4" name="_ftn4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'line-height:115%;font-family:font-size:10.0pt;"><span style="color:#009900;">[4]</span></span></span></span></span></a><span dir="RTL" style="'font-family:"><span style="color:#009900;"> </span></span><span style="color:#009900;">Ibnu Hajar al-Asqalani, </span><i><span style="color:#009900;">Fath al-Bari</span></i><span style="color:#009900;">, 6/433.</span></p><span style="color:#009900;"> </span></div><span style="color:#009900;"> </span><div style="mso-element:footnote" id="ftn5"><span style="color:#009900;"> </span><p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="text-align:left;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id:ftn5" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref5" name="_ftn5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'line-height:115%;font-family:font-size:10.0pt;"><span style="color:#009900;">[5]</span></span></span></span></span></a><span dir="RTL" style="'font-family:"><span style="color:#009900;"> </span></span><span style="color:#009900;">Badruddin al-Aini, </span><i><span style="color:#009900;">Umdat al-Qari</span></i><span style="color:#009900;">, 3/30.</span></p><span style="color:#009900;"> </span></div><span style="color:#009900;"> </span><div style="mso-element:footnote" id="ftn6"><span style="color:#009900;"> </span><p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="text-align:left;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id:ftn6" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref6" name="_ftn6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'line-height:115%;font-family:font-size:10.0pt;"><span style="color:#009900;">[6]</span></span></span></span></span></a><span dir="RTL" style="'font-family:"><span style="color:#009900;"> </span></span><span style="color:#009900;">Al-Nawawi, </span><i><span style="color:#009900;">Tahdzib al-Asma' wa al-Lughat</span></i><span style="color:#009900;">, 1/237-239.</span></p><span style="color:#009900;"> </span></div><span style="color:#009900;"> </span><div style="mso-element:footnote" id="ftn7"><span style="color:#009900;"> </span><p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="text-align:left;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id:ftn7" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref7" name="_ftn7" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'line-height:115%;font-family:font-size:10.0pt;"><span style="color:#009900;">[7]</span></span></span></span></span></a><span dir="RTL" style="'font-family:"><span style="color:#009900;"> </span></span><span style="mso-spacerun:yes"><span style="color:#009900;"> </span></span><span style="color:#009900;">Ibid.</span></p> </div> </div>Muhammad Khudhori al-Tsubutyhttp://www.blogger.com/profile/08210992279515824306noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7082093865179016992.post-16608424982745557012010-01-29T07:26:00.000-08:002010-01-29T07:37:33.098-08:00Jin Tidak Jauh Beda dengan Manusia<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg2D8KZ2EHlTZQzD4HDQrbe3dS7zaqm3cC0XuZ728keNzrphK2-ZE1bB1eaDDDfVQwHwhkgF5iOR0gpaLWaa7liwpCCxKlxZn1Fl2QkhUskx_eZahXywyaIOc4-SYyL46i6aWmH-uAhg2Q/s1600-h/beastie.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 131px; height: 144px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg2D8KZ2EHlTZQzD4HDQrbe3dS7zaqm3cC0XuZ728keNzrphK2-ZE1bB1eaDDDfVQwHwhkgF5iOR0gpaLWaa7liwpCCxKlxZn1Fl2QkhUskx_eZahXywyaIOc4-SYyL46i6aWmH-uAhg2Q/s320/beastie.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5432186290364016562" /></a><br /> <p class="MsoNormal" align="center" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:center;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="'mso-bidi-font-family:">Bangsa jin yang asal kejadiannya berbeda dengan manusia ternyata juga memiliki beberapa kesamaan dengan manusia. Di antara persamaan itu adalah:</span></p> <p class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm; margin-bottom:0cm;margin-left:36.0pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space:auto; text-align:justify;text-justify:inter-ideograph;text-indent:-18.0pt;mso-list: l0 level1 lfo1;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="mso-fareast-font-family:Calibri;mso-fareast-theme-font:minor-latin; mso-bidi-mso-bidi-theme-font:minor-latinfont-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore">1.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><span style="'mso-bidi-font-family:">Jin mempunyai tempat tinggal, mereka menyukai tempat-tempat yang sepi dari manusia, seperti padang pasir. Di antara mereka ada juga yang mendiami tempat-tempat yang kotor, seperti WC dan tempat kotor lainnya karena mereka memakan sisa-sisa makanan manusia. Sebagian di antara mereka ada juga yang bertempat tinggal bersama manusia. Oleh karena itu Rasulullah SAW sering keluar menuju padang pasir, kemudian memanggil para jin dan menyeru kepada mereka untuk menyembah Allah SWT. Rasulullah SAW juga membacakan al-Qur'an dan mengajarkan urusan-urusan agama kepada mereka. Peristiwa ini sering terjadi sebagaimana keterangan yang terdapat dalam Shahih Bukhari dan Muslim dari hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dan Ibnu Mas'ud. <span style="mso-spacerun:yes"> </span></span></p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm; margin-bottom:0cm;margin-left:36.0pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space:auto; text-align:justify;text-justify:inter-ideograph;text-indent:-18.0pt;mso-list: l0 level1 lfo1;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="mso-fareast-font-family:Calibri;mso-fareast-theme-font:minor-latin; mso-bidi-mso-bidi-theme-font:minor-latin;mso-bidi-language: AR-EGfont-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore">2.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><span style="mso-bidi-language: AR-EG">Bangsa jin juga ternyata makan dan minum. Hal itu dapat kita ketahui dari keterangan beberapa hadits yang disampaikan Rasulullah kepada kita, di antaranya adalah pesan Rasulullah SAW kepada kita: <i>"Jika salah seorang di antara kalian makan, maka makanlah dengan tangan kanan. Apabila minum, minumlah dengan tangan kanan, karena sesungguhnya syaitan makan dan minum dengan tangan kiri."</i> [H.R. Muslim]. Riwayat lain menyebutkan bahwa makanan jin adalah tulang, kotoran hewan dan arang. Dalam Sunan Abi Dawud diceritakan bahwa sekelompok jin datang kepada Rasulullah SAW, mereka mengadu kepada Rasulullah SAW karena umatnya (manusia) beristinja' menggunakan tulang, kotoran hewan dan arang, padahal ketiganya itu merupan rizki (makanan) yang diberikan Allah kepada mereka. Oleh karena itu Rasulullah SAW melarang umatnya beristinja' dengan ketiga perkara tersebut.<a style="mso-footnote-id:ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn1" name="_ftnref1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'line-height:115%;font-size:11.0pt;">[1]</span></span></span></span></a> </span></p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm; margin-bottom:0cm;margin-left:36.0pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space:auto; text-align:justify;text-justify:inter-ideograph;text-indent:-18.0pt;mso-list: l0 level1 lfo1;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="mso-fareast-font-family:Calibri;mso-fareast-theme-font:minor-latin; mso-bidi-mso-bidi-theme-font:minor-latin;mso-bidi-language: AR-EGfont-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore">3.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><span style="mso-bidi-language: AR-EG">Jin terdiri laki-laki dan perempuan berdasarkan sabda Nabi SAW ketika beliau ingin masuk ke kamar mandi, beliau berdoa: <i>"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari gangguan syaitan laki-laki dan perempuan."</i> [H.R. Bukhari-Muslin]. Hadits ini menunjukkan bahwa jin terdiri dari laki-laki dan perempuan.</span></p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm; margin-bottom:0cm;margin-left:36.0pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space:auto; text-align:justify;text-justify:inter-ideograph;text-indent:-18.0pt;mso-list: l0 level1 lfo1;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="mso-fareast-font-family:Calibri;mso-fareast-theme-font:minor-latin; mso-bidi-mso-bidi-theme-font:minor-latin;mso-bidi-language: AR-EGfont-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore">4.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><span style="mso-bidi-language: AR-EG">Jin mempunyai berbagai macam akidah dan agama. Di antara mereka ada yang Muslim, Nashrani dan Yahudi. Bahkan kelompok muslim jin juga seperti manusia yang terdiri dari berbagai golongan, seperti Qadariyah, Syi'ah, Ahlu Sunnah, Ahlu Bid'ah dan lain sebagainya. Mereka ada yang taat bertakwa dan ada yang berbuat maksiat.</span></p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm; margin-bottom:0cm;margin-left:36.0pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space:auto; text-align:justify;text-justify:inter-ideograph;text-indent:-18.0pt;mso-list: l0 level1 lfo1;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="mso-fareast-font-family:Calibri;mso-fareast-theme-font:minor-latin; mso-bidi-mso-bidi-theme-font:minor-latin;mso-bidi-language: AR-EGfont-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore">5.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><span style="mso-bidi-language: AR-EG">Menurut mayoritas ulama, diantaranya Imam Ibnu Katsir berpendapat bahwa kaum mukmin dari bangsa jin kelak juga akan masuk surga.</span></p> <p class="MsoListParagraphCxSpLast" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm; margin-bottom:0cm;margin-left:36.0pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space:auto; text-align:justify;text-justify:inter-ideograph;text-indent:-18.0pt;mso-list: l0 level1 lfo1;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="mso-fareast-font-family:Calibri;mso-fareast-theme-font:minor-latin; mso-bidi-mso-bidi-theme-font:minor-latin;mso-bidi-language: AR-EGfont-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore">6.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><span style="mso-bidi-language: AR-EG">Bangsa jin juga menikah dan melahirkan keturunan. Allah SWT berfirman: <i>"</i></span><span class="gen"><i>Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan turanan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang zalim."</i> [Q.S. al-Kahfi: 50]. Dari ayat ini al-Qadli Badruddin Muhammad bin Abdullah al-Syibli bependapat bahwa jin juga melakukan pernikahan untuk menghasilkan keturunan.</span><a style="mso-footnote-id:ftn2" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn2" name="_ftnref2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-bidi-language:AR-EG"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'line-height:115%;font-size:11.0pt;">[2]</span></span></span></span></span></a><span style="mso-bidi-language:AR-EG"> Sebagian ulama ada yang memperbolehkan manusia menikahi bangsa jin berdasarkan ayat: <i>"</i></span><span class="gen"><i>Di dalam syurga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni syurga yang menjadi suami mereka), dan tidak pula oleh jin.</i></span><i><span style="mso-bidi-language:AR-EG">"</span></i><span style="mso-bidi-language: AR-EG"> [Q.S. al-Rahman: 56].</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom:0cm; margin-left:18.0pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="mso-bidi-language:AR-EG"><o:p> </o:p></span></p> <div style="mso-element:footnote-list"> <hr align="left" size="1" width="33%"> <div style="mso-element:footnote" id="ftn1"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align:left;direction:ltr;unicode-bidi: embed"><a style="mso-footnote-id:ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref1" name="_ftn1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'line-height:115%;font-size:10.0pt;">[1]</span></span></span></span></a><span dir="RTL" style="'font-family:"> </span><span style="mso-bidi-language:AR-EG">Abdul Muhsin al-Abbad, <i>Syarh Sunan Abi Dawud</i>, 1/188.</span></p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn2"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align:left;direction:ltr;unicode-bidi: embed"><a style="mso-footnote-id:ftn2" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref2" name="_ftn2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'line-height:115%;font-size:10.0pt;">[2]</span></span></span></span></a><span dir="RTL" style="'font-family:"> </span>Al-Syibli, 1/38.</p></div></div>Muhammad Khudhori al-Tsubutyhttp://www.blogger.com/profile/08210992279515824306noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7082093865179016992.post-44187355128832047262010-01-29T07:23:00.000-08:002010-01-29T07:25:53.485-08:00Fenomena Jin<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEih1JvLe2d1gD_TZcTU1W8opwHQEDBzRZpWUPlyTWBPhq6VzBVBVqlaYiD7ImyO2ZvrmU8QDjKv1c9nWokEX1ROV5uXK2DByUb27mPIvbIYxJfWfBt_wNoRcLg9RG5rCfRWhIPEjyCLxMU/s1600-h/setan1.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 302px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEih1JvLe2d1gD_TZcTU1W8opwHQEDBzRZpWUPlyTWBPhq6VzBVBVqlaYiD7ImyO2ZvrmU8QDjKv1c9nWokEX1ROV5uXK2DByUb27mPIvbIYxJfWfBt_wNoRcLg9RG5rCfRWhIPEjyCLxMU/s320/setan1.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5432183211784912946" /></a><br /> <p class="MsoNormal" align="center" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:center;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="line-height:115%;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:20.0pt;"><o:p><span style="color:#cc0000;"></span></o:p></span><span style="mso-bidi-language:AR-EG"><span style="color:#cc0000;">Fenomena keberadaan jin memang menjadi misteri bagi kita umat manusia. Namun sebagai umat yang berakidah, kita diwajibkan untuk beriman dan mempercayai hal-hal yang bersifat ghaib. Iman kepada sesuatu yang ghaib merupakan salah satu sifat yang dimiliki oleh orang yang bertakwa. Hal itu sebagaimana yang telah ditegaskan oleh Allah SWT melalui firman-Nya: </span><i><span style="color:#cc0000;">"</span></i></span><span class="gen"><i><span style="color:#cc0000;">Kitab (al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka."</span></i><span style="color:#cc0000;"> [Q.S. al-Baqarah: 2-3].</span></span></p><span style="color:#cc0000;"> </span><p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-justify:inter-ideograph;text-indent:14.2pt;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span class="gensmall"><span style="color:#cc0000;">Beriman kepada yang ghaib ialah beriman kepada sesuatu yang tidak dapat ditangkap oleh pancaindera. Percaya kepada yang ghaib yaitu, mengi'tikadkan adanya sesuatu yang maujud yang tidak dapat ditangkap oleh pancaindera, karena ada dalil yang menunjukkan atas kebaradaanya, seperti: adanya Allah, Malaikat-Malaikat, Jin, Syaitan, Hari akhirat dan lain sebagainya.</span></span></p><span style="color:#cc0000;"> </span><p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-justify:inter-ideograph;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="mso-bidi-language:AR-EG"><o:p><span style="color:#cc0000;"> </span></o:p></span></p><span style="color:#cc0000;"> </span><p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-justify:inter-ideograph;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><b><span style="mso-bidi-language:AR-EG"><span style="color:#cc0000;">Jin memang ada</span></span></b></p><span style="color:#cc0000;"> </span><p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-justify:inter-ideograph;text-indent:14.2pt;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span style="mso-bidi-language:AR-EG"><span style="color:#cc0000;">Dalil-dalail yang menunujukkan keberadaan jin sangatlah banyak, dan tentunya di sini hanya akan disebutkan sebagian saja. Di antara dalil-dalil itu adalah sebagai berikut: </span></span></p><span style="color:#cc0000;"> </span><p class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm; margin-bottom:0cm;margin-left:14.2pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space:auto; text-align:justify;text-justify:inter-ideograph;text-indent:-14.2pt;mso-list: l0 level1 lfo1;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="mso-fareast-font-family:Calibri;mso-fareast-theme-font:minor-latin; mso-bidi-mso-bidi-theme-font:minor-latin;mso-bidi-language: AR-EGfont-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore"><span style="color:#cc0000;">1.</span><span style="'font:7.0pt"><span style="color:#cc0000;"> </span></span></span></span><span class="gen"><span style="color:#cc0000;">Firman Allah SWT: </span><i><span style="color:#cc0000;">"Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al-Quran."</span></i></span><span style="mso-bidi-language: AR-EG"><span style="color:#cc0000;"> [Q.S. al-Ahqaf: 29].</span></span></p><span style="color:#cc0000;"> </span><p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm; margin-bottom:0cm;margin-left:14.2pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space:auto; text-align:justify;text-justify:inter-ideograph;text-indent:-14.2pt;mso-list: l0 level1 lfo1;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="mso-fareast-font-family:Calibri;mso-fareast-theme-font:minor-latin; mso-bidi-mso-bidi-theme-font:minor-latin;mso-bidi-language: AR-EGfont-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore"><span style="color:#cc0000;">2.</span><span style="'font:7.0pt"><span style="color:#cc0000;"> </span></span></span></span><span class="gen"><i><span style="color:#cc0000;">"Hai golongan jin dan manusia, apakah belum datang kepadamu rasul-rasul dari golongan kamu sendiri, yang menyampaikan kepadamu ayat-ayat-Ku dan memberi peringatan kepadamu terhadap pertemuanmu dengan hari ini?</span></i></span><i><span style="mso-bidi-language:AR-EG"><span style="color:#cc0000;">"</span></span></i><span style="mso-bidi-language: AR-EG"><span style="color:#cc0000;"> [Q.S. al-An'am: 130].</span></span></p><span style="color:#cc0000;"> </span><p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm; margin-bottom:0cm;margin-left:14.2pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space:auto; text-align:justify;text-justify:inter-ideograph;text-indent:-14.2pt;mso-list: l0 level1 lfo1;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="mso-fareast-font-family:Calibri;mso-fareast-theme-font:minor-latin; mso-bidi-mso-bidi-theme-font:minor-latin;mso-bidi-language: AR-EGfont-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore"><span style="color:#cc0000;">3.</span><span style="'font:7.0pt"><span style="color:#cc0000;"> </span></span></span></span><span class="gen"><i><span style="color:#cc0000;">"Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan."</span></i></span><span style="mso-bidi-language:AR-EG"><span style="color:#cc0000;"> [Q.S. al-Rahman: 33].</span></span></p><span style="color:#cc0000;"> </span><p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm; margin-bottom:0cm;margin-left:14.2pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space:auto; text-align:justify;text-justify:inter-ideograph;text-indent:-14.2pt;mso-list: l0 level1 lfo1;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span class="gen"><span style="mso-fareast-font-family:Calibri;mso-fareast-theme-font: minor-latin;mso-bidi-mso-bidi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-language:AR-EGfont-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore"><span style="color:#cc0000;">4.</span><span style="'font:7.0pt"><span style="color:#cc0000;"> </span></span></span></span></span><span class="gen"><i><span style="color:#cc0000;">"Katakanlah (hai Muhammad): "Telah diwahyukan kepadamu bahwasanya: telah mendengarkan sekumpulan jin (akan Al Quran), lalu mereka berkata: Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al Quran yang menakjubkan."</span></i><span style="color:#cc0000;"> [Q.S. al-Jin: 1].</span></span></p><span style="color:#cc0000;"> </span><p class="MsoListParagraphCxSpLast" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm; margin-bottom:0cm;margin-left:14.2pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space:auto; text-align:justify;text-justify:inter-ideograph;text-indent:-14.2pt;mso-list: l0 level1 lfo1;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="mso-fareast-font-family:Calibri;mso-fareast-theme-font:minor-latin; mso-bidi-mso-bidi-theme-font:minor-latin;mso-bidi-language: AR-EGfont-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore"><span style="color:#cc0000;">5.</span><span style="'font:7.0pt"><span style="color:#cc0000;"> </span></span></span></span><span class="gen"><span style="color:#cc0000;">Rasulullah SAW bersabda: </span><i><span style="color:#cc0000;">"Telah datang padaku da'i jin, lalu aku pergi bersamanya, kemudian aku membacakan al-Qur'an kepada mereka (kelompok jin)."</span></i><span style="color:#cc0000;"> [H.R. Muslim].</span></span></p><span style="color:#cc0000;"> </span><p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-justify:inter-ideograph;text-indent:14.2pt;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span class="gen"><span style="color:#cc0000;">Selain itu semua, Allah SWT juga menurunkan surat al-Jin dalam al-Qur'an yang terdiri atas 28 ayat dan termasuk golongan surat-surat Makkiyyah. Ayat ini diturunkan sesudah surat al-A'raaf. Surat ini dinamakan al-Jin karena diambil dari perkataan bangsa jin yang terdapat pada ayat pertama surat ini. Ayat tersebut dan ayat-ayat berikutnya menerangkan bahwa jin sebagai makhluk halus telah mendengar pembacaan al-Quran dan mereka mengikuti ajaran al-Quran tersebut.</span></span><span style="color:#cc0000;"> </span><span class="gen"><span style="color:#cc0000;">Surat ini menerangkan bahwa</span></span><span style="color:#cc0000;"> </span><span class="gen"><span style="color:#cc0000;">pengetahuan tentang jin diperoleh Nabi Muhammad SAW dengan jalan wahyu, pernyataan iman segolongan jin kepada Allah, jin ada yang mukmin ada pula yang kafir, janji Allah kepada jin dan manusia untuk melimpahkan rizki-Nya kalau mereka mengikuti jalan yang lurus dan janji perlindungan Allah terhadap Nabi Muhammad SAW dan wahyu yang dibawanya.</span></span></p><span style="color:#cc0000;"> </span><p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-justify:inter-ideograph;text-indent:14.2pt;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span class="gen"><span style="color:#cc0000;">Keberadaan manusia yang tidak mampu melihat jin tidak bisa dijadikan argumen untuk menafikan keberadaan jin.</span></span><span style="mso-bidi-language:AR-EG"><span style="color:#cc0000;"> Banyak hal yang tidak dapat dilihat oleh manusia, namun hal itu hakekatnya memang benar-benar ada. Seperti aliran listrik dan udara, manusia tidak bisa melihatnya, namun bisa merasakan manfaatnya, seperti untuk penerangan dan lain-lain. Begitu juga dengan ruh, kita tidak bisa mengetahui esensinya, namun kita percaya atas keberadaannya.</span></span></p><span style="color:#cc0000;"> </span><p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-justify:inter-ideograph;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><b><span style="mso-bidi-language:AR-EG"><o:p><span style="color:#cc0000;"> </span></o:p></span></b></p><span style="color:#cc0000;"> </span><p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-justify:inter-ideograph;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><b><span style="mso-bidi-language:AR-EG"><span style="color:#cc0000;">Asal-usul Jin</span></span></b></p><span style="color:#cc0000;"> </span><p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-justify:inter-ideograph;text-indent:14.2pt;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span style="'mso-bidi-font-family:"><span style="color:#cc0000;">Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya menuturkan, para ahli ilmu berbeda pendapat tentang asal-usul jin. Imam al-Hasan al-Bashri mengatakan bahwa jin adalah keturunan Iblis, sedangkan manuisia adalah keturunan Adam AS. Keduanya, baik bangsa jin maupun manusia ada yang beriman dan ada yang kafir. Seperti halnya manusia, jin juga akan memperoleh pahala jika berbuat baik dan akan mendapat dosa dan siksa jika berbuat kejahatan. Manusia dan jin yang beriman dan taat kepada perintah-perintah Allah SWT dinamakan wali (kekasih) Allah, sedangkan yang durhaka dan kufur kepada Allah dinamakan syaitan.</span><a style="mso-footnote-id:ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn1" name="_ftnref1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'line-height:115%;font-size:11.0pt;"><span style="color:#cc0000;">[1]</span></span></span></span></span></a><span style="color:#cc0000;"> Dari pengertian yang dipaparkan oleh Imam al-Qurthubi ini, kita dapat menyimpulkan bahwa istilah syaitan juga bisa digunakan untuk menyebut manusia yang durhaka kepada Allah SWT. Penyebutan syaitan untuk manusia yang durhaka ini juga diungkapkan oleh al-Qur'an dalam surat al-Nas, Allah berfirman: </span><i><span style="color:#cc0000;">"</span></i></span><span class="gen"><i><span style="color:#cc0000;">Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia."</span></i><span style="color:#cc0000;"> Allah juga berfirman: </span><i><span style="color:#cc0000;">"Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin."</span></i><span style="color:#cc0000;"> [Q.S. al-An'am: 112].</span></span><span style="'mso-bidi-font-family:"><span style="color:#cc0000;"></span></span></p><span style="color:#cc0000;"> </span><p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-justify:inter-ideograph;text-indent:14.2pt;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span style="'mso-bidi-font-family:"><span style="color:#cc0000;">Sedangkan Imam Ibnu Abbas membedakan antara jin dengan syaitan, beliau mengatakan bahwa jin adalah keturunan dari al-Jan (bapaknya jin)</span><a style="mso-footnote-id:ftn2" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn2" name="_ftnref2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'line-height:115%;font-size:11.0pt;"><span style="color:#cc0000;">[2]</span></span></span></span></span></a><span style="color:#cc0000;"> dan bukan merupakan syaitan. Jin bisa mati, ada yang mukmin dan ada yang kafir. Sedangkan syaitan adalah keturunan Iblis dan tidak akan mati kecuali bersama Iblis.</span></span></p><span style="color:#cc0000;"> </span><p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-justify:inter-ideograph;text-indent:14.2pt;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span style="'mso-bidi-font-family:"><span style="color:#cc0000;">Imam al-Damiri dalam ensiklopedinya yang berjudul </span><i><span style="color:#cc0000;">Hayat al-Hayawan al-Kubra</span></i><span style="color:#cc0000;"> menjelaskan bahwa semua jin adalah keturunan Iblis. Menurut sebuah pendapat, jin adalah jenis, sedangkan Iblis adalah salah satu dari mereka.</span><a style="mso-footnote-id:ftn3" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn3" name="_ftnref3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'line-height:115%;font-size:11.0pt;"><span style="color:#cc0000;">[3]</span></span></span></span></span></a><span style="color:#cc0000;"> Dan tidak diragukan lagi bahwa jin merupakan keturunan Iblis berdasarkan keterangan dalam al-Qur'an, </span><i><span style="color:#cc0000;">"</span></i></span><span class="gen"><i><span style="color:#cc0000;">Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan turanan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang zalim.</span></i></span><i><span style="'mso-bidi-font-family:"><span style="color:#cc0000;">"</span></span></i><span style="'mso-bidi-font-family:"><span style="color:#cc0000;"> [Q.S. al-Kahfi: 50]. </span></span><span style="color:#cc0000;">Imam al-Suhaili berpendapat bahwa jin juga mencakup terhadap malaikat dan lainnya yang tidak tampak oleh penglihatan manusia.</span><a style="mso-footnote-id:ftn4" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn4" name="_ftnref4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'line-height:115%;font-size:11.0pt;"><span style="color:#cc0000;">[4]</span></span></span></span></span></a></p><span style="color:#cc0000;"> </span><p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-justify:inter-ideograph;text-indent:14.2pt;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span style="mso-bidi-language:AR-EG"><o:p><span style="color:#cc0000;"> </span></o:p></span></p><span style="color:#cc0000;"> </span><p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-justify:inter-ideograph;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><b><span style="'mso-bidi-font-family:"><span style="color:#cc0000;">Dari apa jin diciptakan?</span></span></b></p><span style="color:#cc0000;"> </span><p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-justify:inter-ideograph;text-indent:14.2pt;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span style="'mso-bidi-font-family:"><span style="color:#cc0000;">Ayat-ayat al-Qur'an dan hadits Nabi SAW telah menerangkan secara jelas bahwa jin diciptakan dari api. Allah SWT berfirman: </span><i><span style="color:#cc0000;">"</span></i></span><span class="gen"><i><span style="color:#cc0000;">Dia (Allah) menciptakan jin dari nyala api."</span></i><span style="color:#cc0000;"> [Q.S. al-Rahman: 15]. Dalam ayat lain Allah menegaskan: </span><i><span style="color:#cc0000;">"Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas."</span></i><span style="color:#cc0000;"> [Q.S. al-Hijr: 27]. Asal kejadian jin yang ter</span></span><span style="'mso-bidi-font-family:"><span style="color:#cc0000;">buat dari api juga ditegaskan oleh Iblis, sebagaimana yang dikutip oleh al-Qur'an, </span><i><span style="color:#cc0000;">"</span></i></span><span class="gen"><i><span style="color:#cc0000;">Iblis menjawab "Saya lebih baik dari padanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah."</span></i></span><span style="'mso-bidi-font-family:"><span style="color:#cc0000;"> [Q.S. al-A'raaf: 12]. Mengenai asal kejadian jin ini, Rasulullah SAW juga telah bersabda: </span><i><span style="color:#cc0000;">"Malaikat diciptakan dari nur, jin diciptakan dari nyala api dan Adam diciptakan dari sesuatu yang disifatkan Allah kepadamu (dalam kitab-Nya, yakni dari adonan tanah)."</span></i><span style="color:#cc0000;"> [H.R. Muslim].</span><a style="mso-footnote-id:ftn5" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn5" name="_ftnref5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'line-height:115%;font-size:11.0pt;"><span style="color:#cc0000;">[5]</span></span></span></span></span></a></span></p><span style="color:#cc0000;"> </span><p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-justify:inter-ideograph;text-indent:14.2pt;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span style="'mso-bidi-font-family:"><span style="color:#cc0000;">Lalu jika jin diciptakan dari api, bagaimana jin-jin kafir disiksa dengan api? Pertanyaan semacam ini kadang-kadang sering muncul, akan tetapi jika kita sedikit berfikir, kita akan tahu dan akan faham tentang masalah ini. Kita tahu bahwa manusia diciptakan dari tanah, akan tetapi keberadaan manusia sekarang bukanlah tanah. Tanah hanya merupakan asal kejadian manusia saja. Sehingga apabila manusia dilempar dengan tanah liat, ia akan merasakan sakit. Demikian juga jin, walaupun asal kejadiannya dari nyala api, jin sekarang tidaklah berwujud api. Banyak dalil yang menunjukkan hal itu. Di antaranya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Nasa'i dengan sanad yang shahih dari Sayidah A'isyah RA, bahwa suatu hari Rasulullah SAW sedang mengerjakan shalat, kemudian ada syaitan yang mendatangi beliau dan bermaksud mengganggu shalat beliau, maka Rasulullah SAW membantingnya, lalu mencekiknya. Rasulullah SAW bersabda: </span><i><span style="color:#cc0000;">"Sehingga aku menyentuh mulutnya yang dingin."</span></i><span style="color:#cc0000;"> Dalam riwayat lain: </span><i><span style="color:#cc0000;">"Sehingga tanganku menyentuh air liurnya yang dingin."</span></i><span style="color:#cc0000;"> Dari keterangan hadits ini, jelaslah bahwa jin sekarang bukanlah api, karena jika ia berupa api, maka Rasulullah SAW pasti tidak akan merasakan dingin ketika menyentuh mulut atau air liurnya.</span></span></p><span style="color:#cc0000;"> </span><p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-justify:inter-ideograph;text-indent:14.2pt;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span style="'mso-bidi-font-family:"><span style="color:#cc0000;">Berdasarkan penjelasan dari Rasulullah SAW, jin terdiri dari tiga kelompok. Kelompok pertama adalah bangsa jin yang mempunyai sayap dan dapat terbang di angkasa. Kelompok kedua adalah yang berbentuk seperti ular dan kalajengking dan yang terakhir adalah kelompok jin yang mendiami suatu tempat dan berpindah-pindah ke tempat yang lainnya (bermigrasi).</span><a style="mso-footnote-id:ftn6" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn6" name="_ftnref6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'line-height:115%;font-size:11.0pt;"><span style="color:#cc0000;">[6]</span></span></span></span></span></a><span style="color:#cc0000;"> </span><i><span style="color:#cc0000;">Waspadalah !...</span></i></span></p><span style="color:#cc0000;"> </span><div style="mso-element:footnote-list"><span style="color:#cc0000;"> </span><span style="color:#cc0000;"> </span><hr align="left" width="33%" style="font-size:78%;"><span style="color:#cc0000;"> </span><span style="color:#cc0000;"> </span><div style="mso-element:footnote" id="ftn1"><span style="color:#cc0000;"> </span><p class="MsoFootnoteText" style="text-align:left;direction:ltr;unicode-bidi: embed"><a style="mso-footnote-id:ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref1" name="_ftn1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'line-height:115%;font-size:10.0pt;"><span style="color:#cc0000;">[1]</span></span></span></span></span></a><span dir="RTL" style="'font-family:"><span style="color:#cc0000;"> </span></span><span style="color:#cc0000;">Al-Qurthubi, </span><i><span style="color:#cc0000;">al-Jami' li-Ahkam al-Qur'an</span></i><span style="color:#cc0000;">. (Riyadh: Dar Alam al-Kutub, 2003), 19/5.</span></p><span style="color:#cc0000;"> </span></div><span style="color:#cc0000;"> </span><div style="mso-element:footnote" id="ftn2"><span style="color:#cc0000;"> </span><p class="MsoFootnoteText" style="text-align:left;direction:ltr;unicode-bidi: embed"><a style="mso-footnote-id:ftn2" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref2" name="_ftn2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'line-height:115%;font-size:10.0pt;"><span style="color:#cc0000;">[2]</span></span></span></span></span></a><span dir="RTL" style="'font-family:"><span style="color:#cc0000;"> </span></span><span style="color:#cc0000;">Menurut Imam al-Jauhari, sebagaimana yang dinukil oleh Imam al-Syibli berpendapat bahwa al-Jan adalah bapak dari jin. (</span><i><span style="color:#cc0000;">Akam al-Marjan fi-Ahkam al-Jan</span></i><span style="color:#cc0000;">, 1/6.)</span></p><span style="color:#cc0000;"> </span></div><span style="color:#cc0000;"> </span><div style="mso-element:footnote" id="ftn3"><span style="color:#cc0000;"> </span><p class="MsoFootnoteText" style="text-align:left;direction:ltr;unicode-bidi: embed"><a style="mso-footnote-id:ftn3" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref3" name="_ftn3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'line-height:115%;font-size:10.0pt;"><span style="color:#cc0000;">[3]</span></span></span></span></span></a><span dir="RTL" style="'font-family:"><span style="color:#cc0000;"> </span></span><span style="color:#cc0000;">Al-Damiri, </span><i><span style="'mso-bidi-font-family:"><span style="color:#cc0000;">Hayat al-Hayawan al-Kubra</span></span></i><span style="color:#cc0000;">, 1/206-207.</span></p><span style="color:#cc0000;"> </span></div><span style="color:#cc0000;"> </span><div style="mso-element:footnote" id="ftn4"><span style="color:#cc0000;"> </span><p class="MsoFootnoteText" style="text-align:left;direction:ltr;unicode-bidi: embed"><a style="mso-footnote-id:ftn4" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref4" name="_ftn4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'line-height:115%;font-size:10.0pt;"><span style="color:#cc0000;">[4]</span></span></span></span></span></a><span dir="RTL" style="'font-family:"><span style="color:#cc0000;"> </span></span><span style="color:#cc0000;">Al-Syibli,</span><i><span style="color:#cc0000;"> Akam al-Marjan fi Ahkam al-Jan</span></i><span style="color:#cc0000;">, 1/6. </span></p><span style="color:#cc0000;"> </span></div><span style="color:#cc0000;"> </span><div style="mso-element:footnote" id="ftn5"><span style="color:#cc0000;"> </span><p class="MsoFootnoteText" style="text-align:left;direction:ltr;unicode-bidi: embed"><a style="mso-footnote-id:ftn5" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref5" name="_ftn5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'line-height:115%;font-size:10.0pt;"><span style="color:#cc0000;">[5]</span></span></span></span></span></a><span dir="RTL" style="'font-family:"><span style="color:#cc0000;"> </span></span><span style="color:#cc0000;">Al-Manawi, </span><i><span style="color:#cc0000;">al-Taysir bi Syarh al-jami' al-Shaghir</span></i><span style="color:#cc0000;">. (Riyadh: Maktabah al-Imam al-Syafi'i, 1988), 1/1051.</span></p><span style="color:#cc0000;"> </span></div><span style="color:#cc0000;"> </span><div style="mso-element:footnote" id="ftn6"><span style="color:#cc0000;"> </span><p class="MsoFootnoteText" style="text-align:left;direction:ltr;unicode-bidi: embed"><a style="mso-footnote-id:ftn6" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref6" name="_ftn6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'line-height:115%;font-size:10.0pt;"><span style="color:#cc0000;">[6]</span></span></span></span></span></a><span dir="RTL" style="'font-family:"><span style="color:#cc0000;"> </span></span><span style="color:#cc0000;">Al-Asqalani, </span><i><span style="color:#cc0000;">Fath al-Bari</span></i><span style="color:#cc0000;">. (Beirut: Dar al-Ma'rifat), 6/345. </span></p> </div> </div>Muhammad Khudhori al-Tsubutyhttp://www.blogger.com/profile/08210992279515824306noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7082093865179016992.post-71278071655844322722010-01-01T05:54:00.000-08:002010-01-01T06:00:29.893-08:00BID'AH<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh7dvfRdIr9-j-70jaEJV63XEHocNi3aw754EYJr1PP_Z9_clPrvuztTW5CQP2jiqoR7VuQmnNASPZXf4rLF-tK6L-_-i5wzg5OyHFd1Xjh4lC4rtR63ydZJN14ztQi0RUQAzBw0pdDzsg/s1600-h/mafahim+yajibu+antusahhah1.JPG"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 225px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh7dvfRdIr9-j-70jaEJV63XEHocNi3aw754EYJr1PP_Z9_clPrvuztTW5CQP2jiqoR7VuQmnNASPZXf4rLF-tK6L-_-i5wzg5OyHFd1Xjh4lC4rtR63ydZJN14ztQi0RUQAzBw0pdDzsg/s320/mafahim+yajibu+antusahhah1.JPG" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5421770925554824866" /></a><br /> <p class="MsoNormal" align="justify" dir="LTR" style="text-align:center;line-height: 115%;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'line-height:115%;font-family:font-size:11.0pt;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="text-align:justify;text-indent:14.2pt; line-height:115%;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'line-height:115%;font-family:font-size:11.0pt;">Imam al-Raghib al-Asfihani dalam kitabnya <i>Mufradat al-Qur'an</i> mengatakan bahwa kata <i>al-Ibda'</i> mempunyai makna menciptakan (mengadakan) pekerjaan tanpa meniru dan mengikuti contoh yang lain. Ketika lafadz-lafadz tersebut digunakan (dinisbatkan) pada Allah SWT, maka kata <i>al-ibda'</i> mempunyai pengertian bahwa Allah SWT adalah Dzat yang menciptakan atau mengadakan sesuatu tanpa menggunakan alat dan bahan (materi), juga tanpa zaman (waktu) dan tempat. </span><span lang="SV" style="'font-size:">Yang demikian ini hanyalah berlaku bagi Allah semata.</span><a style="mso-footnote-id:ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn1" name="_ftnref1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'line-height:115%;font-family:font-size:11.0pt;"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-family:;font-size:11.0pt;">[1]</span></span></span></span></span></a><span lang="SV" style="'line-height:115%;font-family:font-size:11.0pt;"> Allah SWT. berfirman:</span></p> <p class="MsoNormal" dir="RTL" style="text-align:justify;line-height:115%"><span lang="AR-SA" style="'line-height:115%;font-family:font-size:16.0pt;">بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَإِذَا قَضَى أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ. </span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="text-align:justify;line-height:115%; direction:ltr;unicode-bidi:embed"><i><span lang="EN-US" style="'line-height:115%;font-family:font-size:11.0pt;">"Allah pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya "Jadilah" lalu jadilah ia." </span></i><span lang="EN-US" style="'line-height:115%;font-size:11.0pt;">[Q.S. al-Baqarah: 117].<i> </i></span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="text-align:justify;text-indent:14.2pt; line-height:115%;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'line-height:115%;font-family:font-size:11.0pt;">Imam Ibnu Atsir dalam kitabnya <i>al-Nihayah </i>mengatakan bahwa <i>bid'ah</i> terbagi menjadi dua, <i>bid'ah al-Huda</i> (baik) dan <i>bid'ah al-Dlalal</i> (sesat), yaitu sesuatu yang tidak sesuai (bertentangan) dengan apa yang telah diperintahkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. Bid'ah semacam ini termasuk dalam kategori perkara yang dicela, dikecam dan diingkari oleh syara'. Adapun perkara-perkara yang yang termasuk dalam keumuman sesuatu yang disunahkan dan dianjurkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya, maka semua itu termasuk dalam kategori perbuatan yang terpuji, walaupun perbuatan itu sebelumnya belum pernah ada, seperti sifat dermawan dan mengerjakan perbuatan ma'ruf. Semua itu termasuk dalam kategori perbuatan-perbuatan yang terpuji dan tidak boleh dikatakan bahwa hal itu bertentangan dengan syara' karena sungguh Nabi SAW telah menjanjikan pahala bagi orang-orang yang melakukan perbuatan-perbuatan tersebut. Beliau bersabda: </span><i><span lang="SV" style="'line-height:115%;font-family:font-size:11.0pt;">"Barang siapa melakukan suatu perbuatan yang hasanah (baik) maka baginya pahala dari perbuatannya itu dan pahala dari orang yang mengerjakannya."<span class="MsoFootnoteReference"> </span></span></i><span lang="EN-US" style="'line-height:115%;font-family:font-size:11.0pt;"><span style="mso-spacerun:yes"> </span>Sebaliknya beliau bersabda: </span><i><span lang="SV" style="'line-height:115%;font-family:font-size:11.0pt;">"Dan barang siapa melakukan suatu perbuatan yang sayyi'ah (jelek) maka baginya dosanya dan dosa dari orang yang melakukannya."</span></i><span lang="EN-US" style="'line-height:115%;font-family:font-size:11.0pt;"> [H.R. Muslim dll.]. Sedangkan </span><span lang="SV" style="'line-height:115%;font-family:font-size:11.0pt;">perbuatan jelek adalah semua perbuatan yang bertentangan dengan perintah Allah SWT dan Rasul-Nya. </span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="text-align:justify;text-indent:14.2pt; line-height:115%;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="SV" style="'line-height:115%;font-family:font-size:11.0pt;">Termasuk dalam kategori ungkapan <i>"Barang siapa melakukan suatu perbuatan yang hasanah (baik)."</i></span><span lang="SV" style="';font-size:11.0pt;"> </span><span lang="SV" style="'line-height:;font-size:11.0pt;">adalah ucapan sahabat Umar</span><span lang="SV" style="'line-height:115%;font-family:font-size:11.0pt;">:</span><i><span lang="SV" style="'line-height:115%;font-family:font-size:11.0pt;"> "Sebaik-baik bid'ah adalah ini",</span></i><span lang="SV" style="';font-size:11.0pt;"> yakni ketika beliau mengumpulkan orang-orang untuk bersama-sama melaksanakan shalat terawih berjamaah. Karena hal itu termasuk dari perbuatan baik dan termasuk dalam kategori perbuatan yang terpuji, maka beliau (Umar) menamakan sebagai bid'ah dan memujinya karena Nabi SAW tidak pernah melakukan perbuatan itu (mengumpulkan orang-orang untuk melakukan shalat terawih berjamaah) sebelumnya. Hanya saja beliau (Nabi SAW) shalat beberapa malam lalu meningggalkannya. Beliau tidak melanggengkannya dan beliau juga tidak mengumpulkan orang-orang untuk mengerjakannya. </span><span lang="EN-US" style="'line-height:115%;font-family:font-size:11.0pt;">Hal itu juga tidak terjadi di zaman Abu Bakar RA. Oleh karena itulah beliau sahabat Umar RA mengatakannya sebagai bid'ah yang pada hakekatnya adalah sunah, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:</span><span lang="EN-US" style="'line-height:115%;font-size:11.0pt;"> </span><i><span lang="EN-US" style="';font-size:11.0pt;">"Berpegang teguhlah kamu semua terhadap sunahku dan sunah khulafaurrasyidin sesudahku."</span></i><span lang="EN-US" style="'line-height:;font-size:11.0pt;"> [H.R. Ibnu Majah dll.]. Nabi SAW juga bersabda: </span><i><span lang="SV" style="'line-height:115%;font-family:font-size:11.0pt;">"Ikutlah kamu semua kepada dua orang sesudahku yaitu Abu Bakar dan Umar." </span></i><span lang="SV" style="'line-height:115%;font-family:font-size:11.0pt;"><span style="mso-spacerun:yes"> </span></span><span lang="EN-US" style="';font-size:11.0pt;">[H.R. al-Thabrani dll.].</span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="text-align:justify;text-indent:14.2pt; line-height:115%;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="SV" style="'line-height:115%;font-family:font-size:11.0pt;">Dari uraian di atas dapat disimpulakan bahwa yang dimaksud dengan hadits: <i>"Setiap perkara yang baru adalah bid'ah."</i> adalah sesuatu yang bertentangan (tidak sesuai) dengan dasar syari'at dan tidak sesuai dengan sunah. Sebagaimana yang dijelaskan oleh al-Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki dalam kitabnya <i>Mafahim Yajibu an Tushahaha</i>, beliau mengatakan bahwa yang dimaksud dengan bid'ah dalam hadits itu adalah bid'ah yang jelek yang tidak sesuai dengan dasar-dasar syariat. Redaksi hadits semacam ini banyak kita temukan pada hadits-hadits Rasulullah SAW, seperti hadits:</span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-left:18.7pt;text-align:justify; text-indent:-18.7pt;line-height:115%;mso-list:l0 level1 lfo1;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span lang="SV" style="';font-size:11.0pt;"><span style="mso-list:Ignore">1.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><i><span lang="SV" style="'line-height:115%;font-family:font-size:11.0pt;">"Tidak ada shalat di hadapan makanan."</span></i><span lang="SV" style="'font-size:"> Para ulama berkata, yakni shalat yang sempurna.</span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-left:18.7pt;text-align:justify; text-indent:-18.7pt;line-height:115%;mso-list:l0 level1 lfo1;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:"><span style="mso-list:Ignore">2.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><i><span lang="EN-US" style="'line-height:115%;font-size:11.0pt;">"Tidak beriman diantara kalian sehingga dia mencintai saudaranya seperti dia mencintai dirinya sendiri." </span></i><span lang="EN-US" style="';font-size:11.0pt;">Para ulama berkata, yakni iman yang sempurna.</span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-left:18.7pt;text-align:justify; text-indent:-18.7pt;line-height:115%;mso-list:l0 level1 lfo1;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:"><span style="mso-list:Ignore">3.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><i><span lang="EN-US" style="'line-height:115%;font-size:11.0pt;">“Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman dan<span style="mso-spacerun:yes"> </span>demi Allah tidak beriman.”, </span></i><span lang="EN-US" style="'line-height:115%;font-family:font-size:11.0pt;">Rasul menjawab,<i> "Orang yang kejahatnnya tidak membuat aman tetangganya.”</i></span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-left:18.7pt;text-align:justify; text-indent:-18.7pt;line-height:115%;mso-list:l0 level1 lfo1;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:"><span style="mso-list:Ignore">4.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><i><span lang="SV" style="'line-height:115%;font-size:11.0pt;">“Tidak masuk surga orang yang tukang fitnah dan adu domba….” </span></i><span lang="SV" style="'line-height:115%;font-size:11.0pt;">atau<i> “Tidak masuk surga orang yang memutuskan hubungan silaturrahim dan orang yang durhaka kepada orang tuanya.”</i> </span><span lang="EN-US" style="'line-height:115%;font-family:font-size:11.0pt;">Para ulama mengatakan bahwa sesungguhnya tidak akan masuk surga orang yang menghalalkan perbuatan itu.</span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="text-align:justify;text-indent:14.2pt; line-height:115%;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'line-height:115%;font-family:font-size:11.0pt;">Kesimpulannya bahwa para ulama tidak memahami hadits sesuai dengan teksnya saja, tetapi mereka juga menakwilkan dengan berbagai macam takwil. Sedangkan hadits yang menerangkan bid’ah ini termasuk hadits-hadits yang menjadi pembahasan utama seperti di atas, maka keumuman hadits dan kondisi para sahabat telah memberikan arti bahwa yang dimaksud dengan bid’ah di sini adalah bid’ah yang jelek (tercela).<a style="mso-footnote-id:ftn2" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn2" name="_ftnref2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-family:;font-size:11.0pt;">[2]</span></span></span></span></a> </span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="text-align:justify;text-indent:14.2pt; line-height:115%;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'line-height:115%;font-family:font-size:11.0pt;">Orang-orang yang mengingkari terhadap adanya bid’ah hasanah selalu berargumen bahwa hal itu tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW, lalu mereka mengambil kesimpulan bahwa segala sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah dianggap sesat dan tidak sesuai dengan syariat agama Islam. Allah SWT berfirman:</span></p> <p class="MsoNormal" dir="RTL" style="text-align:justify;line-height:115%"><span lang="AR-SA" style="'line-height:115%;font-family:font-size:16.0pt;">وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا. [الحشر/7]</span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="text-align:justify;line-height:115%; direction:ltr;unicode-bidi:embed"><i><span lang="SV" style="'line-height:115%;font-family:font-size:11.0pt;">“Apa yang telah diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah."</span></i><span lang="SV" style="'line-height:115%;font-family:font-size:11.0pt;"> [Q.S. al-Hasyr: 7].</span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="text-align:justify;text-indent:14.2pt; line-height:115%;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="SV" style="'line-height:115%;font-family:font-size:11.0pt;">Dalam ayat tersebut Allah tidak berfirman:</span><i><span lang="SV" style="';font-size:11.0pt;"> </span></i><i><span lang="EN-US" style="'line-height:115%;font-size:11.0pt;">“Dan apa yang tidak dikerjakan oleh rasul maka tinggalkanlah.”</span></i><span lang="EN-US" style="'line-height:115%;font-family:font-size:11.0pt;"> Dalam ayat tersebut Allah SWT hanya melarang untuk meninggalkan sesuatu yang telah dilarang oleh Rasulullah SAW. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:<i> “Jika aku menyuruhmu melakukan sesuatu, maka lakukanlah semampumu dan jika aku melarangmu melakukan sesuatu maka jauhilah dia.”</i> [H.R. Muslim dll.]. Rasulullah SAW tidak mengatakan: <i>“Dan apabila aku tidak pernah melakukan sesuatu maka jauhilah sesuatu itu.”</i></span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="text-align:justify;text-indent:14.2pt; line-height:115%;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'line-height:115%;font-family:font-size:11.0pt;">Marilah kita renungkan kedua dalil di atas. Setiap akal yang sehat, yang terbebas dari rasa dengki dan hasud pasti akan menyimpulkan bahwa segala sesuatu yang tidak dikerjakan oleh Rasulullah SAW belum tentu sesuatu itu haram atau bahkan sesat untuk dikerjakan. Karena pengharaman dan penghalalan suatu perkara harus berlandaskan pada <i>nash</i>, baik itu dari al-Qur’an maupun al-Hadits yang melarang terhadap sesuatu itu. Bukan berdasarkan “kaidah”: “<i>Bahwa rasulullah tidak pernah melakukannya.”</i></span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="text-align:justify;text-indent:14.2pt; line-height:115%;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="SV" style="'line-height:115%;font-family:font-size:11.0pt;">Oleh karena itu, barang siapa menganggap keharaman suatu perkara dengan argumen bahwa Nabi SAW tidak pernah melakukannya, maka sungguh argumennnya itu tidak berdasarkan dalil dan tertolak.</span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="text-align:justify;text-indent:14.2pt; line-height:115%;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="SV" style="'line-height:115%;font-family:font-size:11.0pt;">Dalam <i>Shahih Bukhari</i> dan <i>Shahih Muslim</i> diceritakan bahwa suatu hari Khalid bin Walid bersama Rasulullah SAW masuk ke rumah Maimunah, kemudian beliau diberi hidangan berupa biawak (<i>dhab</i>) panggang. Rasulullah SAW sempat menjulurkan tangannya, kemudian Rasulullah SAW diberi tahu bahwa Itu adalah <i>dhab</i>. Akhirnya beliaupun mengangkat tangannya, tidak jadi mencicipi hidangan itu. Khalid bin walid bertanya kepada Rasulullah: <i>“Apakah itu haram wahai Rasulullah ?”</i>, beliau menjawab: <i>“Tidak, akan tetapi hidangan itu (dhab) tidak terdapat di negeri kaumku.”</i> Khalidpun akhirnya menyantap hidangan itu di hadapan Rasulullah SAW.</span><a style="mso-footnote-id:ftn3" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn3" name="_ftnref3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'line-height:115%;font-family:font-size:11.0pt;"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-family:;font-size:11.0pt;">[3]</span></span></span></span></span></a><span lang="SV" style="'line-height:115%;font-family:font-size:11.0pt;"> Dalam hadits tersebut terdapat kaidah <i>ushuliyah</i>: ”<i>Bahwa sesuatu yang ditinggalkan oleh Rasulullah SAW tidak berarti sesuatu itu hukumnya adalah haram</i>.”</span><a style="mso-footnote-id:ftn4" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn4" name="_ftnref4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'line-height:;font-size:11.0pt;"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-family:;font-size:11.0pt;">[4]</span></span></span></span></span></a><span lang="SV" style="';font-size:11.0pt;"><o:p> </o:p></span> <hr align="right" size="1" width="33%"> <div style="mso-element:footnote" id="ftn1"> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="margin-left:9.35pt;text-align:justify; text-indent:-9.35pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id: ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref1" name="_ftn1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-family:;font-size:10.0pt;">[1]</span></span></span></span></span></a><span lang="EN-US" dir="RTL"> </span><span lang="EN-US"><span style="mso-spacerun:yes"> </span>Al-Hafidz Abu al-Fadl al-Shiddiq, <i>Itqon al-Shan'ah Fii Tahqiqi Ma'na al-Bid'ah</i>, 1.</span></p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn2"> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="text-align:justify;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id:ftn2" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref2" name="_ftn2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-family:;font-size:10.0pt;">[2]</span></span></span></span></span></a><span lang="EN-US" dir="RTL"> </span><span lang="EN-US">Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki, <i>Mafahim Yajibu an Tushahaha</i>, 102-103.</span></p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn3"> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="text-align:justify;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id:ftn3" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref3" name="_ftn3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-family:;font-size:10.0pt;">[3]</span></span></span></span></span></a><span lang="EN-US"> Sh</span><span lang="AR-SA" dir="RTL">ش</span><span lang="EN-US">hih Muslim, Hadits no. 1945.</span></p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn4"> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="text-align:left;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id:ftn4" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref4" name="_ftn4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-family:;font-size:10.0pt;">[4]</span></span></span></span></span></a><span lang="EN-US" style="mso-bidi-language:AR-EG"> A</span><span lang="EN-US">l-Hafidz Abdullah al-Shiddiq, 6.</span></p> </div> <p></p>Muhammad Khudhori al-Tsubutyhttp://www.blogger.com/profile/08210992279515824306noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7082093865179016992.post-77240846195580807972010-01-01T05:45:00.000-08:002010-01-01T05:52:05.195-08:00BOLEHKAH MEMPELAJARI SIHIR?<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEioKRtNVK2n-ppoUbE4KnFAxBLOEDRDdZsIky_IMGg13zb4qlfDgxnNHJ_3faP4U6qNcV_rmlPqlbBjWOW1cQW_6BZMR8EZLC5q7IoyprjP_g8r-8cGTslt-i6Be1CxIrMEbSwH4Zh90xY/s1600-h/santet.jpg"><img style="float:right; margin:0 0 10px 10px;cursor:pointer; cursor:hand;width: 314px; height: 301px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEioKRtNVK2n-ppoUbE4KnFAxBLOEDRDdZsIky_IMGg13zb4qlfDgxnNHJ_3faP4U6qNcV_rmlPqlbBjWOW1cQW_6BZMR8EZLC5q7IoyprjP_g8r-8cGTslt-i6Be1CxIrMEbSwH4Zh90xY/s320/santet.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5421768742852917778" /></a><br /> <p class="MsoNormal" align="center" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom: .0001pt;text-align:center;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span class="gen"><span lang="AR-SA" style="';font-size:16.0pt;">وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الْآَخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ. [البقرة/102]</span></span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span class="gen"><i><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US">"</span><span lang="GSW-FR">Dan mereka mengikuti apa</span></i></span><span class="gen"><i><span lang="GSW-FR" style="mso-ansi-language:EN-US"> </span><span lang="GSW-FR">yang dibaca oleh syaitan-syaitan</span></i></span><span class="gen"><i><span lang="GSW-FR" style="mso-ansi-language:EN-US"> </span><span lang="GSW-FR">pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir." Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui."</span></i></span><span lang="GSW-FR" style="'mso-bidi-font-family:"> </span><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">[Q.S. al-Baqarah: 102]. </span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">Dari ayat di atas, dapat kita ketahui:</span></p> <p class="MsoListParagraphCxSpFirst" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right: 0cm;margin-bottom:0cm;margin-left:14.2pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space: auto;text-align:justify;text-indent:-14.2pt;mso-list:l0 level1 lfo1;direction: ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="mso-bidi-mso-bidi-theme-font:minor-latin;mso-ansi-language:EN-US;mso-bidi-language: AR-EGfont-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore">1.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">Bahwa sihir hakekatnya memang ada dan terdapat dalam sejarah. Terlepas apakah sihir itu merupakan tipu daya hingga menyebabkan manusia melihat sesuatu pada selain hakekat sesuatu itu, atau keberadaan sihir yang memang dapat mengubah sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Al-Qur'an mengungkapkan tentang perbuatan para tukang sihir dengan ungkapan: <i>"</i></span><span class="gen"><i><span lang="GSW-FR">Maka tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut, serta mereka mendatangkan sihir yang besar (mena</span></i></span><span class="gen"><i><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US">k</span><span lang="GSW-FR">jubkan).</span></i></span><span class="gen"><i><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US">"</span></i></span><span class="gen"><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US"> [Q.S. al-A'raf: 116].</span></span><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:"> Dalam ayat lain dikatakan: <i>"</i></span><span class="gen"><i><span lang="GSW-FR">Maka tiba-tiba tali-tali dan tongkat-tongkat mereka, terbayang kepada Musa seakan-akan ia merayap cepat, lantaran sihir mereka.</span></i></span><span class="gen"><i><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US">"</span></i></span><span class="gen"><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US"> [Q.S. Thaha: 66].</span></span></p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right: 0cm;margin-bottom:0cm;margin-left:14.2pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space: auto;text-align:justify;text-indent:-14.2pt;mso-list:l0 level1 lfo1;direction: ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="mso-bidi-mso-bidi-theme-font:minor-latin;mso-ansi-language:EN-US;mso-bidi-language: AR-EGfont-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore">2.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">Hal yang wajib kita imani adalah bahwa tongkat Nabi Musa AS yang berubah menjadi ular bukanlah sihir, melainkan mukjizat dari sisi Allah SWT. Perubahan tongkat yang tidak bernyawa menjadi ular yang dapat bergerak merupakan kekuasaan Allah SWT. </span></p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right: 0cm;margin-bottom:0cm;margin-left:14.2pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space: auto;text-align:justify;text-indent:-14.2pt;mso-list:l0 level1 lfo1;direction: ltr;unicode-bidi:embed"><span class="gen"><span lang="EN-US" style="mso-bidi-mso-bidi-theme-font:minor-latin;mso-ansi-language: EN-US;mso-bidi-language:AR-EGfont-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore">3.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span></span><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">Sihir mempunyai pengaruh, baik yang bermanfaat maupun yang membahayakan. Hal itu berdasarkan firman Allah SWT: <i>"</i></span><span class="gen"><i><span lang="GSW-FR">Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isteriny</span></i></span><span class="gen"><i><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US">a."</span></i></span><span class="gen"><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US"> [Q.S. al-Baqarah: 102]</span></span><span class="gen"><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">.</span></span></p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right: 0cm;margin-bottom:0cm;margin-left:14.2pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space: auto;text-align:justify;text-indent:-14.2pt;mso-list:l0 level1 lfo1;direction: ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="mso-bidi-mso-bidi-theme-font:minor-latin;mso-ansi-language:EN-US;mso-bidi-language: AR-EGfont-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore">4.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><span class="gen"><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US">Pengaruh yang ditimbulkan oleh sihir tiada lain karena atas izin Allah SWT. Allah SWT berfirman: <i>"</i></span><i><span lang="GSW-FR">Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah.</span></i></span><span class="gen"><i><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US">"</span></i></span><span class="gen"><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US"> [Q.S. al-Baqarah: 102].</span></span></p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right: 0cm;margin-bottom:0cm;margin-left:14.2pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space: auto;text-align:justify;text-indent:-14.2pt;mso-list:l0 level1 lfo1;direction: ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="mso-bidi-mso-bidi-theme-font:minor-latin;mso-ansi-language:EN-US;mso-bidi-language: AR-EGfont-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore">5.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">Sihir merupakan salah satu bentuk kekufuran. Hal itu berdasarkan firman Allah SWT: <i>"</i></span><span class="gen"><i><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US">H</span><span lang="GSW-FR">anya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia."</span></i><span lang="GSW-FR"> [Q.S. al-Baqarah: 102]. Juga firman Allah SWT: <i>"Keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir."</i> </span></span><span class="gen"><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US">[Q.S. al-Baqarah: 102].</span></span><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:"> Namun dimanakah letak kekufuran dalam sihir? Apakah mempelajarinya, mengajarkannya, melakukanya, atau karena mempunyai keyakinan bahwa sihir itu mempunyai pengaruh dengan sendirinya di luar kehendak Allah SWT? Para ulama berbeda pendapat seputar pertanyaan-pertanyaan ini. Namun dari beberapa pendapat itu, dapat disimpulkan sebagai berikut: </span></p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right: 0cm;margin-bottom:0cm;margin-left:1.0cm;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space: auto;text-align:justify;text-indent:-14.15pt;mso-list:l1 level1 lfo2; direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="mso-bidi-mso-bidi-theme-font:minor-latin;mso-ansi-language: EN-US;mso-bidi-language:AR-EGfont-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore">a.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">Meyakini bahwa efek yang ditimbulkan oleh sihir di luar kehendak Allah adalah kufur, dan inilah yang disepakati oleh para ulama.</span></p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right: 0cm;margin-bottom:0cm;margin-left:1.0cm;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space: auto;text-align:justify;text-indent:-14.15pt;mso-list:l1 level1 lfo2; direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="mso-bidi-mso-bidi-theme-font:minor-latin;mso-ansi-language: EN-US;mso-bidi-language:AR-EGfont-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore">b.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">Mempraktekkan sihir untuk mencelakai manusia adalah haram, walaupun disertai dengan keyakinan bahwa yang menyebabkan itu semua adalah Allah SWT, karena dalam Islam terdapat prinsip <i>"la dlarara wala dlirara"</i> (seseorang tidak boleh mencelakai dirinya sendiri dan tidak boleh mencelakai orang lain). Artinya Islam melarang pemeluknya untuk mencelakai dirinya sendiri dan juga mencelakai orang lain.</span></p> <p class="MsoListParagraphCxSpLast" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right: 0cm;margin-bottom:0cm;margin-left:1.0cm;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space: auto;text-align:justify;text-indent:-14.15pt;mso-list:l1 level1 lfo2; direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="mso-bidi-mso-bidi-theme-font:minor-latin;mso-ansi-language: EN-US;mso-bidi-language:AR-EGfont-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore">c.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">Para ulama banyak menyinggung tentang hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, bahwa ada seorang laki-laki Yahudi dari Bani Zuraiq yang bernama Labid bin al-A'sham telah menyihir Nabi SAW. Hadits itu diakui keshahihannya oleh para ulama ahli hadits. Mereka mengatakan bahwa hal itu boleh saja terjadi pada diri Nabi SAW, karena sihir itu termasuk salah satu jenis penyakit yang menimpa manusia, sehingga hal itu tidak mengurangi derajat Nabi SAW sebagai seorang nabi dan rasul. Sedangkan yang dimaksud dalam firman Allah SWT: <i>"</i></span><span class="gen"><i><span lang="GSW-FR">Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia</span></i></span><span class="gen"><i><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US">."</span></i></span><span class="gen"><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US"> [Q.S. al-Maidah: 67], maksudnya adalah pemeliharaan hati dan iman, bukan pemeliharaan jasad, karena anggota tubuh Rasulullah SAW banyak mengalami cidera ketika berperang. Beliau juga dianiaya oleh orang-orang Quraisy.</span></span><a style="mso-footnote-id:ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn1" name="_ftnref1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'line-height:;font-size:11.0pt;">[1]</span></span></span></span></span></a><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:"> </span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><b><i><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">Bolehkah mempelajari sihir?</span></i></b></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">Sebagian ulama berpendapat mempelajari sihir hukumnya boleh, dengan landasan bahwa malaikat mengajarkan sihir kepada manusia, sebagaimana yang telah dikisahkanoleh al-Qur'an: <i>"</i></span><span class="gen"><i><span lang="GSW-FR">Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir." Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya.</span></i></span><i><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">"</span></i><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:"> [Q.S. al-Baqarah: 102]. Ulama yang cenderung berpendapat semacam ini di antaranya adalah Imam Fakhruddin al-Razi yang merupakan ulama Ahlusunnah.</span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">Sedangkan mayoritas ulama berpendapat bahwa belajar atau mengajarkan sihir hukumnya haram. Alasannya karena al-Qur'an telah mengecamnya dan menjelaskan bahwa sihir adalah kufur. Lalu bagaimana bisa dikatakan boleh? Selain itu Rasulullah SAW telah bersabda bahwa sihir termasuk dalam kelompok dosa besar yang keji. Rasulullah SAW bersabda: <i>"Jauhilah tujuh perkara yang merusak (dosa besar). Para shahabat bertanya, "Apa saja ketujuh perkara itu wahai Rasulullah?"</i> Maka Rasulullah SAW bersabda: <i>"Syirik kepada Allah, sihir, membunuh seseorang yang diharamkan oleh Allah SWT kecuali dengan jalan yang benar, memakan harta riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang dan menuduh zina terhadap perempuan-perempuan mukmin."</i> [H.R. Bukhari, Muslim dll.].</span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">Imam al-Razi yang cenderung mengatakan bahwa belajar sihir diperbolehkan beralasan pada kesepakatan para ulama yang memandang bahwa sesungguhnya ilmu sihir tidaklah jelek dan dilarang, karena semua ilmu esensinya adalah mulia berdasarkan keumuman firman Allah SWT: </span><span class="gen"><i><span lang="GSW-FR">"Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?"</span></i></span><span class="gen"><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US"> [Q.S. al-Zumar: 9].</span></span><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:"> Seandainya seseorang tidak mengetahui sihir, lantas bagaimana mampu ia membedakan antara sihir dengan mukjizat dan sihir dengan karamat. Lalu bagaimana mempelajarinya dikatakan haram dan terlarang? </span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">Sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa mempelajari sihir adalah wajib bagi seorang mufti agar ia mengetahui, mana korban yang dibunuh dengan sihir dan mana yang bukan, sehingga ia bisa memutuskan <i>qishash</i> pada oknum yang melakukan sihir hingga menyebabkan kematian.</span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">Di sisi lain Imam al-Alusi mengatakan bahwa pendapat yang benar menurut beliau adalah haram mempelajari sihir sebagaimana yang telah diungkapkan oleh mayoritas ulama, kecuali jika ada dorongan syara'.</span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">Imam al-Alusi lalu menanggapi pendapat yang disampaikan oleh Imam al-Razi sebagai berikut: </span></p> <p class="MsoListParagraphCxSpFirst" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right: 0cm;margin-bottom:0cm;margin-left:14.2pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space: auto;text-align:justify;text-indent:-14.2pt;mso-list:l2 level1 lfo3;direction: ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="mso-bidi-mso-bidi-theme-font:minor-latin;mso-ansi-language:EN-USfont-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore">1.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">Kami (mayoritas ulama) tidak mengklaim bahwa ilmu sihir itu esensinya jelek. Kejelekan ilmu sihir disebabkan karena efek-efek negatif yang ditimbulkan dari ilmu itu. Maka mengharamkannya termasuk dalam rangka <i>saddu al-dzarai' </i>(menutup perantara yang dapat membawa pada hal-hal yang negatif).</span></p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right: 0cm;margin-bottom:0cm;margin-left:14.2pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space: auto;text-align:justify;text-indent:-14.2pt;mso-list:l2 level1 lfo3;direction: ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="mso-bidi-mso-bidi-theme-font:minor-latin;mso-ansi-language:EN-USfont-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore">2.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">Tidaklah dapat dibenarkan jika seseorang harus belajar sihir karena faktor untuk membedakan antara sihir dengan mukjizat. Karena untuk mengetahui perbedaan antara maukjizat dan sihir tidaklah bergantung harus mempelajari ilmu sihir. Mayoritas ulama atau semua ulama yang mengetahui perbedaan antara sihir dan mukjizat tidaklah mempunyai pengetahuan tentang ilmu sihir. Sehinnga, seandainya belajar ilmu sihir merupakan kewajiban, maka kita pasti akan mengerti bahwa orang-orang yang paling tahu tentang hal itu adalah para ulama generasi awal.</span></p> <p class="MsoListParagraphCxSpLast" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right: 0cm;margin-bottom:0cm;margin-left:14.2pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space: auto;text-align:justify;text-indent:-14.2pt;mso-list:l2 level1 lfo3;direction: ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="mso-bidi-mso-bidi-theme-font:minor-latin;mso-ansi-language:EN-USfont-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore">3.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">Apa yang dinukil dari sebagian ulama yang berpendapat, "Bahwa mempelajari sihir adalah wajib bagi seorang mufti agar ia mengetahui mana korban yang dibunuh dengan sihir dan mana yang bukan, sehingga ia bisa memutuskan qishash pada oknum yang melakukan sihir hingga menyebabkan kematian." tidaklah benar. Fatwa seorang mufti berkaitan adanya hukum qishah atau tidak bagi pelaku sihir tidak ditentukan oleh pengetahuan mufti tentang sihir, karena bentuk fatwanya –sebagaimana yang dituturkan oleh Ibnu Hajar– terjadi ketika ada dua orang saksi yang adil dan memiliki pengatahuan tentang sihir yang telah bertaubat dari sihir, bahwa seseorang itu terbunuh karena sihir, sehingga menyebabkan tukang sihir itu wajib untuk diqishah.</span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">Imam Ibnu Hayyan berpendapat bahwa hukum sihir dengan cara mengagungkan selain Allah seperti setan-setan atau bintang-bintang hukumnya kufur sesuai kesepakatan ulama, sehingga tidak boleh dipelajari dan diamalkan. Demikian juga sihir yang dipelajari untuk maksud yang dilarang oleh syara', seperti untuk mengadu domba, memisahkan suami istri, atau di antara teman-temannya dll. Macam sihir yang tidak diketahui juga tidak boleh dipelajari dan diamalkan. Sedangkan yang termasuk jenis khayalan dan tipuan pandangan mata juga tidak patut dipelajari karena tergolong perkara yang bathil. Tetapi jika maksudnya hanya untuk hiburan dan permainan, hukumnya adalah makruh.<a style="mso-footnote-id: ftn2" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn2" name="_ftnref2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'line-height:;font-size:11.0pt;">[2]</span></span></span></span></a></span></p> <div style="mso-element:footnote-list"> <hr align="right" size="1" width="33%"> <div style="mso-element:footnote" id="ftn1"> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="text-align:left;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id:ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref1" name="_ftn1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR" style="';font-size:10.0pt;">[1]</span></span></span></span></span></a><span lang="GSW-FR" dir="RTL" style="'font-family:"> </span><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US">Syeikh Athiyah Shaqar, <i>Fatawi al-Azhar</i>, 10/152.</span></p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn2"> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="text-align:left;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id:ftn2" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref2" name="_ftn2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR" style="';font-size:10.0pt;">[2]</span></span></span></span></span></a><span lang="GSW-FR" dir="RTL" style="'font-family:"> </span><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US">Syeikh Ali al-Shabuni, <i>Tafsir Ayat al-Ahkam</i>. Beirut: Maktabah al-Ashriyah, 2008, 1/77-78.</span></p> </div> </div>Muhammad Khudhori al-Tsubutyhttp://www.blogger.com/profile/08210992279515824306noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7082093865179016992.post-263461025768844932010-01-01T05:41:00.000-08:002010-01-01T05:45:14.102-08:00MUTIARA HAKEKAT SHALAT<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjCtuUPzei6b5Rd6E7lOgx-hZlUHhi4BVqU7cyE5zuD94ISeQ1bxB23Z3RuV285c6xoTtVeDaRKSwZXj9seJ1K4dnsyHPIt-SV4F86A0wHPyK0OW9dIEaNi-TG2nK9b9aGfod3Z_z0a0Oc/s1600-h/mutiara.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 257px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjCtuUPzei6b5Rd6E7lOgx-hZlUHhi4BVqU7cyE5zuD94ISeQ1bxB23Z3RuV285c6xoTtVeDaRKSwZXj9seJ1K4dnsyHPIt-SV4F86A0wHPyK0OW9dIEaNi-TG2nK9b9aGfod3Z_z0a0Oc/s320/mutiara.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5421766927298703954" /></a><br /> <p class="MsoFootnoteText" align="center" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm; margin-bottom:.0001pt;text-align:center;mso-pagination:none"><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;">Allah </span><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">SWT</span><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;"> berfirman: <i>"Aku membagi sh</i></span><i><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">a</span></i><i><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;">lat menjadi dua bagian, yaitu </span></i><i><span style="line-height:115%;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;">hubungan antara Aku dan hamba-Ku, dan permohonan hamba-Ku</span></i><i><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;">.</span></i><i><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">" </span></i><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">Sehingga</span><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;"> ketika seorang hamba membaca<i>: "AlhamdulillaHhi rabbil 'aalamiin", </i>maka Allah </span><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">SWT</span><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;"> berfirman:<i> "Hamba-Ku telah memuji kebesaran-Ku".</i></span><i><span style=" line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;"> </span></i><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;">Dan ketika ia membaca:<i> "Ar rahmaanir rahiim", </i>maka Allah </span><span lang="EN-US" style=" line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">SWT</span><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;"> berfirman:<i> "Hamba-Ku telah memuji kebaikan-Ku.</i></span><i><span style="line-height:115%; mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;"> </span></i><span style="line-height: 115%;font-size:11.0pt;">Dan ketika ia membaca:<i> "Maaliki yaumiddiin", </i>maka Allah </span><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">SWT</span><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;"> berfirman:</span><i><span style="line-height:115%;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;"> "Hamba-Ku telah meng</span></i><i><span lang="EN-US" style="line-height: 115%;mso-ansi-language:EN-US;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;">a</span></i><i><span style="line-height:115%;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;">gungkan-Ku.</span></i><i><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-US; mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;">" </span></i><span style=" line-height:115%;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;">Dan ketika ia membaca:<i> "Iyyaaka na'budu wa iyyaaka nasta'iin", </i>maka </span><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;">Allah </span><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">SWT</span><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;"> berfirman:</span><i><span style="line-height:115%;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;"> "Inilah hubungan antara Aku dan hamba-Ku, dan baginya apa yang ia minta".</span></i><i><span style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-US;mso-bidi-language: AR-EGfont-size:11.0pt;"> </span></i><span style="line-height:115%;mso-bidi-language: AR-EGfont-size:11.0pt;">Dan ketika ia membaca:<i> "IHhdinash shiraath</i></span><i><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-US; mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;">a</span></i><i><span style=" line-height:115%;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;">l mustaqiim, shiraath</span></i><i><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-US; mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;">a</span></i><i><span style=" line-height:115%;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;">lladziina an'amta 'alaiHhim gh</span></i><i><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-US; mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;">a</span></i><i><span style=" line-height:115%;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;">iril maghdh</span></i><i><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-US; mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;">u</span></i><i><span style=" line-height:115%;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;">ubi</span></i><i><span style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-US;mso-bidi-language: AR-EGfont-size:11.0pt;"> </span></i><i><span style="line-height:115%; mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;">'alaiHhim wa laddh</span></i><i><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-US;mso-bidi-language: AR-EGfont-size:11.0pt;">aa</span></i><i><span style="line-height:115%; mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;">lliin",</span></i><i><span style=" line-height:115%;font-size:11.0pt;"> </span></i><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;">maka Allah </span><span lang="EN-US" style="line-height:115%; mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">SWT</span><span style="line-height: 115%;font-size:11.0pt;"> berfirman:</span><i><span style="line-height:115%; mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;"> "Inilah untuk hamba-Ku dan baginya apa yang ia minta.</span></i><i><span lang="EN-US" style="line-height:115%; mso-ansi-language:EN-US;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;">"</span></i><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;"> </span><span style="line-height:115%;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;">[H.R. Muslim dari Sayyidina Abu Hurairah RA].</span></p> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:19.85pt;mso-pagination:none"><span style="line-height:115%;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;">Dalam sebagian<span style="mso-spacerun:yes"> </span>riwayat dijelaskan: <i>“Sesungguhnya orang mukmin ketika ber-wudlu' untuk mengerjakan shalat, maka setan di seluruh belahan bumi akan menjauh karena takut kepadanya, sebab ia bersiap-siap bersimpuh di hadapan Allah Dzat Yang Maha Merajai. Ketika ia bertakbir, maka setan ter</i></span><i><span lang="EN-US" style="line-height: 115%;mso-ansi-language:EN-US;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;">dinding</span></i><i><span style="line-height:115%;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;"> darinya.</span></i><i><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-US; mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;">"</span></i><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;"> </span><span style="line-height:115%;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;">Dalam sebagian riwayat diceritakan: “Pada saat itu, antara dia dan setan terdapat penghalang, sehingga setan tidak dapat melihatnya. Dan </span><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;">tampaklah di</span><span style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;"> </span><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;">depannya</span><span style="line-height:115%;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;"> </span><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;">keperkasaan</span><span style="line-height:115%;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;"> </span><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">Allah </span><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;">Dzat </span><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">Y</span><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;">ang Maha Perkasa. Ketika ia mengucapkan : <i>"AllaHhu Akbar",</i> maka Allah </span><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">SWT akan </span><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;">melihat </span><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">di </span><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;">dalam hatinya. Jika di dalam hatinya tidak ada yang lebih besar kecuali Kebesaran dan Keagungan Allah SWT, maka Allah SWT berfirman</span><span style="line-height:115%; mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;">: <i>"Kamu benar, Allah memang berada di dalam hatimu sebagaimana yang kamu ucapkan</i>.<i>"</i> Dan dari hatinya terpancarlah nur-cahaya yang </span><span lang="EN-US" style=" line-height:115%;mso-ansi-language:EN-US;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;">men</span><span style="line-height:115%;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;">embus ke alam kerajaan ‘<i>Arasy</i>. Dan dengan nur-cahaya itu menjadi terbukalah tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah yang terdapat di langit dan di bumi. Dan ditengah nur-cahaya itu tercatatlah kebaikan-kebaikan dirinya.</span></p> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:19.85pt;mso-pagination:none"><span style="line-height:115%;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;">Sedangkan orang bodoh yang lalai ketika hendak melakukan shalat, maka ia akan dikerumuni setan, sebagaimana tetesan madu dikerumuni lalat-lalat. Ketika ia bertakbir, Allah </span><span lang="EN-US" style="line-height:115%; mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">SWT</span><span style="line-height: 115%;font-size:11.0pt;"> melihat di dalam hatinya. Jika di dalam hatinya terdapat sesuatu yang lebih besar dari pada Kebesaran dan Keagungan Allah SWT, maka Allah SWT berfirman kepadanya: <i>"Kamu berdusta, di hatimu yang terbesar bukanlah Aku Yang<span style="mso-spacerun:yes"> </span>Maha Besar Lagi Maha Agung, sebagaimana yang kamu ucapkan."</i> </span><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">Dan d</span><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;">ari hatinya muncul luapan asap yang sampai ke langit awan, sehingga hatinya tertutup, ia tidak dapat melihat <i>Alam Malakut</i>. Sehingga dengan keterdindingan itu hatinya bertambah keras dan setan selalu membisiki, meniup, mengganggu dan menghiasi dengan segala tipu daya ke dalam hatinya, sehingga selepas shalat ia tidak memahami hakekat kandungan makna dalam shalat.</span></p> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:19.85pt;mso-pagination:none"><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;">Hati yang jernih</span><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">, </span><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;">disertai<span style="mso-spacerun:yes"> </span>dengan kesempurnaan<span style="mso-spacerun:yes"> </span>adab lahir dan bathin akan menembus sampai ke langit. Ketika takbir menghantarkannya hingga sampai ke langit sebagai pembuka sh</span><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ansi-language: EN-USfont-size:11.0pt;">a</span><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;">lat, dan Allah </span><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">SWT</span><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;"> selalu menjaganya dari gangguan setan.</span><span style="line-height:115%;mso-ansi-language: EN-USfont-size:11.0pt;"> <span lang="EN-US">Dan t</span></span><span style=" line-height:115%;font-size:11.0pt;">idak ada jalan bagi setan untuk mengganggu hati yang telah menembus langit. Ketika itu yang ada hanyalah bisikan-bisikan jiwa yang tidak akan putus</span><span lang="EN-US" style="line-height:115%; mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">, sebab adanya</span><span style=" line-height:115%;font-size:11.0pt;"> penjagaan </span><span lang="EN-US" style=" line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">pada </span><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;">langit</span><span lang="EN-US" style=" line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">. Sedangkan pengaruh dan pengaturan</span><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;"> setan </span><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">itu </span><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;">akan terputus.</span></p> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:19.85pt;mso-pagination:none"><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;">Hati yang dikehendaki untuk dekat bersimpuh di sisi Allah SWT akan semakin tambah meningkat kedekatannya dengan pendekatan dan pendakian ke lapisan-lapisan langit, bahkan dalam setiap lapisan langit akan ditinggalkan suatu ketaatan yang berbau sedikit kepentingan nafsu. Dengan ukuran </span><span lang="EN-US" style="line-height:115%; mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">semacam ini</span><span style=" line-height:115%;font-size:11.0pt;"> bisikan hati</span><span style="line-height: 115%;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;"> </span><span style="line-height: 115%;font-size:11.0pt;">akan </span><span lang="EN-US" style="line-height:115%; mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">se</span><span style="line-height: 115%;font-size:11.0pt;">makin berkurang</span><span lang="EN-US" style=" line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">,</span><span style=" line-height:115%;font-size:11.0pt;"> se</span><span style="line-height:115%; mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;">hingga dapat melewati lapisan-lapisan langit dan dapat bersimpuh di depan <i>Arasy</i>. Pada waktu itulah bisikan hati menjadi sirna secara keseluruhan disebabkan oleh pancaran nur-cahaya dari <i>Arasy</i>. Dan gelapnya hawa nafsu larut dan lebur ke</span><span style=" line-height:115%;mso-ansi-language:EN-US;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;"> </span><span style="line-height:115%;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;">dalam nur-cahaya hati, sebagaimana larut dan leburnya gelapnya malam di waktu siang hari. Dengan demikian</span><span lang="EN-US" style="line-height:115%; mso-ansi-language:EN-US;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;">,</span><span style="line-height:115%;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;"> ia telah menunaikan </span><span lang="EN-US" style="line-height:115%; mso-ansi-language:EN-US;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;">kewajiban-kewajiban</span><span style="line-height:115%;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;"> ber</span><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-US; mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;">adab</span><span style="line-height: 115%;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;"> secara benar. </span></p> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:19.85pt;mso-pagination:none"><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-US;mso-bidi-language: AR-EGfont-size:11.0pt;">Ketahuilah,</span><span lang="EN-US" style="line-height: 115%;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;"> </span><span style="line-height: 115%;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;">bahwa</span><span style=" line-height:115%;mso-ansi-language:EN-US;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;"> </span><span style="line-height:115%;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;">Allah</span><span style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-US;mso-bidi-language: AR-EGfont-size:11.0pt;"> </span><span lang="EN-US" style="line-height:115%; letter-spacing:.5pt;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">SWT telah berfirman:</span></p> <p class="MsoFootnoteText" dir="RTL" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;mso-pagination:none;direction:rtl;unicode-bidi:embed"><span lang="AR-EG" style="'line-height:115%;font-family:font-size:16.0pt;">وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ</span><span lang="AR-SA" style="'line-height:115%;font-family:font-size:16.0pt;">.</span><span lang="AR-SA" style="'line-height:115%;font-family:font-size:16.0pt;"> [البقرة/45]</span><span lang="AR-SA" dir="LTR" style="line-height:115%;letter-spacing: .5ptfont-size:16.0pt;"> </span></p> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;mso-pagination:none"><i><span style=" line-height:115%;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;">"Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'."</span></i><span style=" line-height:115%;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;"> [Al-Baqarah: 45 ].</span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:19.85pt;mso-pagination:none"><span style="mso-bidi-language:AR-EG">Diriwayatkan dari Sayyidina Ibnu Abas </span>RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: <i>"Ketika Allah SWT menciptakan surga 'Adn, maka di dalam surga tersebut Allah SWT menciptakan sesuatu yang tidak pernah terlihat oleh mata, tidak pernah terdengar oleh telinga dan tidak pernah terbesit dalam hati manusia. Kemudian Allah SWT berfirman kepadanya: "Bicaralah !..." Maka surga 'Adn itu berbicara: "Sungguh beruntunglah orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya."</i></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:19.85pt;mso-pagination:none">Dalam riwayat lain: <i>"Allah SWT menciptakan surga 'Adn dengan kekuasaan-Nya, dan mendekatkan buah-buahan di dalamnya serta mengalirkan sungai-sungainya. Kemudian Allah </i><i><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US">SWT</span> melihatnya seraya ber</i><i><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US">firman</span> kepadanya: Bicaralah </i><i><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US">!..</span>.". Maka surga 'Adn itu berbicara: "Sungguh beruntunglah orang-orang yang beriman". Kemudian Allah </i><i><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US">SWT</span> ber</i><i><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US">firman</span>: "Demi kemuliyaan-Ku, orang-orang yang kikir tidak akan </i><i><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US">berdampingan denganmu</span></i>.<i>"</i> <span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US">[</span>H<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US">.</span>R. Imam Thabrani dalam kitab <i>Mu'jam Ausath dan Mu'jam Kabir</i><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US">.</span><span lang="EN-US"> </span>Salah satu dari kedua <i>sanad</i>nya adalah <i>jayyid</i>].</p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:19.85pt;mso-pagination:none"><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US">D</span>iriwayatkan dari Sayyidina Umar RA, ia berkata: <i>"Seorang laki-laki datang, lalu berkata kepada Rasulullah SAW: "Apa yang paling dicintai oleh Allah SAW dalam agama Islam ini?</i><i><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US">.</span>"</i> Beliau menjawab: <i>"Melakukan sh</i><i><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US">a</span>lat tepat pada waktunya. Barangsiapa meninggalkan sh</i><i><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US">a</span>lat, maka agama tidak sempurna baginya, karena sh</i><i><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US">a</span>lat adalah tiang agama."</i> [H.R. Imam Baihaqi dalam kitab <i>Syu'ab al-Iman </i>dinuqil dari<i> Syarah Muwattha'</i>]. Diriwayatkan dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib RA berupa Hadits Marfu': <i>"Shalat adalah tiang agama, dan jihad adalah<span style="mso-spacerun:yes"> </span>pokok amal perbuatan, sedangkan zakat itu di antara keduanya."</i> <span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US">[</span>H<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US">.</span>R. Imam Thabrani dan Imam <span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US">al-</span>Dailami<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US">]</span>.<span style="mso-ansi-language:EN-US"> <span lang="EN-US">D</span></span>iriwayatkan dari <span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US">S</span>ayyidina Bilal <span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US">b</span>in Yahya <span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US">RA</span>, ia berkata: <i><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US">"</span>Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah </i><i><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US">SAW</span> untuk bertanya tentang sh</i><i><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US">a</span>lat. Kemudian Beliau SAW bersabda: "Shalat adalah tiang agama."</i> [H.R. Abu Nu'aim al-Asbihany, hadits ini adalah Hadits <i>Mursal</i> dan perawinya dapat dipercaya].<span style="mso-ansi-language:EN-US"> </span>Diriwayatkan dari Sayyidina Mu'adz bin Jabal RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: <i>"Pokok semua urusan adalah Islam. Barang</i><i><span style="mso-ansi-language:EN-US"> </span>siapa beragama Islam, maka ia akan selamat. Tiang agama Islam adalah sh</i><i><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US">a</span>lat dan titik puncaknya adalah jihad. Dan tiada yang dapat meraih jihad kecuali orang pilihan yang utama."</i> <span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US">[</span>H<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US">.</span>R. Imam Thabrani<span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US">]</span>.</p> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:19.85pt;mso-pagination:none"><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;">Sh</span><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">a</span><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;">lat merupakan pembuktian sifat kehambaan dan untuk menunaikan hak ketuhanan. Semua ibadah merupakan perantara untuk mewujudkan sirri-rahasia sh</span><span lang="EN-US" style=" line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">a</span><span style=" line-height:115%;font-size:11.0pt;">lat secara nyata. Di samping itu, shalat merupakan ikatan dan jalinan seorang hamba dengan tuhannya, dan tentunya sudah merupakan kewajiban bagi seorang hamba untuk tunduk, patuh, khusyu', menghinakan serta merendahkan dirinya di hadapan<span style="mso-spacerun:yes"> </span>kebesaran, keagungan dan kekuasaan tuhannya.</span></p> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:19.85pt;mso-pagination:none"><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;">Sebagian ulama berkata: <i>"Jika Allah SAW menampakkan kekuasaan dan keagungan-Nya kepada sesuatu, maka sesuatu itu akan tunduk kepada-Nya. Dan barang</i></span><i><span style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;"> </span></i><i><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;">siapa yang dapat mewujudkan hubungannya dengan Allah </span></i><i><span lang="EN-US" style=" line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">SWT</span></i><i><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;"> secara nyata dalam sh</span></i><i><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">a</span></i><i><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;">lat, maka akan nampak keagungan dan kebesaran Allah </span></i><i><span lang="EN-US" style=" line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">SAW,</span></i><i><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;"> sehingga ia menjadi khusyu'."</span></i></p> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:19.85pt;mso-pagination:none"><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;">Sungguh beruntung orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya, karena ketidak khusyu'an seseorang akan melenyapkan keberuntungan tersebut, sebagaimana penjelasan dalam ayat di atas. Allah </span><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">SAW</span><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;"> berfirman:</span></p> <p class="MsoFootnoteText" dir="RTL" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;mso-pagination:none;direction:rtl;unicode-bidi:embed"><span lang="AR-SA" style="'line-height:115%;font-family:font-size:16.0pt;">وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي. [طه/14]</span></p> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;mso-pagination:none"><i><span style="line-height:115%;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;">"Dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku".</span></i><span style="line-height:115%;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;"> </span><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-US; mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;">[</span><span style="line-height: 115%;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;">Q.S. Thaahaa: 14</span><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-US;mso-bidi-language: AR-EGfont-size:11.0pt;">]</span><span style="line-height:115%;mso-bidi-language: AR-EGfont-size:11.0pt;">.</span></p> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;mso-pagination:none"><span style=" line-height:115%;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;">Jika sh</span><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-US;mso-bidi-language: AR-EGfont-size:11.0pt;">a</span><span style="line-height:115%;mso-bidi-language: AR-EGfont-size:11.0pt;">lat adalah untuk mengingat Allah </span><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">SAW</span><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;">, maka bagaimana mungkin ia bisa lupa dalam sh</span><span lang="EN-US" style="line-height:115%; mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">a</span><span style="line-height: 115%;font-size:11.0pt;">latnya</span><span lang="EN-US" style="line-height:115%; mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">? </span><span style="line-height: 115%;font-size:11.0pt;">Allah </span><span lang="EN-US" style="line-height:115%; mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">SWT</span><span style="line-height: 115%;font-size:11.0pt;"> berfirman:</span></p> <p class="MsoFootnoteText" dir="RTL" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;mso-pagination:none;direction:rtl;unicode-bidi:embed"><span lang="AR-SA" style="'line-height:115%;font-family:font-size:16.0pt;">لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ. [النساء/43]</span></p> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:19.85pt;mso-pagination:none"><span style="line-height:115%;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;">"<i>Janganlah kamu shalat sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan</i></span><i><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-US;mso-bidi-language: AR-EGfont-size:11.0pt;">.</span></i><i><span style="line-height:115%; mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;">" </span></i><span style=" line-height:115%;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;">[Q.S. An Nisaa': 43]. </span></p> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:19.85pt;mso-pagination:none"><span style="line-height:115%;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;">Barangsiapa berkata, akan tetapi ia tidak mengetahui apa yang ia ucapkan, maka bagaimana ia dianggap sebagai orang yang shalat?, padahal Allah </span><span style=" line-height:115%;font-size:11.0pt;">SWT telah melarang yang demikian itu. Orang yang mabuk akan mengatakan sesuatu tanpa menggunakan akalnya (di luar kesadarannya). Begitu juga orang yang lalai, ia akan sh</span><span lang="EN-US" style=" line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">a</span><span style=" line-height:115%;font-size:11.0pt;">lat tanpa menggunakan akal fikirannya, sehingga ia sama dengan orang yang mabuk.</span></p> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:19.85pt;mso-pagination:none"><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;">Di antara tokoh Tashawuf ada seorang tokoh ketika menghadap kepada Allah SWT dalam shalat dapat mewujudkan secara nyata hakekat makna kembali bertaubat kepada Allah SWT, karena Allah SWT sangat mengutamakan kembali bertaubat kepada-Nya. Allah SWT berfirman:<span style="mso-spacerun:yes"> </span></span></p> <p class="MsoFootnoteText" dir="RTL" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;mso-pagination:none;direction:rtl;unicode-bidi:embed"><span lang="AR-SA" style="'line-height:115%;font-family:font-size:16.0pt;">مُنِيبِينَ إِلَيْهِ وَاتَّقُوهُ وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ. [الروم/31]</span></p> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;mso-pagination:none"><i><span style="line-height:115%;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;">"Dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat "</span></i><span style="line-height:115%;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;"> [Q.S. Ar Ruum: 31].</span></p> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:19.85pt;mso-pagination:none"><span style="line-height:115%;mso-bidi-language:AR-EGfont-size:11.0pt;">Maka ia kembali bertaubat kepada Allah </span><span lang="EN-US" style=" line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">SWT</span><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;"> dan bertakwa kepada-Nya dengan melepaskan segala sesuatu selain-Nya. Ia mendirikan sh</span><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">a</span><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;">lat dengan hati yang lapang disertai ketundukan hati</span><span lang="EN-US" style="line-height: 115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">,</span><span style="line-height: 115%;font-size:11.0pt;"> dan hati yang terbuka disebabkan nur-cahaya keimanan. Maka keluarlah kalimat al-Qur'an dari lisannya, terus merasuk ke dalam hati dengan gambaran ia dapat ber-<i>musyahadah</i> dan hatinya dapat mendengar sehingga ia seperti langsung mendengar dari Allah SWT, atau seakan-akan ia membaca di hadapan Allah SWT. Ketika itulah</span><span style="line-height:115%; mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;"> </span><span style="line-height: 115%;font-size:11.0pt;">kalimat </span><span lang="EN-US" style="line-height:115%; mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">al-</span><span style="line-height: 115%;font-size:11.0pt;">Qur'an singgah dalam keluasan </span><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">dan kelapangan </span><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;">hati tanpa suatu apapun selain kalimat itu. Maka hatipun akan dapat menerima kalimat </span><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">al-</span><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;">Qur'an dengan kepahaman yang baik dan kelezatan nikmat memperhatikan</span><span lang="EN-US" style=" line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;"> al-Qur'an</span><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;">. Ia akan menghayati dan meresapinya dengan manisnya mendengar dan kesempurnaan memahami, serta akan menemukan kelembutan dan kemulian hakikat makna dan kandungannya, yakni hakikat makna-makna yang sangat lembut dan halus yang tidak bisa diperinci dan digambarkan oleh akal yang cerdas dan jenius. Sehingga</span><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;"> hakeat</span><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;"> makna-makna yang tersurat dalam </span><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">al-</span><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;">Qur'an akan menjadi makanan yang dapat menguatkan jiwa. </span></p> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:19.85pt;mso-pagination:none"><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;">Oleh karena itu</span><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">,</span><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;"> di dalam jiwa yang </span><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">tenang dan </span><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;">tentram akan selalu tampak bisikan-bisikan </span><span lang="EN-US" style=" line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">hakekat </span><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;">makna-makna </span><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">al-</span><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;">Qur'an, karena bisikan-bisikan </span><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">hakekat </span><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;">makna-makna </span><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">al-</span><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;">Qur'an itu adalah makna-makna yang tersurat</span><span style="line-height:115%;mso-ansi-language: EN-USfont-size:11.0pt;"> </span><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;">yang dapat menuju kepada <i>Alam</i> <i>Hikmah</i> dan <i>Alam</i> <i>Syahadah</i> (sesuatu yang terlihat nyata) yang memiliki hubungan dekat dengan jiwa yang terbentuk untuk menancapkan keindahan <i>hikmah</i>.</span></p> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:19.85pt;mso-pagination:none"><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;">Sedangkan hakekat makna-makna al-Qur'an yang tersirat, yakni makna-makna yang dapat membuka <i>Alam Malaikat</i>, akan menjadi penguat hati dan kejernihan ruh yang suci, dan akan sampai kepada pilar-pilar <i>Alam Jabarut</i> seraya menyaksikan kebesaran, keagungan, kemuliaan dan keindahan Allah SWT. Dengan bentuk penyaksian ini, ia tenggelam dalam kesempurnaan samudera kerinduan.</span><span style=" line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;"> </span><span style=" line-height:115%;font-size:11.0pt;">Hal inilah sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Sayyid Syaikh Muslim bin Yasar RA, bahwa ia melakukan shalat di masjid kota Bashrah, lalu ada tiang jatuh hingga bunyinya terdengar oleh orang-orang yang berada di pasar, sementara ia masih berdiri dalam shalat tanpa mengetahui apa yang telah terjadi.</span></p> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:19.85pt;mso-pagination:none"><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;">Jika seorang hamba mempunyai adab dan etika shalat, maka sebelum masuk waktu shalat ia seakan-akan sudah dalam keadaan shalat, sehingga keadaan berdiri menjelang shalat adalah merupakan suatu keadaan diri yang telah menyatu dengan shalatnya. Sebab di antara adab-adab yang dilakukan kaum Shufiyah sebelum mereka melakukan shalat adalah <i>muraqabah </i>(menundukkan hati dengan perasan selalu merasa diawasi dan dipantau oleh Allah SWT), selalu menjaga hati dari bisikan-bisikan dan hal-hal baru yang mengganggu, meniadakan segala sesuatu selain Allah SWT, atau selain mengingat-Nya. Ketika mereka berdiri untuk melakukan shalat dengan hati yang hadir di sisi Allah SWT seakan-akan ia berdiri dari satu shalat menuju shalat yang lain. </span><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ansi-language:EN-USfont-size:11.0pt;">M</span><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;">ereka selalu bersama niat dan ikatan hati dengan Allah SWT yang dengan keduanya mereka masuk dalam shalat. Ketika mereka keluar dari shalat mereka kembali pada keadaan mereka dengan hati yang selalu hadir di sisi Allah SWT yang selalu menjaga dan mengawasinya, sehingga seakan-akan selalu dalam keadaan shalat, sekalipun mereka tidak sedang shalat. Inilah adab shalat mereka.</span></p> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:19.85pt;mso-pagination:none"><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;">Diriwayatkan dari Sayyidina Abi Hurairah RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: <i>"Seorang hamba akan selalu dalam (pahala) shalat, selama shalat itu menahan dirinya (yakni ia dalam keadaan menunggu shalat) ."</i> (H.R. Imam Bukhari dan Imam Muslim). Diriwayatkan dari Sayyidina Anas RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: <i>“Manusia melakukan shalat lalu mereka tidur, sedangkan kalian semua selalu dalam (pahala) shalat sejak kalian menunggunya.”</i> [H.R. Imam Bukhari].</span><span style="line-height:115%;font-size:11.0pt;"><o:p> </o:p></span></p>Muhammad Khudhori al-Tsubutyhttp://www.blogger.com/profile/08210992279515824306noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7082093865179016992.post-47311156246999674942009-11-30T06:59:00.000-08:002009-11-30T07:09:25.920-08:00HADITS DLAIF<p class="MsoNormal" align="justify" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom: .0001pt;text-align:center;line-height:150%;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><b><span lang="EN-US" style="'font-size:14.0pt;line-height:150%;font-family:"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoListParagraphCxSpFirst" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right: 0cm;margin-bottom:0cm;margin-left:21.3pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space: auto;text-align:justify;text-indent:-21.3pt;line-height:150%;mso-list:l2 level1 lfo1; direction:ltr;unicode-bidi:embed"><b><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:"><span style="mso-list:Ignore">A.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span></b><b><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:">Definisi</span></b></p> <p class="MsoListParagraphCxSpLast" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right: 0cm;margin-bottom:0cm;margin-left:21.3pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space: auto;text-align:justify;text-indent:14.15pt;line-height:150%;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;">Secara etimologi kata <i>dlaif</i> mempunyai makna kebalikan dari kuat (<i>dliddul qawi</i>). Sedangkan secara terminologi adalah hadits yang di dalamnya tidak terkumpul sifat-sifat hadits qabul<a style="mso-footnote-id:ftn1" href="#_ftn1" name="_ftnref1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:">[1]</span></span></span></span></a> dengan tidak terpenuhinya salah satu syarat dari beberapa syarat hadits qabul.<a style="mso-footnote-id:ftn2" href="#_ftn2" name="_ftnref2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:">[2]</span></span></span></span></a> Dalam <i>Alfiyah</i>nya, Imam Suyuthi mengatakan: </span></p> <p class="MsoNormal" dir="RTL" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;line-height:150%"><span lang="AR-EG" style="'font-size:16.0pt;">هُوَ الَّذِي عَنْ صِفَةِ الحُسْنِ خَلا # وَهْوَ عَلَى مَرَاتِبٍ قَدْ جُعِلا</span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom: 0cm;margin-left:21.3pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify;line-height: 150%;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><i><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:">"Hadits dlaif adalah hadits yang sepi dari sifat hasan. Hadits dlaif terbagi menjadi beberapa tingkatan."</span></i><a style="mso-footnote-id:ftn3" href="#_ftn3" name="_ftnref3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:">[3]</span></span></span></span></span></a></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom: 0cm;margin-left:21.3pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify;text-indent: 14.15pt;line-height:150%;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:">Sifat hasan<a style="mso-footnote-id:ftn4" href="#_ftn4" name="_ftnref4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:">[4]</span></span></span></span></a> tersebut ada enam, yaitu sanadnya bersambung, para perawi yang adil (<i>'adalatur ruwat</i>), para perawi yang dlabit (<i>dlabtur ruwat</i>), adanya <i>mutaba'ah</i> (penguat eksternal) pada rawi yang <i>mastur</i> (tidak diketahui biografinya), tidak syadz (<i>'adamus syudzudz</i>) dan tidak terdapat illat (<i>'adamul 'illat</i>).<a style="mso-footnote-id:ftn5" href="#_ftn5" name="_ftnref5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:">[5]</span></span></span></span></a></span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom: 0cm;margin-left:21.3pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify;text-indent: 14.15pt;line-height:150%;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:">Hadits dlaif juga disebut sebagai hadits mardud (tertolak), karena hadits tersebut tidak bisa dijadikan hujjah dalam penetapan hukum syar'iyyah.<a style="mso-footnote-id:ftn6" href="#_ftn6" name="_ftnref6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:">[6]</span></span></span></span></a> </span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom: 0cm;margin-left:21.3pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify;text-indent: 14.15pt;line-height:150%;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><b><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoListParagraph" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm; margin-bottom:0cm;margin-left:21.3pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space:auto; text-align:justify;text-indent:-18.0pt;line-height:150%;mso-list:l2 level1 lfo1; direction:ltr;unicode-bidi:embed"><b><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:"><span style="mso-list:Ignore">B.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span></b><b><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:">Macam-macam Hadits Dlaif</span></b></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom: 0cm;margin-left:21.3pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify;text-indent: 14.15pt;line-height:150%;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:">Hadits dlaif terbagi menjadi sangat banyak sekali. Para ulama berbeda pendapat dalam mengklasifikasikan hadits dlaif. Abu Hatim Ibnu Hibban mengklasifikasikan hadits dlaif menjadi 49 macam.<a style="mso-footnote-id:ftn7" href="#_ftn7" name="_ftnref7" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:">[7]</span></span></span></span></a> Sementara al-Hafidz al-Iraqi membaginya menjadi 42 macam<a style="mso-footnote-id:ftn8" href="#_ftn8" name="_ftnref8" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:">[8]</span></span></span></span></a>, dan sebagian ulama yang lain ada yang mengklasifikasikannya menjadi 81, 129<a style="mso-footnote-id:ftn9" href="#_ftn9" name="_ftnref9" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:">[9]</span></span></span></span></a>, bahkan hingga mencapai 381 macam.<a style="mso-footnote-id:ftn10" href="#_ftn10" name="_ftnref10" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:">[10]</span></span></span></span></a> Namun menurut Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki pembagian tersebut tidaklah memberikan faedah yang besar. Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan bahwa pembagian tersebut sangat melelahkan (bersusah payah) dan tidak ada kebutuhan di balik semua itu. Para ulama yang berbeda pendapat dalam mengklasifikasikan hadits dlaif tidak memberi nama tertentu bagi msing-masing klasifikasi itu kecuali hanya sedikit saja. Mereka juga tidak mengkhususkan nama tertentu dari hadits-hadits yang dlaif tersebut.<a style="mso-footnote-id:ftn11" href="#_ftn11" name="_ftnref11" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:">[11]</span></span></span></span></a></span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom: 0cm;margin-left:21.3pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify;text-indent: 14.15pt;line-height:150%;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoListParagraph" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm; margin-bottom:0cm;margin-left:21.3pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space:auto; text-align:justify;text-indent:-21.3pt;line-height:150%;mso-list:l2 level1 lfo1; direction:ltr;unicode-bidi:embed"><b><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:"><span style="mso-list:Ignore">C.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span></b><b><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:">Status Kehujjahan</span></b></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:36.0pt;line-height:150%;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;">Para ulama berbeda pendapat mengenai status kehujjahan hadits dlaif;</span></p> <p class="MsoListParagraphCxSpFirst" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right: 0cm;margin-bottom:0cm;margin-left:36.0pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space: auto;text-align:justify;text-indent:-18.0pt;line-height:150%;mso-list:l1 level1 lfo2; direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:"><span style="mso-list:Ignore">1.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;">Kelompok pertama </span></p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right: 0cm;margin-bottom:0cm;margin-left:36.0pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space: auto;text-align:justify;line-height:150%;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:">Mereka adalah kalangan yang secara mutlak menolak mentah-mentah semua hadits dhaif. Bagi mereka hadits dhaif itu sama sekali tidak dapat dipakai untuk apapun saja. Baik masalah keutamaan <i>(fadhilah)</i>, nasehat atau peringatan. Apalagi dalam masalah hukum dan aqidah, tidak ada tempat untuk hadits dhaif menurut mereka. Pendapat ini disampaikan oleh Ibnu Sayyidin Nas dari Yahya bin Ma'in. Pendapat ini kemudian diikuti oleh Imam Abu Bakar bin al-Arabi. Pendapat ini juga yang dipakai oleh Imam Bukhari, Muslim dan Ibnu Hazm.<a style="mso-footnote-id: ftn12" href="#_ftn12" name="_ftnref12" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:">[12]</span></span></span></span></a> </span></p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right: 0cm;margin-bottom:0cm;margin-left:36.0pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space: auto;text-align:justify;text-indent:-18.0pt;line-height:150%;mso-list:l1 level1 lfo2; direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:"><span style="mso-list:Ignore">2.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;">Kelompok kedua</span></p> <p class="MsoListParagraphCxSpLast" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right: 0cm;margin-bottom:0cm;margin-left:36.0pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space: auto;text-align:justify;line-height:150%;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:">Mereka adalah kalangan yang menerima hadits dhaif dengan syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat tersebut ada enam. Empat di antaranya telah disepakati oleh para ulama. Syarat kelima sebagai penjelas dan oleh sebagian ulama ditinggalkan. Sedangkan syarat keenam diperselisihkan, menurut pendapat yang <i>arjah</i> tidak termasuk dalam syarat-syarat tersebut.<a style="mso-footnote-id:ftn13" href="#_ftn13" name="_ftnref13" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:">[13]</span></span></span></span></a> </span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:36.0pt;line-height:150%;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;">Syarat-syarat tersebut adalah :</span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom: 0cm;margin-left:72.0pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify;text-indent: -18.0pt;line-height:150%;mso-list:l4 level1 lfo3;direction:ltr;unicode-bidi: embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;"><span style="mso-list:Ignore">a.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:">Hadits dhaif tersebut hanya seputar masalah nasehat, kisah-kisah, atau anjuran amal tambahan (<i>fadlailul a'mal</i>). Bukan dalam masalah aqidah dan sifat Allah, juga bukan masalah hukum.</span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom: 0cm;margin-left:72.0pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify;text-indent: -18.0pt;line-height:150%;mso-list:l4 level1 lfo3;direction:ltr;unicode-bidi: embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;"><span style="mso-list:Ignore">b.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:">Hadits itu tidak terlalu parah kedhaifannya. Sedangkan hadits dhaif yang perawinya sampai ke tingkat pendusta atau tertuduh sebagai pendusta atau parah kerancuan hafalannya maka hadits dhaif semacam itu tidak diterima.</span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom: 0cm;margin-left:72.0pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify;text-indent: -18.0pt;line-height:150%;mso-list:l4 level1 lfo3;direction:ltr;unicode-bidi: embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;"><span style="mso-list:Ignore">c.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:">Hadits dhaif tersebut berada di bawah kaidah dasar umum yang diamalkan.</span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom: 0cm;margin-left:72.0pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify;text-indent: -18.0pt;line-height:150%;mso-list:l4 level1 lfo3;direction:ltr;unicode-bidi: embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;"><span style="mso-list:Ignore">d.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:">Ketika mengamalkan jangan disertai keyakinan <i>tsubutnya</i> (tetapnya) hadits itu, melainkan hanya sekedar hati-hati.</span></p> <p class="MsoListParagraphCxSpFirst" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right: 0cm;margin-bottom:0cm;margin-left:72.0pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space: auto;text-align:justify;text-indent:-18.0pt;line-height:150%;mso-list:l4 level1 lfo3; direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:"><span style="mso-list:Ignore">e.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;">Tidak bertentangan dengan hadits shahih.</span></p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right: 0cm;margin-bottom:0cm;margin-left:72.0pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space: auto;text-align:justify;text-indent:-18.0pt;line-height:150%;mso-list:l4 level1 lfo3; direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:"><span style="mso-list:Ignore">f.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;">Tidak meyakini kesunahannya.</span></p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right: 0cm;margin-bottom:0cm;margin-left:36.0pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space: auto;text-align:justify;text-indent:-18.0pt;line-height:150%;mso-list:l1 level1 lfo2; direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:"><span style="mso-list:Ignore">3.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;">Kelompok ketiga</span></p> <p class="MsoListParagraphCxSpLast" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right: 0cm;margin-bottom:0cm;margin-left:36.0pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space: auto;text-align:justify;line-height:150%;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:">Mereka adalah kalangan yang mau menerima hadits dhaif secara bulat, asal bukan hadits palsu (<i>maudlu’</i>). Pendapat ini dinisbatkan kepada Imam Abu Dawud dan Imam Ahmad RA Karena bagi kalangan ini selemah-lemahnya hadits, tetap saja lebih tinggi derajatnya dari pendapat manusia.<a style="mso-footnote-id:ftn14" href="#_ftn14" name="_ftnref14" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:">[14]</span></span></span></span></a></span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom: 0cm;margin-left:21.3pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify;text-indent: 14.15pt;line-height:150%;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:">Dari ketiga kelompok di atas menurut Dr. Muhammad Ajaj al-Khathib yang paling selamat adalah kelompok pertama.<a style="mso-footnote-id:ftn15" href="#_ftn15" name="_ftnref15" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:">[15]</span></span></span></span></a> Namun menurut penulis pendapat yang paling tepat adalah pendapat yang kedua sebagaimana yang telah disepakati oleh mayoritas ulama.<a style="mso-footnote-id: ftn16" href="#_ftn16" name="_ftnref16" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:">[16]</span></span></span></span></a> Kelompok pertama yang mengatakan bahwa hadits dlaif tidak bisa diamalkan secara muthlak, maksudnya adalah hadits dlaif yang amat sangat lemah sehingga gugur dari derajat <i>ihtijaj</i> dan <i>I'tibar</i>.<a style="mso-footnote-id:ftn17" href="#_ftn17" name="_ftnref17" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:">[17]</span></span></span></span></a> Sedangkan yang dimaksud hadits dlaif yang bisa diamalkan oleh kelompok ketiga adalah hadits-hadits yang jalurnya banyak dan para perawinya tidak ada yang tertuduh sebagai pembohong dan syadz, atau yang oleh Imam Tirmidzi disebut sebagai hadits hasan. Karena menurut kelompok ini (Imam Ahmad) hadits dlaif terbagai menjadi dua; dlaif yang matruk (ditinggalkan) dan dlaif yang hasan. Dan hadits-hadits ini (hasan menurut istilahnya Imam Tirmidzi) oleh Imam Ahmad dikatakan sebagai dlaif dan bisa dijadikkan sebagai hujjah.<a style="mso-footnote-id: ftn18" href="#_ftn18" name="_ftnref18" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:">[18]</span></span></span></span></a> </span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom: 0cm;margin-left:21.3pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify;text-indent: 14.15pt;line-height:150%;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:">Jadi, menurut kami antara kelompok pertama dan kelompok ketiga tidaklah terjadi perbedaan, karena term hadits dlaif yang dipakai oleh kedua kelompok tersebut tidaklah sama pengertiannya.</span></p> <p class="MsoListParagraphCxSpFirst" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right: 0cm;margin-bottom:0cm;margin-left:21.3pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space: auto;text-align:justify;line-height:150%;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><b><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right: 0cm;margin-bottom:0cm;margin-left:21.3pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space: auto;text-align:justify;text-indent:-21.3pt;line-height:150%;mso-list:l2 level1 lfo1; direction:ltr;unicode-bidi:embed"><b><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:"><span style="mso-list:Ignore">D.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span></b><b><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:">Hubungan Dengan Hadits Maudlu'</span></b></p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right: 0cm;margin-bottom:0cm;margin-left:21.3pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space: auto;text-align:justify;text-indent:14.15pt;line-height:150%;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;">Hadits maudlu' adalah hadits yang dibuat-buat dan kemudian dinisbatkan bahwa itu adalah sabda, perbuatan atau ketetapan Nabi SAW, padahal Nabi SAW tidak pernah melakukan itu.<a style="mso-footnote-id:ftn19" href="#_ftn19" name="_ftnref19" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:">[19]</span></span></span></span></a> Hadits maudlu' merupakan hadits dlaif yang paling buruk. Sebagian ulama menganggap bahwa hadits maudlu' bukan bagian dari hadits dlaif, tapi merupakan bagian tersendiri dalam klasifikasi hadits.<a style="mso-footnote-id:ftn20" href="#_ftn20" name="_ftnref20" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:">[20]</span></span></span></span></a></span></p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right: 0cm;margin-bottom:0cm;margin-left:21.3pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space: auto;text-align:justify;text-indent:14.15pt;line-height:150%;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right: 0cm;margin-bottom:0cm;margin-left:21.3pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space: auto;text-align:justify;text-indent:-21.3pt;line-height:150%;mso-list:l2 level1 lfo1; direction:ltr;unicode-bidi:embed"><b><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:"><span style="mso-list:Ignore">E.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span></b><b><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:">Kitab-kitab Yang Memuat Hadits Dlaif.</span></b></p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right: 0cm;margin-bottom:0cm;margin-left:21.3pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space: auto;text-align:justify;text-indent:14.15pt;line-height:150%;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;">Ada tiga klasifikasi kitab-kitab yang memuat hadits dlaif;</span></p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right: 0cm;margin-bottom:0cm;margin-left:39.3pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space: auto;text-align:justify;text-indent:-18.0pt;line-height:150%;mso-list:l0 level1 lfo4; direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:"><span style="mso-list:Ignore">1.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:">Kitab-kitab yang ditulis dalam rangka menjelaskan hadits-hadits dlaif (di dalamnya hanya terdapat hadits dlaif) seperti kitab <i>al-Dlu'afa' al-Kabir</i> yang ditulis oleh Imam al-Uqaili.</span></p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right: 0cm;margin-bottom:0cm;margin-left:39.3pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space: auto;text-align:justify;text-indent:-18.0pt;line-height:150%;mso-list:l0 level1 lfo4; direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:"><span style="mso-list:Ignore">2.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:">Kitab-kitab yang berisi khusus macam-macam hadits dlaif, seperti kitab <i>al-Marasil</i> yang ditulis oleh Imam Abu Dawud dan kitab <i>al-Ilal</i> yang ditulis oleh Imam al-Daruquthni.</span></p> <p class="MsoListParagraphCxSpLast" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right: 0cm;margin-bottom:0cm;margin-left:39.3pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space: auto;text-align:justify;text-indent:-18.0pt;line-height:150%;mso-list:l0 level1 lfo4; direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:"><span style="mso-list:Ignore">3.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:">Kitab-kitab yang di dalamnya berisi berbagai macam hadits, baik shahih, hasan maupun dlaif, seperti kitab sunan yang empat (Sunan Abi Dawud, Sunan al-Tirmidzi, Sunan al-Nasa'i dan Sunan Ibnu Majah)<a style="mso-footnote-id:ftn21" href="#_ftn21" name="_ftnref21" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:">[21]</span></span></span></span></a>, Musnad Imam Ahmad<a style="mso-footnote-id:ftn22" href="#_ftn22" name="_ftnref22" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:">[22]</span></span></span></span></a> dan masih banyak lagi yang lainnya.</span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;line-height:150%;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><b><span lang="EN-US" style="'font-size:14.0pt;line-height:150%;font-family:">DAFTAR PUSTAKA</span></b></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;line-height:150%;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:">Al-Ishaqy, Hadlratus Syeikh Ahmad Asrori RA, <i>al-Muntakhabat fi Rabithat al-Qalbiyah wa Shilat al-ruhiyah</i>. Surabaya: Al-Khidmah, 2007.</span></p> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="margin-left:42.55pt;text-align:justify; text-indent:-42.55pt;line-height:150%;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:">Al-Iraqi, Zainuddin Abdirrahman bin al-Husain. <i>al-Taqyid wa al-Idlah Syarh Muqaddimah Ibnu Shalah</i>. Madinah: Maktabah al-Salafiyah, 1969.</span></p> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="margin-left:42.55pt;text-align:justify; text-indent:-42.55pt;line-height:150%;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:">---------, <i>Fath al-Mughits</i>. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 2001.</span></p> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="margin-left:42.55pt;text-align:justify; text-indent:-42.55pt;line-height:150%;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:">Al-Khathib, Ajaj. <i>Ushul al-Hadits</i>. Beirut: Dar al-Fikr, 2006. </span></p> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="margin-left:42.55pt;text-align:justify; text-indent:-42.55pt;line-height:150%;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:">Al-Maliki, Sayiyid Alwi. <i>al-Manhal al-Lathif fi Ahkam al-Hadits al-Dlaif</i>.</span></p> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="margin-left:42.55pt;text-align:justify; text-indent:-42.55pt;line-height:150%;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:">Al-Maliki, Muhammad bin Alwi. <i>al-Manhal al-Lathif</i>. Madinah: Maktabah al-Malik Fahd, 2000.</span></p> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="margin-left:42.55pt;text-align:justify; text-indent:-42.55pt;line-height:150%;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:">Al-Suyuthi, <i>Alfiyah al-Suyuthi</i>.</span></p> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="margin-left:42.55pt;text-align:justify; text-indent:-42.55pt;line-height:150%;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:">--------------, <i>Tadrib al-Rawi</i>. Riyadh: Maktabah al-Riyadh al-Haditsah.</span><span lang="EN-US" dir="RTL" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:"> </span></p> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="margin-left:42.55pt;text-align:justify; text-indent:-42.55pt;line-height:150%;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:">Al-Thahan, Mahmud. <i>Taysir Musthalah al-Hadits</i>, t.t.</span></p> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="margin-left:42.55pt;text-align:justify; text-indent:-42.55pt;line-height:150%;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:">Masyath, Hasan Muhammad. <i>al-Taqrirat al-Saniyah</i>. Beirut: Dar al-Kitab al-Arabi, 1996.<span style="mso-spacerun:yes"> </span></span><span lang="EN-US" dir="RTL" style="'font-size:12.0pt;line-height:"><span style="mso-spacerun:yes"> </span></span></p> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="margin-left:42.55pt;text-align:justify; text-indent:-42.55pt;line-height:150%;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:">Shalah, Ibnu. <i>Muqaddimah Ibnu Shalah</i>. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 2006. </span></p> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="margin-left:42.55pt;text-align:justify; text-indent:-42.55pt;line-height:150%;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:">Syuhbah, Abu. <i>al-Wasit</i>.</span></p> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="margin-left:42.55pt;text-align:justify; text-indent:-42.55pt;line-height:150%;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><i><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:">Soft Ware al-Maktabah al-Syamilah al-Isdar al-Tsani</span></i></p> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="margin-left:42.55pt;text-align:justify; text-indent:-42.55pt;line-height:150%;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:">Taimiyah, Ibnu. <i>Majmu' Fatawi</i>.</span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;line-height:150%;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;line-height:150%;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" dir="RTL" style="margin-top:0cm;margin-right:21.3pt; margin-bottom:0cm;margin-left:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify; line-height:150%"><span lang="AR-EG" style="'font-size:12.0pt;line-height:150%;"><o:p> </o:p></span></p> <div style="mso-element:footnote-list"><br /> <hr align="right" size="1" width="33%"> <div style="mso-element:footnote" id="ftn1"> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="text-align:justify;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id:ftn1" href="#_ftnref1" name="_ftn1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:10.0pt;line-height:">[1]</span></span></span></span></span></a><span lang="EN-US" dir="RTL" style="'font-family:"> </span><span lang="EN-US">Muhammad bin Alwi al-Maliki, <i>al-Manhal al-Lathif</i>, 66.</span></p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn2"> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="text-align:justify;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id:ftn2" href="#_ftnref2" name="_ftn2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:10.0pt;line-height:">[2]</span></span></span></span></span></a><span lang="EN-US" style="mso-bidi-language:AR-EG">Ajaj al-Khathib, <i>Ushul al-Hadits</i>. Beirut: Dar al-Fikr, 2006, 222.</span><span lang="EN-US" dir="RTL" style="'font-family:"> </span><span lang="EN-US">Ibnu Shalah, <i>Muqaddimah Ibnu Shalah</i>. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 2006, 65. Mahmud al-Thahan, <i>Taysir Musthalah al-Hadits</i>, 52.</span></p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn3"> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="text-align:justify;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id:ftn3" href="#_ftnref3" name="_ftn3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:10.0pt;line-height:">[3]</span></span></span></span></span></a><span lang="EN-US" dir="RTL" style="'font-family:"> </span><span lang="EN-US">Al-Suyuthi, <i>Alfiyah al-Suyuthi</i>, 1/8.</span></p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn4"> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="text-align:justify;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id:ftn4" href="#_ftnref4" name="_ftn4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:10.0pt;line-height:">[4]</span></span></span></span></span></a><span lang="EN-US" dir="RTL" style="'font-family:"> </span><span lang="EN-US">Dalam redaksi lain menggunakan kata <i>qabul</i> sebagai pengganti <i>hasan</i>, sebagaimana dalam <i>Tadrib al-Rawi</i>, 1/179.</span></p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn5"> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="text-align:justify;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id:ftn5" href="#_ftnref5" name="_ftn5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:10.0pt;line-height:">[5]</span></span></span></span></span></a><span lang="EN-US" style="mso-bidi-language:AR-EG"> Al-Suyuthi, <i>Tadrib al-Rawi</i>. Riyadh: Maktabah al-Riyadh al-Haditsah, 1/179.</span><span lang="EN-US" dir="RTL" style="'font-family:"> </span><span lang="EN-US">Zainuddin Abdirrahman bin al-Husain al-Iraqi, <i>al-Taqyid wa al-Idlah Syarh Muqaddimah Ibnu Shalah</i>. Madinah: Maktabah al-Salafiyah, 1969, 63.</span></p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn6"> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="text-align:justify;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id:ftn6" href="#_ftnref6" name="_ftn6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:10.0pt;line-height:">[6]</span></span></span></span></span></a><span lang="EN-US" style="mso-bidi-language:AR-EG"> Hasan Muhammad Masyath, <i>al-Taqrirat al-Saniyah</i>. Beirut: Dar al-Kitab al-Arabi, 1996, 16.<span style="mso-spacerun:yes"> </span></span><span lang="EN-US" dir="RTL" style="'font-family:"><span style="mso-spacerun:yes"> </span></span></p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn7"> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="text-align:justify;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id:ftn7" href="#_ftnref7" name="_ftn7" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:10.0pt;line-height:">[7]</span></span></span></span></span></a><span lang="EN-US" dir="RTL" style="'font-family:"> </span><span lang="EN-US">Ibnu Shalah, 65.</span></p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn8"> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="text-align:justify;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id:ftn8" href="#_ftnref8" name="_ftn8" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:10.0pt;line-height:">[8]</span></span></span></span></span></a><span lang="EN-US" dir="RTL" style="'font-family:"> </span><span lang="EN-US">Al-Iraqi, <i>Fath al-Mughits</i>. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 2001, 67. Muhammad bin Alwi, 66.</span></p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn9"> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="text-align:justify;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id:ftn9" href="#_ftnref9" name="_ftn9" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:10.0pt;line-height:">[9]</span></span></span></span></span></a><span lang="EN-US" dir="RTL" style="'font-family:"> </span><span lang="EN-US">Al-Suyuthi, <i>Tadrib al-Rawi</i>: 1/179.</span></p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn10"> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="text-align:justify;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id:ftn10" href="#_ftnref10" name="_ftn10" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:10.0pt;line-height:">[10]</span></span></span></span></span></a><span lang="EN-US" dir="RTL" style="'font-family:"> </span><span lang="EN-US">Abu Syuhbah, <i>al-Wasit</i>, 276. (dalam foot note Muqaddimah Ibnu Shalah, 65).</span></p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn11"> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="text-align:justify;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id:ftn11" href="#_ftnref11" name="_ftn11" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:10.0pt;line-height:">[11]</span></span></span></span></span></a><span lang="EN-US" dir="RTL" style="'font-family:"> </span><span lang="EN-US">Muhammad bin Alwi, 67.</span></p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn12"> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="text-align:justify;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id:ftn12" href="#_ftnref12" name="_ftn12" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:10.0pt;line-height:">[12]</span></span></span></span></span></a><span lang="EN-US" dir="RTL" style="'font-family:"> </span><span lang="EN-US">Ajaj al-Khathib, 231.</span></p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn13"> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="text-align:justify;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id:ftn13" href="#_ftnref13" name="_ftn13" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:10.0pt;line-height:">[13]</span></span></span></span></span></a><span lang="EN-US" dir="RTL" style="'font-family:"> </span><span lang="EN-US">Hadlratus Syeikh Ahmad Asrari al-Ishaqy RA, <i>al-Muntakhabat fi Rabithat al-Qalbiyah wa Shilat al-ruhiyah</i>. Surabaya: Al-Khidmah, 2007, 1/483.</span></p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn14"> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="text-align:justify;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id:ftn14" href="#_ftnref14" name="_ftn14" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:10.0pt;line-height:">[14]</span></span></span></span></span></a><span lang="EN-US" dir="RTL" style="'font-family:"> </span><span lang="EN-US">Ajaj al-Khathib, 232.</span></p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn15"> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="text-align:justify;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id:ftn15" href="#_ftnref15" name="_ftn15" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:10.0pt;line-height:">[15]</span></span></span></span></span></a><span lang="EN-US" dir="RTL" style="'font-family:"> </span><i><span lang="EN-US">Ibid.</span></i></p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn16"> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="text-align:justify;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id:ftn16" href="#_ftnref16" name="_ftn16" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:10.0pt;line-height:">[16]</span></span></span></span></span></a><span lang="EN-US" dir="RTL" style="'font-family:"> </span><span lang="EN-US">Mahmud, 54.</span></p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn17"> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="text-align:justify;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id:ftn17" href="#_ftnref17" name="_ftn17" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:10.0pt;line-height:">[17]</span></span></span></span></span></a><span lang="EN-US" dir="RTL" style="'font-family:"> </span><span lang="EN-US">Sayiyid Alwi al-Maliki, </span><i><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;mso-bidi-font-family:">al-Manhal al-Lathif fi Ahkam al-Hadits al-Dlaif</span></i><span lang="EN-US" style="'font-size:12.0pt;mso-bidi-font-family:">, 13</span><span lang="EN-US">.</span></p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn18"> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="text-align:justify;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id:ftn18" href="#_ftnref18" name="_ftn18" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:10.0pt;line-height:">[18]</span></span></span></span></span></a><span lang="EN-US" dir="RTL" style="'font-family:"> </span><span lang="EN-US">Ibnu Taimiyah, <i>Majmu' Fatawi</i>, 1/76.</span></p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn19"> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="text-align:justify;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id:ftn19" href="#_ftnref19" name="_ftn19" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:10.0pt;line-height:">[19]</span></span></span></span></span></a><span lang="EN-US" dir="RTL" style="'font-family:"> </span><span lang="EN-US">Ajaj, 275, al-Iraqi, 131, Muhammad bin Alwi, 147 dan Mahmud Thahan, <i>Taysir Musthalah al-Hadits</i>, 75.</span></p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn20"> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="text-align:justify;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id:ftn20" href="#_ftnref20" name="_ftn20" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:10.0pt;line-height:">[20]</span></span></span></span></span></a><span lang="EN-US" dir="RTL" style="'font-family:"> </span><span lang="EN-US">Mahmud, 75.</span></p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn21"> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="text-align:justify;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id:ftn21" href="#_ftnref21" name="_ftn21" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:10.0pt;line-height:">[21]</span></span></span></span></span></a><span lang="EN-US" dir="RTL" style="'font-family:"> </span><span lang="EN-US">Ajaj, 210.</span></p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn22"> <p class="MsoFootnoteText" dir="LTR" style="text-align:justify;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id:ftn22" href="#_ftnref22" name="_ftn22" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'font-size:10.0pt;line-height:">[22]</span></span></span></span></span></a><span lang="EN-US" dir="RTL" style="'font-family:"> </span><i><span lang="EN-US">Ibid.</span></i><span lang="EN-US">, 215.</span></p> </div> </div><b><span lang="EN-US" style="'font-size:14.0pt;line-height:150%;font-family:"></span></b>Muhammad Khudhori al-Tsubutyhttp://www.blogger.com/profile/08210992279515824306noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7082093865179016992.post-58651945700875799092009-11-26T17:53:00.000-08:002009-11-26T17:55:45.204-08:00Doa-Doa Anggota Wudlu'<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgAX1Y8jwEQl2EjwOD8MIwhGLa_P7FiQjcMtsV6DVHAyffbXlBU4nSuj5tNbcdmaExGfm5hZuKDm4jJvoLK_deMJHm9AKjay2GhkECk3tM817sSrne3r4oR326MeDJUxsQvVYLHVDdFp4U/s1600/wudu.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 194px; height: 286px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgAX1Y8jwEQl2EjwOD8MIwhGLa_P7FiQjcMtsV6DVHAyffbXlBU4nSuj5tNbcdmaExGfm5hZuKDm4jJvoLK_deMJHm9AKjay2GhkECk3tM817sSrne3r4oR326MeDJUxsQvVYLHVDdFp4U/s320/wudu.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5408596193164379746" /></a><br /> <p class="MsoNormal" align="center" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom: .0001pt;text-align:center;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">Ketika sedang berwudlu', kadang-kadang kita mendengar sebagian teman kita membaca doa-doa atau dzikir tertentu ketika membasuh atau mengusap anggota wudlu'. Yang menjadi pertanyaan kita, apakah doa-doa itu disunnahkan?</span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">Untuk menjawab pertanyaan seperti ini, lebih dulu kita harus mengetahui beberapa hal berikut ini: </span></p> <p class="MsoListParagraphCxSpFirst" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right: 0cm;margin-bottom:0cm;margin-left:14.2pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space: auto;text-align:justify;text-indent:-14.2pt;mso-list:l0 level1 lfo1;direction: ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="mso-bidi-mso-bidi-theme-font:minor-latin;font-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore">1.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">Bahwa orang yang berwudlu', dan ketika wudlu' tidak berdzikir kepada Allah SWT, wudlu'nya tetap dianggap sah. Begitu juga seseorang yang berwudlu, ketika berwudlu' berbicara tentang urusan dunia, wudlu'nya juga tetap sah.</span></p> <p class="MsoListParagraphCxSpLast" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right: 0cm;margin-bottom:0cm;margin-left:14.2pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space: auto;text-align:justify;text-indent:-14.2pt;mso-list:l0 level1 lfo1;direction: ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="mso-bidi-mso-bidi-theme-font:minor-latin;font-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore">2.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">Akan tetapi mana yang lebih baik ketika kita wudlu', diam atau berdzikir kepada Allah? Sekelompok ulama mengatakan bahwa diam ketika wudlu' adalah lebih baik. Itu karena mengikuti terhadap apa yang dikerjakan oleh Nabi SAW. Sekelompok ulama yang lain mengatakan bahwa yang lebih utama adalah berdzikir. Hal ini berdasarkan keumuman perintah untuk berdzikir kapanpun dan dimanapun, juga karena tidak ada larangan dalam masalah itu.</span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">Perbedaan pendapat dalam masalah ini sebenarnya muncul dari pemahaman hadits<i> "Barang siapa membuat hal baru dalam urusan (agama) kami yang bukan bagian dari agama, maka tidak diterima."</i> (H.R. Bukhari Muslim).</span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">Kelompok yang berpendapat bahwa diam lebih baik mengatakan bahwa mengucapkan dzikir pada anggota-anggota wudlu dianggap sebagai perbuatan yang mengada-ada dalam agama. Sedangkan kelompok yang berpendapat bahwa berdzikir lebih baik mengatakan bahwa dzikir merupakan hal yang dianjurkan secara umum, tanpa dibatasi dengan zaman atau tempat, sebagaimana firman Allah SWT: </span></p> <p class="MsoNormal" dir="RTL" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify"><span lang="AR-SA" style="'line-height:115%;font-size:16.0pt;">يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا. وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا.<span style="mso-spacerun:yes"> </span>[الأحزاب/41، 42]</span><span lang="AR-SA" dir="LTR" style="'line-height:115%;mso-bidi-font-family:font-size:16.0pt;"> </span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span class="gen"><i><span lang="EN-US">"Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang."</span></i><span lang="EN-US"> (Q.S. al-Ahzab: 41-42).<i> </i></span></span><i><span lang="EN-US" style="'line-height:115%;mso-bidi-font-family:font-size:16.0pt;"><span style="mso-spacerun:yes"> </span></span></i></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">Dzikir ketika membasuh atau mengusap anggota wudlu' di tengah-tengah wudlu' termasuk ke dalam perintah ayat tersebut yang bersifat umum dan bukan melakukan sesuatu yang mengada-ada dalam agama. Memang doa-doa tersebut tidak terdapat dalam hadits-hadits Nabi, akan tetapi Imam Nawawi dalam kitabnya <i>al-Adzkar</i> menulis: <i>"Para Ahli Fiqh berkata: "Disunnahkan ketika wudlu' untuk membaca doa-doa yang datang dari ulama salaf."</i> Imam al-Adzra'i berkata: <i>"Hendaknya doa-doa itu tidaklah ditinggalkan, tapi juga hendaknya tidak diyakini sebagai sunnah, karena tidak ada hadits yang menetapkan doa-doa itu."</i> </span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">Doa-doa tersebut adalah sebagai berikut:</span></p> <p class="MsoListParagraph" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm; margin-bottom:0cm;margin-left:14.2pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space:auto; text-align:left;text-indent:-14.2pt;mso-list:l1 level1 lfo2;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="mso-bidi-mso-bidi-theme-font:minor-latin;font-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore">1.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">Setelah basmalah membaca: </span></p> <p class="MsoNormal" dir="RTL" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt"><span lang="AR-SA" style="'line-height:115%;font-family:font-size:16.0pt;">اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِىْ جَعَلَ الْمَاءَ طَهُوْرًا</span><span lang="AR-SA" style="'font-family:">.</span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom: 0cm;margin-left:14.2pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:left;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><i><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">"Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan air sebagai sesuatu yang mensucikan." </span></i></p> <p class="MsoListParagraph" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm; margin-bottom:0cm;margin-left:14.2pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space:auto; text-align:left;text-indent:-14.2pt;mso-list:l1 level1 lfo2;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="mso-bidi-mso-bidi-theme-font:minor-latin;font-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore">2.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">Ketika berkumur membaca:</span></p> <p class="MsoNormal" dir="RTL" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt"><span lang="AR-SA" style="'line-height:115%;font-family:font-size:16.0pt;">اَللَّهُمَّ اسْقِنِىْ مِنْ حَوْضِ نَبِيِّكَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَأْسًا لاَ أَظْمَأُ بَعَدَهُ أَبَدًا.</span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom: 0cm;margin-left:14.2pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><i><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">"Ya Allah, berilah aku minum dari telaga Nabi-Mu SAW dengan gelas yang menyebabkan aku tidak merasa haus lagi selamanya." </span></i></p> <p class="MsoListParagraph" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm; margin-bottom:0cm;margin-left:14.2pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space:auto; text-align:left;text-indent:-14.2pt;mso-list:l1 level1 lfo2;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="mso-bidi-mso-bidi-theme-font:minor-latin;font-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore">3.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">Ketika istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung) membaca:</span></p> <p class="MsoNormal" dir="RTL" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt"><span lang="AR-SA" style="'line-height:115%;font-family:font-size:16.0pt;">اَللَّهُمَّ لاَ تَحْرِمْنِىْ رَائِحَةَ نَعِيْمِكَ وَجَنَّاتِكَ</span><span lang="AR-SA" style="'font-family:">.</span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom: 0cm;margin-left:14.2pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:left;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><i><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">"Ya Allah, janganlah Engkau haramkan bagiku aroma kenikmatan dan surga-Mu."</span></i></p> <p class="MsoListParagraph" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm; margin-bottom:0cm;margin-left:14.2pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space:auto; text-align:left;text-indent:-14.2pt;mso-list:l1 level1 lfo2;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="mso-bidi-mso-bidi-theme-font:minor-latin;font-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore">4.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">Ketika membasuh wajah membaca:</span></p> <p class="MsoNormal" dir="RTL" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt"><span lang="AR-SA" style="'line-height:115%;font-family:font-size:16.0pt;">اَللَّهُمَّ بَيِّضْ وَجْهِىْ يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوْهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوْهٌ.</span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom: 0cm;margin-left:14.2pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><i><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">"Ya Allah, putihkanlah wajahku pada hari (kiamat) ketika Engkau memutihkan wajah-wajah (orang-orang yang beriman) dan menghitamkan wajah-wajah (orang-orang kafir)."</span></i></p> <p class="MsoListParagraph" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm; margin-bottom:0cm;margin-left:14.2pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space:auto; text-align:left;text-indent:-14.2pt;mso-list:l1 level1 lfo2;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="mso-bidi-mso-bidi-theme-font:minor-latin;font-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore">5.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">Ketika membasuh kedua tangan membaca:</span></p> <p class="MsoNormal" dir="RTL" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt"><span lang="AR-SA" style="'line-height:115%;font-family:font-size:16.0pt;">اَللَّهُمَّ أَعْطِنِىْ كِتَابِىْ بِيَمِيْنِىْ وَحَاسِبْنِىْ حِسَابًا يَسِيْرًا، اَللَّهُمَّ لاَ تُعْطِنِىْ كِتَابِىْ بِشِمَالِىْ وَلاَ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِىْ.</span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom: 0cm;margin-left:14.2pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:left;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><i><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">"Ya Allah, berikanlah kitabku dengan tangan kananku dan hisablah aku dengan hisab yang mudah. Ya Allah, janganlah Engkau berikan kitabku dengan tangan kiriku dan jangan dari belakang punggungku." </span></i></p> <p class="MsoListParagraph" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm; margin-bottom:0cm;margin-left:14.2pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space:auto; text-align:left;text-indent:-14.2pt;mso-list:l1 level1 lfo2;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="mso-bidi-mso-bidi-theme-font:minor-latin;font-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore">6.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">Ketika mengusap sebagian kepala membaca:</span></p> <p class="MsoNormal" dir="RTL" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt"><span lang="AR-SA" style="'line-height:115%;font-family:font-size:16.0pt;">اَللَّهُمَّ حَرِّمْ شَعْرِىْ وَبَشَرِىْ عَلَى النَّار</span><span lang="AR-SA" style="'font-family:">.</span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom: 0cm;margin-left:14.2pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:left;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><i><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">"Ya Allah, lindungilah rambut dan kulitku dari api neraka."</span></i></p> <p class="MsoListParagraph" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm; margin-bottom:0cm;margin-left:14.2pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space:auto; text-align:left;text-indent:-14.2pt;mso-list:l1 level1 lfo2;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="mso-bidi-mso-bidi-theme-font:minor-latin;font-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore">7.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">Ketika mengusap kedua telinga membaca:</span></p> <p class="MsoNormal" dir="RTL" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt"><span lang="AR-SA" style="'line-height:115%;font-family:font-size:16.0pt;">اَللَّهُمَّ اجْعَلْنِىْ مِنَ الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ الْقَوْلَ فَيَتْبِعُوْنَ أَحْسَنَهُ.</span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom: 0cm;margin-left:14.2pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><i><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">"Ya Allah, jadikanlah aku sebagai orang-orang yang mendengarkan perkataan (yang baik) dan mengikuti kebaikan perkataan itu." </span></i></p> <p class="MsoListParagraph" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm; margin-bottom:0cm;margin-left:14.2pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space:auto; text-align:left;text-indent:-14.2pt;mso-list:l1 level1 lfo2;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="mso-bidi-mso-bidi-theme-font:minor-latin;font-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore">8.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">Ketika membasuh kedua kaki membaca:</span></p> <p class="MsoNormal" dir="RTL" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt"><span lang="AR-SA" style="'line-height:115%;font-family:font-size:16.0pt;">اَللَّهُمَّ ثَبِّتْ قَدَمَيَّ عَلَى الصِّرَاطِ الْمُسْتَقِيْمِ.</span></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom: 0cm;margin-left:14.2pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:left;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><i><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">"Ya Allah, tetapkanlah kedua telapak kakiku di atas jalan yang lurus."</span></i></p> <p class="MsoNormal" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:">Doa-doa di atas tidak masalah untuk diamalkan, walaupun tidak terdapat dalam hadits-hadits Nabi SAW, karena doa-doa tersebut termasuk dalam perintah umum untuk berdzikir kepada Allah SWT dan tidak ada dalil yang melarangnya. <i>(Disarikan dari Fatawi al-Azhar oleh Syeikh Athiyyah Shaqr)</i></span></p>Muhammad Khudhori al-Tsubutyhttp://www.blogger.com/profile/08210992279515824306noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-7082093865179016992.post-74850793497971149752009-11-26T17:45:00.000-08:002009-11-26T17:52:17.392-08:00ZIARAH KE MAKAM NABI SAW<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiK2KH_zokxijVHxR0_xpFtHGLiqbLoZlHbJpt-tSLJ2-Gg4Sf3ZbTT3T0A3Rgl0q1K3Nx9sNpD408AKbZoZyg3mydquV1nfi-7RX8boqxmrOaDu-HmCPc4YBLICTsVfjKAcnLqiE44K8A/s1600/qubba.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 267px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiK2KH_zokxijVHxR0_xpFtHGLiqbLoZlHbJpt-tSLJ2-Gg4Sf3ZbTT3T0A3Rgl0q1K3Nx9sNpD408AKbZoZyg3mydquV1nfi-7RX8boqxmrOaDu-HmCPc4YBLICTsVfjKAcnLqiE44K8A/s320/qubba.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5408595269796615970" /></a><br /> <p class="MsoNormal" align="justify" dir="LTR" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom: .0001pt;text-align:center;direction:ltr;unicode-bidi:embed"> <p class="MsoNormal" align="center" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:center;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-mso-ansi-language: EN-US;mso-bidi-language:AR-EGfont-family:Calibri;"><span style="color:#003300;">Seseorang yang melakukan ibadah haji rasanya tidak afdlal jika tidak berziarah ke makam Nabi SAW. Ziarah ke makam Nabi SAW merupakan bentuk </span><i><span style="color:#003300;">taqarrub</span></i><span style="color:#003300;"> kepada Allah SWT yang sangat mulia. Hal itu telah disepakati oleh mayoritas kaum muslimin setiap masa hingga saat ini. </span></span></p><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><b><span lang="EN-US" style="mso-ascii-font-family: Calibri;mso-hansi-mso-ansi-language:EN-US;mso-bidi-language: AR-EGfont-family:Calibri;"><o:p><span style="color:#003300;"> </span></o:p></span></b><b><span lang="EN-US" style="mso-ascii-font-family: Calibri;mso-hansi-mso-ansi-language:EN-US;mso-bidi-language: AR-EGfont-family:Calibri;"><span style="color:#003300;">Hujah-Hujah Kesunahan Ziarah ke Makam Nabi SAW</span></span></b></p><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm; margin-bottom:0cm;margin-left:14.2pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space:auto; text-align:justify;text-indent:-14.2pt;mso-list:l0 level1 lfo1;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="mso-ascii-font-family: Calibri;mso-fareast-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri; mso-bidi-mso-ansi-language:EN-US;mso-bidi-language:AR-EGfont-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore"><span style="color:#003300;">1.</span><span style="'font:7.0pt"><span style="color:#003300;"> </span></span></span></span><span lang="EN-US" style="mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-mso-ansi-language: EN-US;mso-bidi-language:AR-EGfont-family:Calibri;"><span style="color:#003300;">Kesunahan ziarah ke makam Nabi SAW secara umum termasuk dalam kesunahan untuk berziarah kubur. Hal itu sebagaimana yang telah dilakukan oleh Nabi SAW sendiri, bahwa beliau tiap malam selalu pergi untuk berziarah ke pemakaman Baqi'. Beliau mengucapkan salam kepada para penghuni pemakaman Baqi', kemudian mendoakan dan memintakan ampun untuk mereka. Kisah itu banyak dituturkan dalm hadits-hadits shahih.</span><a style="mso-footnote-id:ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn1" name="_ftnref1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'line-height:;font-size:11.0pt;"><span style="color:#003300;">[1]</span></span></span></span></span></a><span style="color:#003300;"> Dan sudah maklum bagi kita bahwa makam Rasulullah SAW juga termasuk di dalamnya, bahkan lebih utama untuk diziarahi, sehingga berziarah ke makam Nabi juga berlaku hukum semacam itu, yaitu sunah.</span></span></p><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm; margin-bottom:0cm;margin-left:14.2pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space:auto; text-align:justify;text-indent:-14.2pt;mso-list:l0 level1 lfo1;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="mso-ascii-font-family: Calibri;mso-fareast-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri; mso-bidi-mso-ansi-language:EN-US;mso-bidi-language:AR-EGfont-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore"><span style="color:#003300;">2.</span><span style="'font:7.0pt"><span style="color:#003300;"> </span></span></span></span><span lang="EN-US" style="mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-mso-ansi-language: EN-US;mso-bidi-language:AR-EGfont-family:Calibri;"><span style="color:#003300;">Kesunahan ziarah ke makam Nabi SAW juga berdasarkan ijma' para shahabat, tabi'in dan para ulama setelah mereka yang berziarah ke makam Nabi SAW.</span></span></p><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm; margin-bottom:0cm;margin-left:14.2pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space:auto; text-align:justify;text-indent:-14.2pt;mso-list:l0 level1 lfo1;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="mso-ascii-font-family: Calibri;mso-fareast-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri; mso-bidi-mso-ansi-language:EN-US;mso-bidi-language:AR-EGfont-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore"><span style="color:#003300;">3.</span><span style="'font:7.0pt"><span style="color:#003300;"> </span></span></span></span><span lang="EN-US" style="mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-mso-ansi-language: EN-US;mso-bidi-language:AR-EGfont-family:Calibri;"><span style="color:#003300;">Perbuatan mayoritas shahabat yang berziarah ke makam Nabi SAW. Di antara mereka adalah Shahabat Bilal RA, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dengan sanad yang </span><i><span style="color:#003300;">jayyid</span></i><span style="color:#003300;"> (baik) dan Ibnu Umar RA, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Malik dalam kitabnya </span><i><span style="color:#003300;">al-Muwaththa'</span></i><span style="color:#003300;">, juga Abu Ayyub, sebagaimana keterangan yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal RA.</span></span></p><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoListParagraphCxSpLast" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm; margin-bottom:0cm;margin-left:14.2pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space:auto; text-align:justify;text-indent:-14.2pt;mso-list:l0 level1 lfo1;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="mso-ascii-font-family: Calibri;mso-fareast-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri; mso-bidi-mso-ansi-language:EN-US;mso-bidi-language: AR-EGfont-family:Calibri;color:red;"><span style="mso-list:Ignore"><span style="color:#003300;">4.</span><span style="'font:7.0pt"><span style="color:#003300;"> </span></span></span></span><span lang="EN-US" style="mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi- mso-ansi-language:EN-US;mso-bidi-language:AR-EGfont-family:Calibri;color:red;"><span style="color:#003300;">Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad RA dengan sanad yang shahih. Ketika Rasulullah SAW mengutus Shahabat Mu'adz bin Jabal ke Yaman, beliau keluar bersama Shahabat Mu'adz sambil berwasiat kepadanya. Waktu itu Shahabat Mu'adz menunggangi kendaraannya, sedangkan Rasulullah SAW berjalan di bawah kendaraan yang ditunggangi Shahabat Mu'adz. Kemudian Rasulullah SAW bersabda: </span><i><span style="color:#003300;">"Wahai Mu'adz, barangkali engkau tidak akan bertemu lagi dengan aku setelah tahunku ini, atau barang kali engkau akan melewati masjidku ini dan kuburku." </span></i><span style="color:#003300;">Shahabat Mu'adz lalu menangis karena sangat sedih akan berpisah dengan Rasulullah SAW.</span><a style="mso-footnote-id:ftn2" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn2" name="_ftnref2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'line-height:;font-size:11.0pt;"><span style="color:#003300;">[2]</span></span></span></span></span></a><span style="mso-spacerun:yes"><span style="color:#003300;"> </span></span><span style="color:#003300;">Redaksi hadits tersebut seolah-olah merupakan pesan Nabi SAW kepada Shahabat Mu'adz agar beliau mengunjungi masjid dan makam Nabi SAW ketika beliau kembali ke Madinah.</span><a style="mso-footnote-id:ftn3" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn3" name="_ftnref3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'line-height:;font-size:11.0pt;"><span style="color:#003300;">[3]</span></span></span></span></span></a><span style="color:#003300;"></span></span></p><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-mso-ansi-language: EN-US;mso-bidi-language:AR-EGfont-family:Calibri;"><span style="color:#003300;">Dari keterangan di atas, maka jelaslah bagi kita bahwa ziarah ke makam Nabi SAW merupakan sesuatu yang disyariatkan dalam agama Islam.</span></span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><b><span lang="EN-US" style="mso-ascii-font-family: Calibri;mso-hansi-mso-ansi-language:EN-US;mso-bidi-language: AR-EGfont-family:Calibri;"><span style="color:#003300;">Analisis Hadits Tetang Keutamaan Ziarah ke Makam Nabi SAW</span></span></b></p><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-mso-ansi-language: EN-US;mso-bidi-language:AR-EGfont-family:Calibri;"><span style="color:#003300;">Ziarah ke makam Nabi SAW mempunyai faedah yang sangat besar sekali. Di antara faedah itu adalah orang yang berziarah ke makam Nabi seolah-olah ia telah berziarah kepada Nabi sewaktu beliau hidup, ia juga dijanjikan surga dan akan mendapatkan syafaat dari Rasulullah SAW. Dalam sebuah hadits disebutkan:</span></span></p><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoNormal" dir="RTL" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify"><span lang="AR-SA" style="'font-family:"><span style="color:#003300;">مَنْ زَارَنِي بَعْدَ مَوْتِي فَكَأَنَّمَا زَارَنِي فِي حَيَاتِي.</span></span></p><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><i><span lang="EN-US" style="'mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;"><span style="color:#003300;">"Barang siapa yang menziarahi aku setelah aku wafat, maka seolah-olah ia telah menziarahi aku ketika aku masih hidup." </span></span></i></p><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'mso-ascii-font-family:"><span style="color:#003300;">Dalam redaksi lain disebutkan:</span></span></p><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoNormal" dir="RTL" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify"><span lang="AR-SA" style="'font-family:"><span style="color:#003300;">وَمَنْ زَارَ قَبْرِي فَلَهُ الْجَنَّةُ.</span></span></p><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><i><span lang="EN-US" style="'mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;"><span style="color:#003300;">"Barang siapa yang berziarah ke makamku, maka surgalah baginya."</span></span></i></p><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;mso-bidi-font-family:"><span style="color:#003300;">Menurut al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani d</span></span><span lang="GSW-FR" style="'mso-ascii-;font-family:Calibri;"><span style="color:#003300;">ua hadits di atas sanadnya berbeda. Hadits pertama diriwayatkan oleh Imam al-Daruquthni dari jalur Harun Abi Qaza'ah, dari seorang laki-laki dari keluarga Hathib, dari Hathib, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: </span><i><span style="color:#003300;">"Barang siapa meziarahi aku setelah kematianku, maka seolah-olah ia telah meziarahi aku ketika aku masih hidup."</span></i><a style="mso-footnote-id:ftn4" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn4" name="_ftnref4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR" style="';font-size:11.0pt;"><span style="color:#003300;">[4]</span></span></span></span></span></a><span style="color:#003300;"> Dalam sanad hadits tersebut terdapat seorang laki-laki (rawi) yang tidak diketahui biografinya. Al-Daruquthni juga meriwayatkan dengan redaksi: </span><i><span style="color:#003300;">"Barang siapa yang melakukan ibadah haji, lalu berziarah ke kuburku setelah aku wafat, maka seolah-olah ia berziarah kepadaku ketika aku masih hidup."</span></i><a style="mso-footnote-id:ftn5" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn5" name="_ftnref5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR" style="';font-size:11.0pt;"><span style="color:#003300;">[5]</span></span></span></span></span></a><span style="color:#003300;"> Hadits tersebut juga diriwayatkan al-Thabrani</span><a style="mso-footnote-id:ftn6" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn6" name="_ftnref6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR" style="';font-size:11.0pt;"><span style="color:#003300;">[6]</span></span></span></span></span></a><span style="color:#003300;"> dan al-Fakihani</span><a style="mso-footnote-id:ftn7" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn7" name="_ftnref7" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR" style="'line-height:115%;font-family:font-size:11.0pt;"><span style="color:#003300;">[7]</span></span></span></span></span></a><span style="color:#003300;"> dari jalur Hafs bin Abi Dawud, dari Laits bin Abi Sulaim, dari Mujahid, dari Ibnu Umar. Juga diriwayatkan oleh Abu Ya'la dalam Musnadnya dan Ibnu 'Addi dalam al-Kamil</span></span><span lang="EN-US" style="'mso-ascii-;font-family:Calibri;"><span style="color:#003300;">.</span><a style="mso-footnote-id:ftn8" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn8" name="_ftnref8" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'line-height:;font-size:11.0pt;"><span style="color:#003300;">[8]</span></span></span></span></span></a></span></p><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="GSW-FR" style="'mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;mso-bidi-font-family:"><span style="color:#003300;">Dua jalur hadits di atas (Riwayat al-Daruquthni dan al-Thabrani) adalah dloif. Hafsh (Hafsh bin Abi Dawud) adalah Ibnu Sulaiman yang merupakan </span><i><span style="color:#003300;">dloif al-hadits</span></i><span style="color:#003300;"> (perawi hadits dlaif), walaupun Imam Ahmad mengatakan bahwa ia adalah </span><i><span style="color:#003300;">shalih</span></i><span style="color:#003300;">.</span><a style="mso-footnote-id:ftn9" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn9" name="_ftnref9" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR" style="';font-size:11.0pt;"><span style="color:#003300;">[9]</span></span></span></span></span></a><span style="color:#003300;"> Adapun riwayat al-Thabrani terdapat rawi yang tidak diketahui biografinya. Hadits itu juga diriwayatkan oleh al-Uqaili dalam </span><i><span style="color:#003300;">al-Dlu'afa' al-Kabir</span></i><span style="color:#003300;"> dari hadits Ibnu Abbas dan Ibnu Umar.</span><a style="mso-footnote-id:ftn10" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn10" name="_ftnref10" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR" style="';font-size:11.0pt;"><span style="color:#003300;">[10]</span></span></span></span></span></a><span style="color:#003300;"> Dalam sanad tersebut terdapat Fadlalah bin Sa'id yang dloif. </span></span></p><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="GSW-FR" style="'mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;mso-bidi-font-family:"><span style="color:#003300;">Hadits kedua diriwayatkan oleh al-Daruqutni dari jalur Musa bin Hilal al-'Abdi, dari Ubaidillah bin Umar, dari Nafi', dari Ibnu Umar, dengan redaksi:</span></span></p><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoNormal" dir="RTL" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify"><span lang="AR-SA" style="'font-family:"><span style="color:#003300;">مَنْ زَارَ قَبْرِيْ وَجَبَتْ لَهُ شَفَاعَتِيْ</span></span><span lang="AR-SA" style="'font-family:"><span style="color:#003300;">.</span></span></p><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><i><span lang="EN-US" style="'mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;"><span style="color:#003300;">"Barang siapa menziarahi kuburku, maka wajib baginya memperoleh syafaatku."</span><a style="mso-footnote-id:ftn11" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn11" name="_ftnref11" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><b style="mso-bidi-font-weight:normal"><span lang="EN-US" style="'line-height:115%;font-family:font-size:11.0pt;"><span style="color:#003300;">[11]</span></span></b></span></span></span></a></span></i></p><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;mso-bidi-font-family:"><span style="color:#003300;">Imam </span></span><span lang="GSW-FR" style="'mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;mso-bidi-font-family:"><span style="color:#003300;">Abu Hatim mengatakan bahwa Musa bin Hilal adalah </span></span><i><span lang="EN-US" style="'mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;"><span style="color:#003300;">m</span></span></i><i><span lang="GSW-FR" style="'mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;"><span style="color:#003300;">ajhul</span></span></i><span lang="GSW-FR" style="'mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;mso-bidi-font-family:"><span style="color:#003300;"> (yakni </span><i><span style="color:#003300;">majhul al-adalah</span></i></span><i><span lang="EN-US" style="'mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;"><span style="color:#003300;">, </span></span></i><span lang="EN-US" style="'mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;"><span style="color:#003300;">tidak diketahui keadilannya</span></span><span lang="GSW-FR" style="'mso-ascii-font-family:"><span style="color:#003300;">),</span></span><span lang="GSW-FR" style="'mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;"><span style="color:#003300;"> </span></span><span lang="GSW-FR" style="'mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;"><span style="color:#003300;">sedangkan rawi-rawi yang lain adalah tsiqat. Ibnu Khuzaimah juga meriwayatkan hadits ini dari jalur tersebut.</span></span></p><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="'mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;mso-bidi-font-family:"><span style="color:#003300;">Al-Hafidz a</span></span><span lang="GSW-FR" style="'mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;"><span style="color:#003300;">l-Bazzar dalam </span><i><span style="color:#003300;">Kasyf al-Astar</span></i><span style="color:#003300;"> juga meriwayatkan dari jalur Zaid bin Aslam, dari Ibnu Umar sebagaimana yang diungkapkan </span></span><span lang="EN-US" style="'mso-ascii-;font-family:Calibri;"><span style="color:#003300;">al-Hafidz </span></span><span lang="GSW-FR" style="'mso-ascii-font-family:"><span style="color:#003300;">al-Haitsami dalam </span><i><span style="color:#003300;">Majma' al-Zawaid</span></i><span style="color:#003300;">. Dalam sanadnya terdapat Abdullah bin Ibrahim al-Ghifari yang merupakan rawi dloif.</span></span></p><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="GSW-FR" style="'mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;mso-bidi-font-family:"><span style="color:#003300;">Al-Baihaqi juga meriwayatkannya dari hadits Abi Dawud al-Thayalisi, dari Sawwar bin Maimun, dari seorang laki-laki dari keluarga Umar, dari Umar dengan redaksi: </span><i><span style="color:#003300;">"Barang siapa menziarahi kuburku, maka aku akan menjadi penolong baginya."</span></i><a style="mso-footnote-id:ftn12" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn12" name="_ftnref12" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR" style="';font-size:11.0pt;"><span style="color:#003300;">[12]</span></span></span></span></span></a><span style="color:#003300;"> Lalu al-Baihaqi mengatakan bahwa dalam sanad hadits tersebut terdapat rawi yang tidak diketahui identitasnya.</span></span><span lang="GSW-FR" style="'mso-ascii-font-family:"><span style="color:#003300;"> </span></span><span lang="GSW-FR" style="'mso-ascii-font-family:"><span style="color:#003300;">Berkaitan dengan hal ini al-Baihaqi dalam </span><i><span style="color:#003300;">Syu'ab al-Iman</span></i><span style="color:#003300;"> juga meriwayatkan hadits dari jalur Muhammad bin Ismail bin Abi Fudaik, dari Abu al-Mutsanna Sulaiman bin Yazid al-Ka'bi, dari Anas bin Malik</span></span><span lang="EN-US" style="'mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;mso-bidi-font-family:"><span style="color:#003300;">.</span><a style="mso-footnote-id:ftn13" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn13" name="_ftnref13" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="'line-height:;font-size:11.0pt;"><span style="color:#003300;">[13]</span></span></span></span></span></a></span></p><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="GSW-FR" style="'mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;mso-bidi-font-family:"><span style="color:#003300;">Setelah menganalisis hadits </span></span><span lang="EN-US" style="'mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;mso-bidi-font-family:"><span style="color:#003300;">di atas</span></span><span lang="GSW-FR" style="'mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;mso-bidi-font-family:"><span style="color:#003300;"> dari berbagai sanad, maka al-Hafidz Ibnu Hajar menyimpulkan bahwa semua jalur sanad hadits </span></span><span lang="EN-US" style="'mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;mso-bidi-font-family:"><span style="color:#003300;">tersebut</span></span><span lang="GSW-FR" style="'mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;mso-bidi-font-family:"><span style="color:#003300;"> adalah dlaif</span></span><span lang="EN-US" style="'mso-ascii-font-family:"><span style="color:#003300;">.</span></span><span lang="EN-US" style="'mso-ascii-font-family:"><span style="color:#003300;"> </span></span><span lang="GSW-FR" style="'mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:"><span style="color:#003300;">Akan tetapi Imam Abu Ali bin al-Sakani menshahihkannya dari jalur Ibnu Umar ketika menuturkannya dalam kitab </span><i><span style="color:#003300;">al-Sunan al-Shihah</span></i><span style="color:#003300;">, lalu Imam Abdul Haq juga meshahihkannya dalam </span><i><span style="color:#003300;">al-Ahkam al-Wustha</span></i><span style="color:#003300;">. Demikian juga Imam Taqiyuddin al-Subuki dengan memandang banyaknya jalur.</span><a style="mso-footnote-id:ftn14" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn14" name="_ftnref14" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR" style="';font-size:11.0pt;"><span style="color:#003300;">[14]</span></span></span></span></span></a></span></p><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="GSW-FR" style="mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;"><span style="color:#003300;">Maka jelaslah </span></span><span lang="EN-US" style="mso-ascii-font-family:Calibri; mso-hansi-mso-ansi-language:EN-USfont-family:Calibri;"><span style="color:#003300;">dari analisis di atas </span></span><span lang="GSW-FR" style="mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;"><span style="color:#003300;">bahwa hadits-hadits tersebut walaupun sanadnya dlaif akan tetapi saling menguatkan antara satu dengan yang lainnya sehingga naik statusnya menjadi </span><i><span style="color:#003300;">hasan lighairih</span></i><span style="color:#003300;">.</span></span></p><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-indent:14.2pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="GSW-FR" style="mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;"><span style="color:#003300;">Perlu diketahui bahwa hadits-hadits yang derajatnya dibawah </span><i><span style="color:#003300;">shahih lidzatihi</span></i><span style="color:#003300;">, seperti </span><i><span style="color:#003300;">shahih lighairihi, hasan lidzatihi dan hasan lighairihi</span></i><span style="color:#003300;"> juga bisa dijadikan sebagai hujjah suatu amalan. Dan kalau kita teliti bahwa hadits Ziarah Nabi SAW minimal termasuk dalam kategori </span><i><span style="color:#003300;">hasan lighairihi</span></i><span style="color:#003300;"> </span><i><span style="color:#003300;">alladzi yuhtajju bihi</span></i><span style="color:#003300;"> (yang dapat digunakan sebagi hujjah suatu amalan). Imam al-Sakhawi dalam </span><i><span style="color:#003300;">Fath al-Mughits</span></i><span style="color:#003300;">nya berkata: </span><i><span style="color:#003300;">“Sesungguhnya hasan lighairihi disamakan dengan hadits yang bisa dijadikan sebagai hujjah, akan tetapi hal itu berlaku pada hadits yang jalurnya banyak. Oleh karena itu Imam Nawawi berkata dalam sebagian hadits: “Hadits-hadits ini walaupun sanad-sanadnya dlaif, maka berkumpulnya sanad-sanad tersebut menyebabkan sebagian hadits menguatkan sebagian yang lain dan jadilah hadits tersebut sebagai hadits hasan yang bisa dijadikan sebagai hujjah.”</span></i><span style="color:#003300;"> Imam Nawawi juga berkata: </span><i><span style="color:#003300;">”Hadits dlaif ketika jalurnya terbilang (banyak) maka derajatnya naik dari dlaif menjadi hasan. Maka jadilah hadits tersebut sebagai hadits yang maqbul (diterima) dan diamalkan.”</span></i><span style="color:#003300;"> Hal itu juga telah disampaikan lebih dahulu oleh Imam al-Baihaqi, beliau menguatkan hadits-hadits dlaif karena berasal dari jalur yang banyak.</span><a style="mso-footnote-id:ftn15" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn15" name="_ftnref15" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR" style="';font-size:11.0pt;"><span style="color:#003300;">[15]</span></span></span></span></span></a></span><span lang="GSW-FR" style="mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi- mso-ansi-language:EN-USfont-family:Calibri;"><span style="color:#003300;"></span></span></p><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoFootnoteText" style="text-align:justify;text-indent:14.2pt; line-height:115%;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="GSW-FR" style="'line-height:115%;mso-ascii-font-family:Calibri;font-size:11.0pt;"><span style="color:#003300;">Hadits </span><i><span style="color:#003300;">hasan lighairihi</span></i><span style="color:#003300;"> adalah hadits dlaif ketika jalurnya terbilang (banyak) dan sebab kedlaifannya bukan karena kefasikan atau dustanya rawi. Mengenai hadits-hadits tersebut Imam al-Dhahabi berkata: </span><i><span style="color:#003300;">"Jalur sanad-sanad hadits tersebut adalah lemah yang sebagian menguatkan terhadap sebagian yang lain dan para perawinya tidak ada yang dituduh berdusta (muttaham bil kidzb).</span></i><a style="mso-footnote-id:ftn16" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn16" name="_ftnref16" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR" style="';font-size:11.0pt;"><span style="color:#003300;">[16]</span></span></span></span></span></a><span style="color:#003300;"></span></span></p><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoFootnoteText" style="text-align:justify;text-indent:14.2pt; line-height:115%;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="GSW-FR" style="'line-height:115%;mso-ascii-font-family:Calibri;font-size:11.0pt;"><span style="color:#003300;">Dari definisi </span></span><span lang="GSW-FR" style="'line-height:115%;font-size:11.0pt;"><span style="color:#003300;">tersebut </span></span><span lang="GSW-FR" style="'line-height:115%;mso-ascii-font-family:Calibri;font-size:11.0pt;"><span style="color:#003300;">dapat diambil kesimpulan bahwa hadits dlaif derajatnya bisa naik menjadi hasan karena dua </span></span><span lang="EN-US" style="'line-height:115%;font-size:11.0pt;"><span style="color:#003300;">hal</span></span><span lang="GSW-FR" style="'line-height:115%;mso-ascii-font-family:Calibri;font-size:11.0pt;"><span style="color:#003300;">:</span></span></p><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoFootnoteText" style="margin-left:14.2pt;text-align:justify; text-indent:-14.2pt;line-height:115%;mso-list:l1 level1 lfo2;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span lang="EN-US" style="line-height:115%;mso-ascii-font-family:Calibri;mso-fareast-font-family: Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;mso-bidi-mso-ansi-language: EN-USfont-family:Calibri;font-size:11.0pt;"><span style="mso-list:Ignore"><span style="color:#003300;">1.</span><span style="'font:7.0pt"><span style="color:#003300;"> </span></span></span></span><span lang="EN-US" style="'line-height:115%;mso-ascii-font-family:Calibri;font-size:11.0pt;"><span style="color:#003300;">D</span></span><span lang="GSW-FR" style="';font-size:11.0pt;"><span style="color:#003300;">iriwayatkan dari jalur lain satu atau lebih, baik jalur yang lain itu sama kualitasnya atau lebih kuat. </span></span></p><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoFootnoteText" style="margin-left:14.2pt;text-align:justify; text-indent:-14.2pt;line-height:115%;mso-list:l1 level1 lfo2;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span lang="GSW-FR" style="line-height:115%;mso-ascii-font-family:Calibri;mso-fareast-font-family: Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;mso-bidi-font-family:Calibri;font-size:11.0pt;"><span style="mso-list:Ignore"><span style="color:#003300;">2.</span><span style="'font:7.0pt"><span style="color:#003300;"> </span></span></span></span><span lang="EN-US" style="'line-height:115%;mso-ascii-font-family:Calibri;font-size:11.0pt;"><span style="color:#003300;">K</span></span><span lang="GSW-FR" style="';font-size:11.0pt;"><span style="color:#003300;">edlaifan hadits disebabkan adakalanya karena buruknya hafalan rawi, terputus dari sanadnya atau biografi rawi yang tidak diketahui.</span><a style="mso-footnote-id:ftn17" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn17" name="_ftnref17" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR" style="'line-height:115%;font-family:font-size:11.0pt;"><span style="color:#003300;">[17]</span></span></span></span></span></a><span style="color:#003300;"></span></span></p><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoFootnoteText" style="text-align:justify;text-indent:14.2pt; line-height:115%;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span lang="GSW-FR" style="'line-height:115%;mso-ascii-font-family:Calibri;font-size:11.0pt;"><span style="color:#003300;">Kehujjahan hadits hasan lighairih juga telah difatwakan oleh Komisi Fatwa ulama Saudi Arabia yang pada waktu itu diketuai oleh Syeikh Abdul Azis bin Abdullah bin Baz.</span><a style="mso-footnote-id:ftn18" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftn18" name="_ftnref18" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR" style="';font-size:11.0pt;"><span style="color:#003300;">[18]</span></span></span></span></span></a></span></p><span style="color:#003300;"> </span><div style="mso-element:footnote-list"><span style="color:#003300;"> </span><span style="color:#003300;"> </span><hr align="left" width="33%" style="font-size:78%;"><span style="color:#003300;"> </span><span style="color:#003300;"> </span><div style="mso-element:footnote" id="ftn1"><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoFootnoteText" style="text-align:left;direction:ltr;unicode-bidi: embed"><a style="mso-footnote-id:ftn1" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref1" name="_ftn1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR" style="'line-height:115%;font-family:font-size:10.0pt;"><span style="color:#003300;">[1]</span></span></span></span></span></span></a><span lang="GSW-FR" dir="RTL" style="'font-family:"><span style="color:#003300;"> </span></span><i><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US"><span style="color:#003300;">Shahih Muslim</span></span></i><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US"><span style="color:#003300;">, no. 2299, </span><i><span style="color:#003300;">Shahih Ibnu Hibban</span></i><span style="color:#003300;">, no. 3172 dll.</span></span></p><span style="color:#003300;"> </span></div><span style="color:#003300;"> </span><div style="mso-element:footnote" id="ftn2"><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoFootnoteText" style="text-align:left;direction:ltr;unicode-bidi: embed"><a style="mso-footnote-id:ftn2" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref2" name="_ftn2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR" style="'line-height:115%;font-family:font-size:10.0pt;"><span style="color:#003300;">[2]</span></span></span></span></span></span></a><span lang="GSW-FR" dir="RTL" style="'font-family:"><span style="color:#003300;"> </span></span><i><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US"><span style="color:#003300;">Musnad Imam Ahmad bin Hanbal</span></span></i><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US"><span style="color:#003300;">, no. 22105.</span></span></p><span style="color:#003300;"> </span></div><span style="color:#003300;"> </span><div style="mso-element:footnote" id="ftn3"><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoFootnoteText" style="text-align:left;direction:ltr;unicode-bidi: embed"><a style="mso-footnote-id:ftn3" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref3" name="_ftn3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR" style="'line-height:115%;font-family:font-size:10.0pt;"><span style="color:#003300;">[3]</span></span></span></span></span></span></a><span lang="GSW-FR" dir="RTL" style="'font-family:"><span style="color:#003300;"> </span></span><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US"><span style="color:#003300;">Said Ramdhan al-Buthy, </span><i><span style="color:#003300;">Fiqh Sirah</span></i><span style="color:#003300;">. Beirut: Dar al-Fikr, 475.</span></span></p><span style="color:#003300;"> </span></div><span style="color:#003300;"> </span><div style="mso-element:footnote" id="ftn4"><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoFootnoteText" style="text-align:left;direction:ltr;unicode-bidi: embed"><a style="mso-footnote-id:ftn4" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref4" name="_ftn4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR" style="'line-height:115%;font-family:font-size:10.0pt;"><span style="color:#003300;">[4]</span></span></span></span></span></span></a><span lang="GSW-FR" dir="RTL" style="'font-family:"><span style="color:#003300;"> </span></span><i><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US"><span style="color:#003300;">Sunan al-Daruquthni</span></span></i><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US"><span style="color:#003300;">, no. 193.</span></span></p><span style="color:#003300;"> </span></div><span style="color:#003300;"> </span><div style="mso-element:footnote" id="ftn5"><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoFootnoteText" style="text-align:left;direction:ltr;unicode-bidi: embed"><a style="mso-footnote-id:ftn5" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref5" name="_ftn5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR" style="'line-height:115%;font-family:font-size:10.0pt;"><span style="color:#003300;">[5]</span></span></span></span></span></span></a><span lang="GSW-FR" dir="RTL" style="'font-family:"><span style="color:#003300;"> </span></span><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US"><span style="color:#003300;">Ibid., no. 192.</span></span></p><span style="color:#003300;"> </span></div><span style="color:#003300;"> </span><div style="mso-element:footnote" id="ftn6"><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoFootnoteText" style="text-align:left;direction:ltr;unicode-bidi: embed"><a style="mso-footnote-id:ftn6" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref6" name="_ftn6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR" style="'line-height:115%;font-family:font-size:10.0pt;"><span style="color:#003300;">[6]</span></span></span></span></span></span></a><span lang="GSW-FR" dir="RTL" style="'font-family:"><span style="color:#003300;"> </span></span><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US"><span style="color:#003300;">Al-Thabrani, </span><i><span style="color:#003300;">al-Mu'jam al-Kabir</span></i><span style="color:#003300;">, no. 13497</span></span><span lang="EN-US" dir="RTL" style="'font-family:"><span style="color:#003300;"> </span></span><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US;mso-bidi-language:AR-EG"><span style="mso-spacerun:yes"><span style="color:#003300;"> </span></span><span style="color:#003300;">dan Mu'jam al-Ausath, no. 287.</span></span></p><span style="color:#003300;"> </span></div><span style="color:#003300;"> </span><div style="mso-element:footnote" id="ftn7"><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoFootnoteText" style="text-align:left;direction:ltr;unicode-bidi: embed"><a style="mso-footnote-id:ftn7" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref7" name="_ftn7" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR" style="'line-height:115%;font-family:font-size:10.0pt;"><span style="color:#003300;">[7]</span></span></span></span></span></span></a><span lang="GSW-FR" dir="RTL" style="'font-family:"><span style="color:#003300;"> </span></span><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US"><span style="color:#003300;">Al-Fakihani, Akhbar al-Makkah, no. 901.</span></span></p><span style="color:#003300;"> </span></div><span style="color:#003300;"> </span><div style="mso-element:footnote" id="ftn8"><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoFootnoteText" style="text-align:left;direction:ltr;unicode-bidi: embed"><a style="mso-footnote-id:ftn8" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref8" name="_ftn8" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR" style="'line-height:115%;font-family:font-size:10.0pt;"><span style="color:#003300;">[8]</span></span></span></span></span></span></a><span lang="GSW-FR" dir="RTL" style="'font-family:"><span style="color:#003300;"> </span></span><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US"><span style="color:#003300;">Ibnu 'Addi, al-Kamil fi Dlu'afat al-Rijal, no. 1834. </span></span></p><span style="color:#003300;"> </span></div><span style="color:#003300;"> </span><div style="mso-element:footnote" id="ftn9"><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoFootnoteText" style="text-align:left;direction:ltr;unicode-bidi: embed"><a style="mso-footnote-id:ftn9" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref9" name="_ftn9" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR" style="'line-height:115%;font-family:font-size:10.0pt;"><span style="color:#003300;">[9]</span></span></span></span></span></span></a><span lang="GSW-FR" dir="RTL" style="'font-family:"><span style="color:#003300;"> </span></span><span lang="GSW-FR"><span style="color:#003300;">Imam Ahmad mentsiqahkannya dan didloifkan oleh para imam yang lain. (Majma' al-Zawaid: 3/666.)</span></span></p><span style="color:#003300;"> </span></div><span style="color:#003300;"> </span><div style="mso-element:footnote" id="ftn10"><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoFootnoteText" style="text-align:left;direction:ltr;unicode-bidi: embed"><a style="mso-footnote-id:ftn10" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref10" name="_ftn10" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR" style="'line-height:115%;font-family:font-size:10.0pt;"><span style="color:#003300;">[10]</span></span></span></span></span></span></a><span lang="GSW-FR" dir="RTL" style="'font-family:"><span style="color:#003300;"> </span></span><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US"><span style="color:#003300;">Al-Uqaili, al-Dlu'afa' al-Kabir, no. 1664 dan 1920 dengan redaksi yang berbeda.</span></span></p><span style="color:#003300;"> </span></div><span style="color:#003300;"> </span><div style="mso-element:footnote" id="ftn11"><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoFootnoteText" style="text-align:left;direction:ltr;unicode-bidi: embed"><a style="mso-footnote-id:ftn11" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref11" name="_ftn11" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR" style="'line-height:115%;font-family:font-size:10.0pt;"><span style="color:#003300;">[11]</span></span></span></span></span></span></a><span lang="GSW-FR" dir="RTL" style="'font-family:"><span style="color:#003300;"> </span></span><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US"><span style="color:#003300;">Sunan al-Daruquthni, no. 194.</span></span></p><span style="color:#003300;"> </span></div><span style="color:#003300;"> </span><div style="mso-element:footnote" id="ftn12"><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoFootnoteText" style="text-align:left;direction:ltr;unicode-bidi: embed"><a style="mso-footnote-id:ftn12" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref12" name="_ftn12" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR" style="'line-height:115%;font-family:font-size:10.0pt;"><span style="color:#003300;">[12]</span></span></span></span></span></span></a><span lang="GSW-FR" dir="RTL" style="'font-family:"><span style="color:#003300;"> </span></span><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US"><span style="color:#003300;">Al-Baihaqi, al-Sunan al-Baihaqi, no. 10572.</span></span></p><span style="color:#003300;"> </span></div><span style="color:#003300;"> </span><div style="mso-element:footnote" id="ftn13"><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoFootnoteText" style="text-align:left;direction:ltr;unicode-bidi: embed"><a style="mso-footnote-id:ftn13" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref13" name="_ftn13" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR" style="'line-height:115%;font-family:font-size:10.0pt;"><span style="color:#003300;">[13]</span></span></span></span></span></span></a><span lang="GSW-FR" dir="RTL" style="'font-family:"><span style="color:#003300;"> </span></span><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US"><span style="color:#003300;">Al-Baihaqi, Syu'ab al-Iman, no. 4157 dan 4158 dengan redaksi yang berbeda.</span></span></p><span style="color:#003300;"> </span></div><span style="color:#003300;"> </span><div style="mso-element:footnote" id="ftn14"><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: left;line-height:normal;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id: ftn14" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref14" name="_ftn14" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR" style="'line-height:115%;font-family:font-size:11.0pt;"><span style="color:#003300;">[14]</span></span></span></span></span></span></a><span lang="GSW-FR" dir="RTL" style="'font-family:"><span style="color:#003300;"> </span></span><span lang="GSW-FR" style="'font-size:"><span style="color:#003300;">Ibnu Hajar al-Asqalani</span></span><span lang="EN-US" style="'mso-bidi-font-family:;font-size:10.0pt;"><span style="color:#003300;">,</span></span><span lang="EN-US" style="';font-size:10.0pt;"><span style="color:#003300;"> </span></span><i><span lang="GSW-FR" style="'mso-bidi-font-family:;font-size:10.0pt;"><span style="color:#003300;">al-Talkhish al-Habir fi Takhrij Ahadits al-Rafi'i al-Kabir</span></span></i><span lang="GSW-FR" style="'mso-bidi-font-family:;font-size:10.0pt;"><span style="color:#003300;">: 2/568.</span></span></p><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoFootnoteText" style="text-align:left;direction:ltr;unicode-bidi: embed"><a style="mso-footnote-id:ftn15" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref15" name="_ftn15" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR" style="'line-height:115%;font-family:font-size:10.0pt;"><span style="color:#003300;">[15]</span></span></span></span></span></span></a><span lang="GSW-FR" dir="RTL" style="'font-family:"><span style="color:#003300;"> </span></span><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US"><span style="color:#003300;">Jamaluddin al-Qasimi, </span></span><i><span lang="GSW-FR"><span style="color:#003300;">Qawaid al-Tahdits</span></span></i><span lang="GSW-FR"><span style="color:#003300;">: 1/66</span></span></p></div><div style="mso-element:footnote" id="ftn15"><span style="color:#003300;"> </span></div><span style="color:#003300;"> </span><div style="mso-element:footnote" id="ftn16"><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoFootnoteText" style="text-align:left;direction:ltr;unicode-bidi: embed"><a style="mso-footnote-id:ftn16" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref16" name="_ftn16" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR" style="'line-height:115%;font-family:font-size:10.0pt;"><span style="color:#003300;">[16]</span></span></span></span></span></span></a><span lang="GSW-FR" dir="RTL" style="'font-family:"><span style="color:#003300;"> </span></span><span lang="GSW-FR"><span style="color:#003300;">Lihat penjelasannya dalam Fatawi al-Azhar: 8/106.</span></span></p><span style="color:#003300;"> </span></div><span style="color:#003300;"> </span><div style="mso-element:footnote" id="ftn17"><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoFootnoteText" style="text-align:left;direction:ltr;unicode-bidi: embed"><a style="mso-footnote-id:ftn17" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref17" name="_ftn17" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR" style="'line-height:115%;font-family:font-size:10.0pt;"><span style="color:#003300;">[17]</span></span></span></span></span></span></a><span lang="GSW-FR" dir="RTL" style="'font-family:"><span style="color:#003300;"> </span></span><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US"><span style="color:#003300;">Mahmud al-Thahan, Taysir Musthalah al-Hadits, 43.</span></span></p><span style="color:#003300;"> </span></div><span style="color:#003300;"> </span><div style="mso-element:footnote" id="ftn18"><span style="color:#003300;"> </span><p class="MsoFootnoteText" style="text-align:left;direction:ltr;unicode-bidi: embed"><a style="mso-footnote-id:ftn18" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7082093865179016992#_ftnref18" name="_ftn18" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="GSW-FR" style="'line-height:115%;font-family:font-size:10.0pt;"><span style="color:#003300;">[18]</span></span></span></span></span></span></a><span lang="GSW-FR" dir="RTL" style="'font-family:"><span style="color:#003300;"> </span></span><i><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US"><span style="color:#003300;">Fatawi al-Lajnah al-Daimah al-Majmu'ah al-Ula</span></span></i><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language:EN-US"><span style="color:#003300;">: 4/369. </span></span></p> </div> </div><p></p><p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" align="center" dir="RTL" style="margin-top: 0cm;margin-right:54.0pt;margin-bottom:0cm;margin-left:0cm;margin-bottom:.0001pt; mso-add-space:auto;text-align:center"><div style="mso-element:footnote" id="ftn18"> </div>Muhammad Khudhori al-Tsubutyhttp://www.blogger.com/profile/08210992279515824306noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7082093865179016992.post-65168235827129645832009-10-05T08:58:00.000-07:002009-10-05T09:06:38.603-07:00Mushafahah Setelah Shalat<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh8keN2Woy9RHN7Y5V2HZ2XmM2AbCSiFiKic2sOIjuPAf2yUKYpKfLOeXe_49FZbS3KnL3XRHdbdaYLO9M1bJFPs3hPY_yVQRMhISH0f1zo0EIu5L9ZO_iE5mNkyP83CpJDSGX-Rx6S7wg/s1600-h/salaman.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 300px; height: 294px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh8keN2Woy9RHN7Y5V2HZ2XmM2AbCSiFiKic2sOIjuPAf2yUKYpKfLOeXe_49FZbS3KnL3XRHdbdaYLO9M1bJFPs3hPY_yVQRMhISH0f1zo0EIu5L9ZO_iE5mNkyP83CpJDSGX-Rx6S7wg/s320/salaman.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5389147951272354386" /></a><br /><div align="justify">Mushafahah atau berjabat tangan sudah menjadi kebiasaan yang kita lakukan ketika kita bertemu dengan saudara kita. Hukum asal mushafahah (berjabat tangan) antara seorang muslim dengan saudara muslim yang lain ketika bertemu adalah sunnah. Demikian itu untuk mempererat rasa kasih sayang di antara sesama muslim, memuliakan dan menguatkan tali silaturrahmi di antara mereka. Beberapa hadits telah menyebutkan bahwa mushafahah merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh para shahabat. Sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan yang lainnya. Suatu ketika Imam Qatadah RA pernah bertanya kepada Shahabat Anas bin Malik RA: "Adakah mushafahah terjadi pada shahabat Rasulillah SAW?" Maka shahabat Anas berkata: "Ya." [H.R. Bukhari]. Rasulullah SAW juga telah menetapkannya, bahkan beliau juga menyukainya. Hal itu dibuktikan dengan sabda beliau: "Tidaklah dua orang muslim yang bertemu, kemudian berjabat tangan kecuali keduanya diampuni (dosa-dosanya) sebelum keduanya berpisah." [H.R. Abu Dawud dan al-Tirmidzi, beliau mengatakan hadits ini adalah hasan.] Rasulullah SAW juga bersabda: "Sesungguhnya seorang mukmin ketika bertemu mukmin yang lain, kemudian mengucapkan salam dan berjabat tangan, maka berserakanlah dosa-dosa keduanya, sebagaimana daun-daun pepohonan yang berserakan." [H.R. al-Thabrani]. Beliau SAW juga bersabda: "Sesungguhnya seorang muslim ketika bertemu dengan saudaranya, kemudian menjabat tangannya, maka gugurlah dosa-dosa keduanya, sebagaimana daun kering yang berguguran tertiup angin topan. Apabila tidak, maka keduanya diampuni, walaupun dosanya seperti buih yang ada di lautan." [H.R. al-Thabrani dengan sanad yang hasan]. <br />Mushafahah yang biasa kita lakukan setelah shalat berjamaah memang tidak pernah diketahui terjadi pada zaman Nabi SAW. Hal itu terjadi dan muncul setelah Rasulullah SAW wafat. <br />Terjadi perbedaan pendapat di antara para ulama mengenai perbuatan ini yang tidak terjadi pada zaman Nabi SAW dan para shahabatnya. Sebagian ulama mengatakan hal itu adalah bid'ah yang tercela berdasar pada sabda Nabi SAW: "Setiap bid'ah adalah sesat." Sebagian ulama yang lain mengatakan hal itu memang bid'ah, akan tetapi tidak bisa dikatakan sebagai bid'ah yang tercela, lebih-lebih sesat, karena tidak ada larangan mengenai hal itu. Dan lagi banyak perkara-perkara baik yang muncul setelah wafatnya Nabi SAW, namun hal itu menjadi kebutuhan manusia, sehingga mereka mengerjakan dan memeliharanya.<br />Dalam kitab Ghidza' al-Albab oleh Imam al-Safarini dijelaskan bahwa Imam Ibnu Taimiyah pernah ditanya tentang hukum berjabat tangan (mushafahah) setelah mengerjakan shalat ashar dan shubuh, apakah yang demikian itu disunahkan atau tidak? Maka beliau menjawab bahwa hal itu adalah termasuk bid'ah yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW dan tidak ada seorang ulama'pun yang mengatakan bahwa hal itu adalah sunnah. <br />Di sisi lain Sulthanul Ulama Izzuddin bin Abdissalam (w. 660 H.) mengatakan bahwa hal itu merupakan bid'ah yang diperbolehkan. Dalam kitabnya Qawaid al-Ahkam pada bab bid'ah, beliau menjelaskan bahwa definisi bid'ah adalah perbuatan yang tidak diketahui pada zaman Rasulullah SAW. Kemudian beliau menjelaskan lagi, bahwa bid'ah itu terbagi menjadi lima, yaitu bid'ah wajib, bid'ah yang diharamkan, bid'ah yang disunnahkan, bid'ah yang dimakruhkan dan bid'ah yang diperbolehkan (mubah) seperti mushafahah (berjabat tangan) setelah shalat subuh dan ashar. <br />Lebih lanjut Imam al-Nawawi (w. 676 H.) mengatakan bahwa mushafahah yang biasa dilakukan orang-orang setelah shalat subuh dan ashar semacam ini tidak ada dasarnya, namun hal itu tidaklah masalah, karena hukum asal mushafahah adalah sunnah. Kemudian jika orang-orang mengerjakannya pada waktu-waktu tertentu dan mengabaikannya pada waktu-waktu yang lain tidaklah menyebabkan hal itu keluar dari hukum asal mushafahah yang telah ditetapkan oleh syara'. Jadi, menurut imam Nawawi mushafahah semacam itu tidaklah keluar dari hukum asal mushafahah yang sunnah. <br />Wal hasil, permasalahan mushafahah setelah shalat merupakan permasalahan khilafiyah. Sebagian ulama memperbolehkannya dan sebagian yang lain melarangnya. Semua pendapat itu merupakan hasil ijtihad mereka, jika benar akan mendapatkan dua pahala dan jika salah akan mendapatkan satu pahala atas ijtihadnya. Sehingga adanya perbedaan itu harus kita sikapi sebagai rahmat yang tidak perlu menyebabkan perpecahan, apalagi sampai menuduh kelompok yang lain sesat dan lain-lain. Allahumma wal 'iyadzu billah. <br /></div>Muhammad Khudhori al-Tsubutyhttp://www.blogger.com/profile/08210992279515824306noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7082093865179016992.post-23030914322926109722009-09-10T23:51:00.000-07:002009-09-10T23:58:47.748-07:00Rakernas III Al-Khidmah: DARI SUKOLILO UNTUK DUNIA<div align="justify"><strong>Sabtu</strong> pagi, 05 September 2009 antrian panjang terjadi di lobi Asrama Haji Sukolilo Surabaya. Mereka tampak antusias sekali difoto untuk dibuatkan ID card. Ya, hari itu sesuai dengan agenda akan dilangsungkan Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS) Al-Khidmah ke III yang agenda utamanya adalah membahas rencana Musyawarah Nasional (MUNAS) Al-Khidmah ke II.<br />Menurut keterangan Ketua Pelaksana, H. Agus Adib Fanani, Rakernas itu terpaksa diadakan dalam Bulan Ramadhan mengingat semakin dekatnya pelaksanaan Munas ke II, karena tidak mungkin jika Rakernas itu diadakan pada bulan Syawal, mengingat jadwal kegiatan Majlis Dzikir Dan Maulidurrasul SAW yang rutin diadakan oleh Jamaah Al-Khidmah pada Bulan Syawal yang akan datang sangat padat sekali, bahkan seluruh hari Ahad dalam Bulan Syawal sudah terisi dengan kegiatan. “Ahad ke 2 Majlis Dzikir di Singapura, Ahad ke 3 di Malaysia, Ahad ke 4 di Asmaraqandi Tuban dan Ahad ke 5 Insya Allah di Denpasar Bali”, terang Gus Adib.<br />Rakernas bertempat di hall Birr Ali lantai II, ruangan ber-AC dengan kapasitas 500 tempat duduk itu sudah tampak penuh ketika acara pembukaan dimulai tepat pukul 08.00, bahkan panitia terpaksa menambah kursi karena banyak peserta yang tidak kebagian tempat duduk.<br />Melihat daftar registrasi, peserta Rakernas adalah utusan Pengurus Al-Khidmah dari kabupaten/kota se-Jawa Timur, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Barat, DKI Jakarta dan luar jawa yang terdiri dari Ketua dan Wakil Ketua Al-Khidmah, Ketua dan Wakil Ketua Thariqah serta para imam khushushi. Dalam daftar registrasi terdapat pula utusan dari Singapura dan Presiden (Ketua Umum) Al-Khidmah dan Ketua Thariqah dari negeri jiran Malaysia.<br /><br /><strong>5 PILAR, WARISAN HADLROTUS SYAIKH RA.</strong><br />Acara Rakernas dibuka dengan pembacaan Surat Al-Fatihah yang dipimpin oleh Pengasuh Pondok Pesantren APIS Blitar yang juga Ketua Thariqah Qadiriyyah Wa Naqsyabandiyyah Al-Usmaniyyah Kabupaten Blitar, KH. Imam Suhrawardi. Selanjutnya dalam Sidang Pleno I yang materinya Pengesahan Jadwal Dan Tata Tertib Persidangan terpilih empat orang pimpinan sidang, yaitu: Bpk. Wisjnubroto Heruputranto SH, KH. Najib Zamzami, Bpk. Muntiarso dan Bpk. Drs. Imam Subekti.<br />Sidang Pleno II berisi pemaparan materi 5 PILAR yang didahului oleh uraian umum tentang 5 PILAR oleh Bpk. Wawan Setiawan SH. Mantan Ketua Ikatan Notaris Se-Indonesia selama dua periode yang sangat dekat dengan Hadlratus Syaikh sekaligus sebagai sesepuh Al-Khidmah ini memaparkan panjang lebar tentang apa itu 5 Pilar. <br />Inilah kutipan dari penjelasan tentang 5 PILAR yang disampaikan oleh Bpk. Wawan Setiawan SH:<br /><br /><strong>LIMA PILAR SOKOGURU TUNTUNAN DAN BIMBINGAN HADLRATUS SYAIKH ACHMAD ASRORI AL ISHAQI RA </strong></div><div align="justify"><br /><strong>A. PENGERTIAN</strong><br />1. Lima Pilar Utama merupakan dan menjadi SOKOGURU, tuntunan dan bimbingan, serta fatwa dan amanat wasiat Hadlratus Syaikh Achmad Asrori Al-Ishaqi, RA selaku mursyid - guru thoriqoh, terdiri dari 5 (lima) hal pokok, yang wajib untuk ditaati dan diamalkan oleh setiap dan segenap murid thariqah dan jama'ahnya, dengan mengikut contoh suritauladan beliau.<br />2. Lima Pilar Utama yang menjadi SOKOGURU tuntunan serta bimbingan Hadlratus Syaikh itu, meliputi dan terdiri dari:<br />1) hal yang berkenaan dengan al-Thariqah;<br />2) hal yang berkenaan dengan Pondok Pesantren Assalafi Al-Fithrah;<br />3) hal yang berkenaan dengan Yayasan Al-Khidmah Indonesia;<br />4) hal yang berkenaan dengan Perkumpulan Jama'ah Al-Khidmah;<br />5) hal yang berkenaan dengan Keluarga Hadlratus Syaikh Achmad Asrori Al-Ishaqi RA, yaitu istri serta putra-putri keturunannya.<br />3. Jamaah Thariqah al-Qadiriyyah Wa al-Naqsyabandiyyah, Pondok Pesantren Assalafi Al-Fithrah, Yayasan Al-Khidmah Indonesia, Perkumpulan Jama’ah Al-Khidmah dan Keluarga dihimpun dalam satu wadah bernama LIMA PILAR yang menjadi SOKO GURU penerus ajaran, tuntunan dan bimbingan Hadlratus Syaikh Achmad Asrori Al Ishaqi RA untuk melestarikan perjalanan, lelampahan dan perjuangan Beliau.<br /><br /><strong>B. MAKSUD DAN TUJUAN</strong> </div><div align="justify">Maksud ditetapkannya ke-5 (lima) pilar utama sebagai sokoguru tuntunan dan bimbingan Hadlratus Syaikh adalah untuk dijadikan dasar dan ageman serta pedoman dan landasan yang kuat, bagi dan oleh setiap dan segenap murid thariqah serta jamaahnya di dalam berkhidmah. Tujuan dituangkannya dalam sebuah naskah, untuk dan agar supaya menjadi sebuah kodifikasi dan dokumentasi guna menjamin adanya kepastian dan kemurnian yang abadi dan lestari, memelihara serta menjaga keasliannya, selain dari pada itu menghindari dan mencegah pemalsuan, kepalsuan, penyimpangan atau penyelewengan yang dilakukan oleh mereka yang tidak bertanggung jawab.<br /><br /><strong>C. POKOK-POKOK PENYUSUNAN NASKAH</strong><br />Untuk memberikan pengertian dan pemahaman yang jelas dan pasti mengenai Lima Pilar Utama yang menjadi Sokoguru tuntunan dan bimbingan Hadlratus Syaikh maka perlu disusun dan dituangkan dalam suatu naskah yang merupakan sebuah dokumen resmi, secara sistematis sebagai berikut:<br />1. Pokok dan Prinsip Dasar Tuntunan dan Bimbingan Thariqah<br />2. Pokok dan Prinsip Dasar Pengelolaan Pondok Pesantren Assalafi Al-Fithrah<br />3. Pokok dan Prinsip Dasar Pengelolaan Yayasan Al-Khidmah Indonesia<br />4. Pokok dan Prinsip Dasar Organisasi Perkumpulan Jama'ah Al-Khidmah<br />5. Partisipasi dan Wujud Rasa Tanggungjawab Pemangku Keluarga<br /><br /><strong>D. PELAKSANAAN</strong><br />1. Ke-Lima Pilar Utama berkewajiban untuk membentuk suatu lembaga atau badan yang disebut Majelis Penentu Kebijakan, yang anggotanya terdiri dari perwakilan/pemangku masing-masing pilar.<br />2. Majelis Penentu Kebijakan secara kolektif dan kolegial, berwenang dan berhak serta berkuasa untuk menentukan garis kebijakan kelima pilar, secara musyawarah untuk mencapai mufakat.<br />3. Segala keputusan majelis dinyatakan sah dan dapat diterima atau dibenarkan, apabila disetujui serta disepakati secara aklamasi, oleh-dan melalui musyawarah kelima pilar tersebut dengan ketentuan apabila salah satu dari kelima pilar tersebut, tidak meyetujuinya, maka keputusan tersebut batal demi hukum.<br />4. Majelis Penentu Kebijakan dapat memilih dan mengangkat serta menunjuk seorang koordinator, yang akan mengatur mekanisme kerja dan menjalankan kegiatan roda organisasi Majelis.<br />5. Semua Pelaksanaan Lima Pilar maupun Majelis, dituangkan didalam bentuk peraturan yang dibuat dan ditentukan oleh Majelis.<br />Sesi berikutnya adalah uraian masing-masing pilar dari kelima pilar, sesuai dengan jadwal Drs. H. Ainul Huri sebagai Ketua Yayasan Al-Khidmah Indonesia (YAKIN) menguraikan tentang sejarah dan kiprah yayasan. Inilah cuplikannya:<br />Yayasan Al-Khidmah Indonesia didirikan pada tahun 1995 / 1415 H. YAKIN didirikan sebagai persyaratan untuk mendirikan pendidikan formal, menyediakan sarana dan prasarana pendidikan dan ibadah dan untuk mencari dana keperluan Pondok Pesantren Assalafi Al-Fithrah.<br />Sesuai dengan amanat Hadlratus Syaikh RA, H. Ainul juga menjelaskan bahwa pengurus yayasan tidak diperkenankan menangani pendidikan secara langsung, beliau juga menegaskan bahwa YAKIN sama sekali tidak punya aset. Sejak berdirinya ketua YAKIN dijabat oleh Bpk Drs. Ainul Huri, Sekretaris : Prof. drg. Coen Pramono dan bendaharanya adalah drg. Jusuf Sjamsudin.<br />Selanjutnya Ust. Musyaffa’ dan Ust. Choirus Sholihin mewakili Pilar Pondok Pesantren Assalafi Al-Fithrah menjelaskan tentang kepondokan. Hal-hal yang ditekankan adalah amanat-amanat dari Hadlratus Syaikh yang tidak boleh dirubah sampai kapanpun, diantaranya : Rasio perbandingan pelajaran agama dan umum adalah 70 % : 30 %, pakaian untuk sekolah adalah kopyah putih, sarung dan jubah putih, kegiatan-kegiatan Pondok Pesantren Assalafi Al-Fithrah ada tiga. Pertama; kegiatan yang bersifat Syiar. Kedua; wadlifah. Ketiga; pendidikan. Serta hal-hal lain tentang kepondokan.<br />Pada saat pemaparan tentang Pilar Pemangku Keluarga yang diwakili oleh Bpk. Emil Sanif Tarigan, hujan air mata tak terelakan. Pak Emil, begitu panggilan akrab beliau, mengajak para peserta Rakernas untuk merenung sejenak tentang kepulangan Hadlratus Syaikh RA keharibaan Allah SWT. Pak Emil juga membacakan SMS yang dibuat dan dikirimkan oleh Hadlratus Syaikh pada tanggal 3 mei 2009. SMS itu menggambarkan betapa rasa cinta Beliau kepada murid-muridnya jauh melebihi dari apa yang dilihat, dirasa dan dibayangkan selama ini.<br />Pada sesi pemaparan Pilar Jamaah Al-Khidmah, H. Hasanuddin SH sebagai Ketua Umum tidak banyak menyampaikan materi. Intinya Bung Has mengajak kepada para pengurus dan anggota Jamaah Al-Khidmah untuk tetap melestarikan program-program Al-Khidmah yang selama ini telah berjalan seperti ketika Hadlratus Syaikh RA belum berpulang.<br />Ketua Pusat Thariqah Abdur Rosyid, didampingi oleh ustadz senior Al-Fithrah Wahdi Alawy, mendapat giliran terakhir untuk memaparkan tentang kethariqahan. Berikut cuplikannya :<br />1. Pada pengajian Ahad ke-II tanggal 12 Rajab 1430 H / 5 Juli 2009 Hadlratus Syaikh Achmad Asrori Al-Ishaqi RA menyatakan tidak ada orang yang bisa menggantikan beliau sebagai guru mursyid penerus beliau.<br />Syarat untuk menjadi mursyid:<br />1. Mengetahui dan meyakini aqidah Ahli Sunnah Wal Jama'ah dalam bidang Tauhid. <br />2. Mengetahui dan mengerti Allah (ma'rifat billah). <br />3. Mengetahui hukum-hukum fardhu 'ain. <br />4. Mengetahui dan mengerti adab-adab dalam hati, cara membersihkannya, menyempur¬nakan¬nya, melirik dan melihat terhadap penyakit-penyakit jiwa.<br />5. Telah diberi restu dan izin dari gurunya. <br />2. Imam Khushushi adalah orang-orang yang telah ditunjuk oleh Hadlratus Syaikh Achmad Asrori Al-Ishaqi RA untuk menjadi imam Khushushy. Selain memimpin majlis Khushushi di wilayahnya masing-masing, imam khushushi semampu mampunya mengikuti majlis Khushushi di Pondok Pesantren Assalafi Al-Fithrah.<br />3. Hanya murid thariqah yang telah ditunjuk oleh mursyid/guru thariqahnya sajalah yang dapat dan diperbolehkan menjadi dan sebagai imam khushushi untuk/dari jama’ah thariqah yang bersangkutan.<br />4. Seorang imam Khushushi yang ditunjuk dan telah ditetapkan oleh seorang mursyid/guru thariqah, tidak diberi kekuasaan dan/atau kewenangan sama sekali, dan oleh karenanya, dia tidak diperbolehkan untuk menunjuk dan/atau mengangkat seseorang, atau orang lain sebagai pengganti dirinya dan/atau untuk mewakili dirinya selaku imam khushushy.<br />5. Organisasi Kepengurusan Thariqah:<br />• Tentang organisasi thariqah merujuk kepada buku Pedoman Kepemimpinan dan kepengurusan dalam kegiatan dan Amaliah al-Thariqah dan Al-Khidmah.<br />• Hadlratus Syaikh telah menetapkan kepengurusan jamaah terdiri dari kepengurusan Jamaah Thariqah, Pondok Pesantren Assalafi Al-Fithrah, Yayasan Al-Khidmah Indonesia dan Perkumpulan Jamaah Al-Khidmah.<br />• Hadlratus Syaikh mewajibkan seluruh murid dan jama’ah untuk tunduk dan taat kepada ketentuan yang telah ditentukan oleh pengurus.<br />• Hadlratus Syaikh telah menegaskan dalam majlis sowanan terakhir hari Ahad tanggal 19 Juli 2009 (27 Rajab 1430 H) “….bahwa beliau tidak meridloi orang yang ingkar terhadap kepengurusan dan melarang seluruh murid dan jamaah untuk menghadiri majlis yang diadakan oleh orang tersebut...”.<br /><br /><br /><strong>KESEPAKATAN</strong><br />Selain menghasilkan keputusan bahwa MUNAS III Al-Khidmah akan diselenggarakan pada Bulan Desember 2009 di Semarang Jawa Tengah, rakernas juga menghasilkan 7 butir kesepakatan yang ditandatangani oleh perwakilan masing-masing pilar. 7 butir kesepakatan itu adalah: Kesepakatan Bersama Tentang Prinsip Dasar Tuntunan Dan Bimbingan Hadlratus Syaikh Achmad Asrori Al Ishaqi Ra.<br />Dengan Rahmat dan Ridlo Allah SWT MAJLIS LIMA PILAR Berdasarkan atas Pengajian Ahad Wada’ dan Kitab Al-Muntakhabat fi Rabithatil Qalbiyyah wa Shilatir Ruhiyyah, yang dikarang oleh Beliau, Hadlratus Syaikh Achmad Asrori Al-Ishaqi RA.<br />Dengan ini, bersepakat, bersetuju, bersepaham, berbulat tekad dengan keyakinan i’tiqad yang kuat secara utuh, penuh, menyeluruh, paripurna dan murni, untuk secara bersama-sama bersaksi dan menyaksikan bahwa:<br />1. Beliau Hadlratus Syaikh, telah menyampaikan berbagai hal tentang Thariqah, Pondok Pesantren Assalafi Al-Fithrah, Yayasan Al-Khidmah Indonesia, Perkumpulan Jamaah Al-Khidmah dan Keluarga, yang terejawantahkan pada LIMA PILAR sebagai Prinsip Dasar Ajaran, Tuntunan dan Bimbingan, Beliau Hadlratus Syaikh.<br />2. Beliau Hadlratus Syaikh, belum pernah, tidak pernah membicarakan, menunjuk, menetapkan, merestui seseorang, sebagai pengganti, wakil Beliau, menduduki, menempati kedudukan Mursyid dan/atau sebagai Mursyid penerus Beliau untuk membawa bendera Thariqah Al-Qadiriyah Wa al-Naqsyabandiyah Al-Utsmaniyah, setelah Beliau. <br />3. Beliau Hadlratus Syaikh, menetapkan bahwa murid Thariqah Al-Qadiriyah Wa al-Naqsyabandiyah Al-Utsmaniyah adalah seseorang yang telah berbai’at tarbiyah secara khusus kepada Hadlaratus Syaikh Achmad Asrori Al-Ishaqi RA.<br />4. Beliau Hadlratus Syaikh, menetapkan bahwa Imam Khususi adalah orang-orang yang telah ditunjuk, direstui dan ditetapkan oleh Hadlratus Syaikh Achmad Asrori Al-Ishaqi RA. untuk menjadi Imam Khususi.<br />5. Beliau Hadlratus Syaikh, telah menetapkan kepengurusan pada masing-masing Jama’ah Thariqah, Pondok Pesantren Assalafi Al-Fithrah, Yayasan Al-Khidmah Indonesia, Perkumpulan Jama’ah Al-Khidmah, menguraikan pemangku keluarga yang terdiri dari istri dan anak-anak beliau serta mewajibkan seluruh murid dan jama’ah untuk tunduk dan taat kepada ketentuan yang telah ditentukan oleh Pengurus. Bahwa beliau Hadratus Syaikh tidak ridlo (dunia-akhirat) kepada orang yang ingkar terhadap kepengurusan dan didasari oleh rasa tidak benci pada orang tersebut, melarang seluruh murid dan jama’ah untuk menghadiri majlis yang diadakan oleh orang tersebut.<br />6. Beliau Hadlratus Syaikh, telah menetapkan peruntukan masing-masing lahan pada lokasi denah pondok dan menetapkan bentuk pondok yang standard sebagai / untuk menjadi ciri Pondok Pesantren Assalafi Al-Fithrah dan Pondok lain yang sama, menyamakan, disamakan dengan Pondok Al-Fithrah, pada tempat lain. <br />7. Beliau Hadlratus Syaikh, telah menetapkan lahan peruntukan makam/pesarean yang dikhususkan untuk keluarga; Beliau sendiri, Istri Beliau dan Putra-Putri Beliau. <br />Demikian kesepakatan bersama ini dideklarasikan, disahkan pada tanggal ditetapkan, dan ditanda tangani oleh pimpinan sidang, beserta perwakilan peserta masing-masing pilar, sebagaimana terlampir.<br />Ditetapkan di : Surabaya<br />Pada tanggal: 15 Ramadan 1430 H.<br />5 September 2009<br /><br />Ada yang istimewa dalam penutupan Rakernas itu, yaitu kehadiran Habib Thahir Bin Abdullah al-Kaaf yang sengaja datang dari Tegal Jawa Tengah untuk memberikan mau’idzah pemantapan untuk seluruh Pengurus Al-Khidmah dan Thariqah pasca kepulangan Hadlratus Syaikh RA keharibaan-Nya. Dalam kesempatan itu Habib mengingatkan bahwa Hadlratus Syaikh meninggalkan murid dan jama’ah sebatas jasad kasarnya saja, adapun ruhaniyah Beliau akan selalu menyertai perjalanan murid dan jama’ah. Semoga. (Junior K-9) <br /></div>Muhammad Khudhori al-Tsubutyhttp://www.blogger.com/profile/08210992279515824306noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7082093865179016992.post-88056204819443380952009-08-20T18:55:00.000-07:002009-08-20T19:02:21.491-07:00LAILATUL QADAR<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhvS4bo_n5qbxp-YbLmMWGPnDNLaqccER59YFdJtkb2sG1M4o6fy_m4J99SyJW_AJXNA8FEvydTiIMI44ffzC-BxXIFqYBrftLKBew-chasagT4TldgRg9ltW85sxv569P6ZT0UEjGi6Vo/s1600-h/NASA_Andromeda_Galaksi_Spiral_Galaksi.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhvS4bo_n5qbxp-YbLmMWGPnDNLaqccER59YFdJtkb2sG1M4o6fy_m4J99SyJW_AJXNA8FEvydTiIMI44ffzC-BxXIFqYBrftLKBew-chasagT4TldgRg9ltW85sxv569P6ZT0UEjGi6Vo/s320/NASA_Andromeda_Galaksi_Spiral_Galaksi.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5372231285085091794" /></a><br /><div align="justify">إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ.<br />“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Quran) pada malam Lailatul Qadar.” [Q.S. al-Qadar:1]<br />Berdasarkan ayat ini para ahli tafsir sepakat bahwa yang dimaksud pada ayat tersebut adalah al-Qur’an al-Karim diturunkan pada malam Lailatul Qadar. Akan tetapi Allah SWT tidak menyebut al-Qur'an secara langsung, karena susunan semacam itu menunjukkan akan keagungan al-Qur'an. Hal itu bisa ditinjau melalui tiga hal. Pertama, Allah SWT menyandarkan penurunan al-Qur'an dan mengkhususkannya pada Dzatnya. Kedua, dalam ayat itu Allah SWT menyebut al-Qur'an menggunakan isim dhamir (kata ganti) bukan isim dhahir (kata al-Qur'an), hal itu sebagai bukti bahwa al-Qur'an itu sudah masyhur walaupun ditunjukkan dengan kata ganti dan ini menunjukkan keagungan al-Qur'an. Ketiga, kemuliaan dan keagungan waktu turunnya al-Qur'an. <br />Para ulama ahli tafsir berbeda pendapat dalam menaggapi mengapa malam itu dinamakan dengan dengan Lailatul Qadar. Pendapat pertama mengatakan bahwa malam itu dinamakan Lailatul Qadar karena malam itu merupakan malam penentuan segala sesuatu dan penentuan segala hukum. Imam ‘Atha’ meriwayatkan dari Imam Ibnu Abbas bahwa Allah SWT menentukan segala sesuatu pada tahun itu yang berupa hujan, rizki, kehidupan dan kematian sampai pada Lailatul Qadar di tahun berikutnya. Ayat itu seperti halnya firman Allah SWT: “Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” [Q.S. al-Dukhan: 4]. Yang dimaksud dengan urusan-urusan di sini ialah segala perkara yang berhubungan dengan kehidupan makhluk seperti: hidup, mati, rizki, untung baik, untung buruk dan sebagainya. Namun perlu diketahui bahwa takdir Allah SWT tidaklah terjadi pada malam itu, karena sesungguhnya Allah SWT telah menentukan takdir-takdirnya sebelum menciptakan langit dan bumi di zaman azali. Akan tetapi yang dimaksud di sini adalah Allah SWT pada malam itu menampakkan takdir-takdirnya kepada malaikat agar ditulis di Lauf al-Mahfudz. Pendapat ini merupakan pendapat mayoritas ulama.<br />Pendapat kedua yang dinukil dari Imam al-Zuhri mengatakan bahwa Lailatul Qadar merupakan malam yang agung dan mulia. Hal itu sesuai yang ditunjukkan oleh firman Allah SWT: “Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” [Q.S. al-Qadar: 3]. Lalu kemulian dan keagungan ini bisa diarahkan pada pelaku ibadah, artinya hamba Allah SWT yang melaksanakan ibadah dan ketaatan pada malam itu akan menjadi orang yang mempunyai kedudukan yang mulia di sisi Allah SWT dan juga bisa diarahkan pada esensi ibadah dan ketaatan pada malam itu, karena ibadah pada malam itu mempunyai nilai tambah jika dibandingkan dengan malam-malam yang lain. <br />Pendapat ketiga mengatakan bahwa makna al-Qadar adalah sempit, karena pada malam itu bumi dipenuhi oleh para malaikat yang turun ke bumi.<br />Allah SWT merahasiakan malam Lailatul Qadar karena beberapa alasan:<br />1. Sesungguhnya Allah SWT merahasiakan malam itu, sebagaimana Allah SWT merahasiakan beberapa perkara. Allah SWT merahasiakan keridhaan-Nya dalam ketaatan hamba-Nya, sehingga para hamba menyukai semua ibadah dan amal kebajikan. Allah SWT merahasiakan pengabulan doa agar para hamba bersungguh-sunguh dalam setiap doanya. Allah SWT merahasiakan asma-Nya yang paling mulia agar para hamba mengagungkan semua asma Allah SWT. Allah SWT merahasiakan shalat wustha agar para hamba selalu mengerjakan dan menjaga semua shalat. Allah SWT merahasiakan pengabulan dan pengampunan taubat seorang hamba agar para hamba itu selalu bertaubat kepada Allah SWT. Allah SWT juga merahasiakan kematian manusia agar mereka selalu menyiapkan bekal untuk menghadapi kematian. Demikian juga Allah merahasiakan malam Lailatul Qadar agar para hamba Allah SWT memuliakan dan mengagungkan semua malam di bulan Ramadhan. <br />2. Dalam hal ini seolah-olah Allah SWT berfirman: “Seandainya Aku menampakkan Lailatul Qadar, sedangkan Aku mengetahui kelancanganmu pada kemaksiatan, lalu ketika syahwatmu pada malam itu mengajak untuk melakukan kemaksiatan, maka engkau akan terjerumus pada dosa, sehingga kemaksiatanmu yang mengetahui bahwa malam itu adalah Lailatul Qadar lebih berbahaya dari pada kemaksiatanmu yang engkau lakukan sedangkan engkau tidak mengetahui bahwa malam itu adalah Lailatul Qadar. Sehingga karena faktor itulah Aku merahasiakan Lailatul Qadar padamu.”<br />3. Sesungguhnya Allah SWT merahasiakan malam Lailatul Qadar agar para hamba bersungguh-sungguh dalam mencarinya, sehingga mereka memperoleh pahala kesungguhan mereka dalam mencari Lailatul Qadar.<br />4. Sesungguhnya seorang hamba ketika ia tidak mengetahui Lailatul Qadar, ia akan bersungguh-sungguh untuk beribadah dan melakukan ketaatan pada semua malam bulan Ramadhan, ia akan selalu berharap bahwa pada malam-malam itu adalah Lailatul Qadar. Sehingga Allah SWT akan membanggakan hamba-hamba-Nya di hadapan para malaikat seraya berfirman: “Kalian yang mengatakan bahwa mereka (hamba-hamba Allah) akan berbuat kerusakan dan pertumpahan darah, tapi sekaramg lihatlah kesungguhan mereka dalam beribadah kepada-Ku pada malam yang mereka anggap sebagai Lailatul Qadar. Lalu bagaimana jika aku membritahukan Lailatul Qadar kepada mereka?” Maka dari sinilah tampak siri-rahasia firman Allah SWT:<br />إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ [البقرة/30]<br />"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." [Q.S. al-Baqarah: 30]<br />Mayoritas ulama berpendapat bahwa Lailatul Qadar terjadi hanya pada bulan Ramadhan. Pendapat ini berdasarkan firman Allah SWT:<br />شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ [البقرة/185]<br />“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Quran.” [Q.S. al-Baqarah: 185] dan juga firman Allah SWT:<br />إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ [القدر/1]<br />“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Quran) pada malam Lailatul Qadar.” [Q.S. al-Qadar:1]<br />Dari kedua ayat ini, dapat dipastikan bahwa Lailatul Qadar terjadi pada bulan Ramadhan agar tidak terjadi kontradiksi antara kedua ayat tersebut. Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan Lailatul Qadar. Ibnu Razin mengatakan bahwa Lailatul Qadar terjadi pada malam pertama bulan Ramadhan. Imam Hasan al-Bashri berpendapat bahwa Lailatul Qadar terjadi pada malam ke tujuh belas. Pendapat yang diriwayatkan dari shahabat Anas mengatakan bahwa Lailatul Qadar terjadi pada malam ke sembilan belas. Imam Muhamad bin Ishaq berpendapat bahwa Lailatul Qadar terjadi pada malam ke dua puluh satu. Riwayat yang bersumber dari shahabat Ibnu Abbas mengatakan pada malam dua puluh tiga. Shahabat Ibnu Mas’ud berpendapat pada malam dua puluh empat. Shahabat Abu Dzar al-Ghiffari berpendapat pada malam dua puluh lima. Sedangkan shahabat Ubay bin Ka’ab dan sekelompok shahabat berpendapat bahwa Lailalatul Qadar terjadi pada malam dua puluh tujuh. Sementara sebagian yang lain berpendapat pada malam dua puluh sembilan.<br />*Wallahu A'lam*<br />Disarikan dari Tafsir al-Kabir karya Imam Fakruddin al-Razi<br /><br /></div>Muhammad Khudhori al-Tsubutyhttp://www.blogger.com/profile/08210992279515824306noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7082093865179016992.post-87151771953066137902009-08-20T18:43:00.000-07:002009-08-20T18:45:45.325-07:00MENGUSAP WAJAH SETELAH SHALAT<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgRc3hQUqg_hRbONzdhA2bJotVIQOE3Z2b3C6pXzC4FVly4GX03aYk-h7BL6vPEjGqWpE8ySRMHyRZ2x1pkqRnJSQyuhCbAZT6TB8swDg9O9_D0AbuQp5OxNXyp-fF8vvhOAqL7X6dZ9R4/s1600-h/pdvd_012.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 400px; height: 300px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgRc3hQUqg_hRbONzdhA2bJotVIQOE3Z2b3C6pXzC4FVly4GX03aYk-h7BL6vPEjGqWpE8ySRMHyRZ2x1pkqRnJSQyuhCbAZT6TB8swDg9O9_D0AbuQp5OxNXyp-fF8vvhOAqL7X6dZ9R4/s400/pdvd_012.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5372227244351215474" /></a><br /><div align="justify">Suatu amalan yang biasa kita lakukan setelah shalat (ba'da salam) adalah mengusapkan telapak tangan kanan ke wajah lalu berdoa:<br />بِسْمِ الله الَّذِيْ لاَ إِلهَ اِلَّا هُوَ الرَّحْمنُ الرَّحِيمُ اللَّهُمَّ أَذْهِبْ عَنِّي الْهَمَّ وَالْحَزَنَ.<br />"Dengan menyebut Asma Allah, tidak ada tuhan yang pantas untuk disembah kecuali Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Ya Allah, hilangkanlah kesusahan dan kesedihan dari diriku." Atau dalam riwayat lain:<br />أَشْهَدُ أَنْ لآ إِلَهَ إِلَّا اللهُ الرَّحْمنُ الرَّحِيْمُ اَلَّلهُمَّ اذْهَبْ عَنِّيْ الْهّمَّ وَالْحَزَنَ .<br />"Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang pantas disembah kecuali Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Ya Allah, hilangkanlah kesusahan dan kesedihan dari diriku."<br />Namun menurut sebagian kelompok amaliah semacam ini dinilai sebagai bid'ah dan berdasar pada hadits yang dloif, bahkan palsu. Benarkah demikian?<br />Hadits tentang mengusap wajah dengan tangan kanan dan berdoa dengan doa di atas setelah shalat memang dlaif. Tapi apakah karena dlaif itu terus dianggap sebagai bid’ah dan tidak boleh diamalkan? <br />Sebagaimana yang disebutkan oleh Syeikh al-Albani dalam Silsilah al-Ahadits al-Dla’ifah: 2/114, hadits tersebut diriwayatkan oleh al-Thabrani dalam Mu'jam al-Ausath dan al-Khatib. Beliau juga menemukan hadits ini dari jalur lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Sunni dalam Amal al-Yaum wa al-Lailah dan Abu Nu’aim dalam al-Hilyah. Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh al-Bazzar, Ibnu ‘Addi dan dicantumkan oleh Imam al-Nawawi dalam kitab Adzkarnya. Dan sudah maklum bagi kita bahwa para ulama seperti Imam Nawawi dan Ibnu Sunni menulis kitab-kitabnya itu tiada lain agar apa yang ada di dalamnya bisa diamalkan. Imam Nawawi dalam muqaddimah kitab Adzkarnya berkata: “Sesungguhnya tujuan ditulisnya kitab ini (Adzkar) adalah untuk mengetahui dzikir-dzikir dan mengamalkannya.” (Adzkar: 1/3). Jadi mustahil seorang ulama sekaliber Imam Nawawi yang menjadi Imam ahli hadits di masanya mencantumkan dan menganjurkan untuk mengamalkan hadits palsu. SubahanaKa hadza buhtanun adhim…<br /><br /><strong>Beramal Dengan Hadits Dloif</strong><br />Fatwa Lajnah al-Daimah lil Buhuts al-Ilmiyah wa al-Ifta’ (Saudi Arabia):<br />Soal ke-4 dari fatwa no. 5158:<br />Soal: Apakah boleh beramal dengan hadits dlaif?<br />Jawab: Boleh beramal dengan hadits dlaif ketika (1) tidak terlalu dlaif, (2) hadits itu mempunyai syawahid (penguat eksternal) yang dapat menambal kedlaifannya atau dikuatkan dengan kaidah syar’iyyah yang telah tetap, (3) tidak bertentangan dengan hadits shahih. Ketika demikian maka hadits tersebut termasuk dalam kategori hasan lighairihi yang bisa menjadi hujjah menurut ahli ilmu. (Fatwa Lajnah al-Daimah lil Buhuts al-Ilmiyah wa al-Ifta’: 6/262)<br />Soal ke-3 dari fatwa no. 9105:<br />Soal: Apakah benar bahwasanya hadits dlaif tidak diambil/dipakai kecuali dalam fadhailul a’mal, sedangkan hukum-hukum tidak diambil darinya?<br />Jawab: Pertama, hadits dlaif dipakai dalam fadlailul a’mal ketika tidak terlalu dlaif dan telah tetap amaliyah itu secara umum termasuk dalam fadlailul a’mal. Kedua, hadits dlaif dipakai dalam penetapan hukum ketika dikuatkan dengan hadits lain yang semakna atau jalurnya terbilang sehingga menjadi masyhur, karena sesungguhnya ketika demikian termasuk dalam kategori hadits hasan lighairih yang merupakan bagian keempat dari hadits-hadits yang bisa dijadikan sebagai hujjah.<br />Wabillahittaufiq, Washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa alihi wa shahbihi wasallam.<br /> (Fatwa Lajnah al-Daimah lil Buhuts al-Ilmiyah wa al-Ifta’: 6/263)<br />Dari fatwa di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa: <br />1. Hadits dlaif dipakai dalam fadlailul a’mal ketika tidak terlalu dlaif dan telah tetap amaliyah itu secara umum termasuk dalam fadlailul a’mal (walaupun hanya satu jalur). Perlu diketahui bahwa para ahli hadits (sepengetahuan kami) tidak ada yang mengatakan bahwa hadits itu adalah palsu termasuk Syeikh al-Albani. Beliau mengatakan bahwa hadits-hadits itu ada yang dlaif (bisa diamalkan) dan ada yang sangat dlaif. Di samping itu, hadits tersebut berisi amaliyah yang telah disepakati kesunahannya, yaitu berdzikir setelah shalat. <br />2. Hadits itu mempunyai syawahid (penguat eksternal) yang dapat menambal kedlaifannya atau dikuatkan dengan kaidah syar’iyyah yang telah tetap. Sebagaimana uraian di atas kita telah tahu bahwa hadits tersebut diriwayatkan dari bebebara jalur dan dikuatkan dengan kaidah syar’iyyah yang telah disepakati yaitu kesunahan berdzikir kepada Allah SWT setelah selesai shalat.<br />3. Tidak bertentangan dengan hadits shahih. Jelas hadits di atas tidak bertentangan dengan hadits shahih, karena hadits tersebut berisi anjuran untuk berdzikir kepada Allah SWT setelah shalat. <br /><br /><strong>Ijma’ Ulama Tentang Kebolehan Mengamalkan Hadits Dlaif Dalam Fadlailul A’mal</strong><br />Para ulama ahli hadits dan ulama yang lain telah sepakat bahwa hadits dlaif dapat diamalkan dalam fadlail al-A'mal. Para ulama yang mengatakan demikian diantaranya adalah Imam Ahmad bin Hanbal, Ibnul Mubarak, Sufyan al-Tsauri, Sufyan bin 'Uyainah, al-Anbari dan yang lainnya. Mereka mengatakan: "Apabila kami meriwayatkan hadits yang berhubungan dengan halal dan haram, maka kami menekankannya dan ketika kami meriwayatkan dalam hal fadlailul a'mal maka kami memudahkannya." Dalam fatwanya, al-Allamah al-Ramli mengatakan bahwa Imam Nawawi dalam berbagai karyanya telah menguraikan secara khusus tentang kesepakatan (ijma') para ulama atas kebolehan untuk beramal dengan hadits dlaif dalam fadlailul a'mal dan yang semisalnya. Adapun ungkapan al-Hafidz Ibnu al-Arabi al-Maliki yang mengatakan bahwasanya tidak boleh beramal dengan hadits dlaif secara mutlak maksudnya adalah hadits dlaif yang amat sangat lemah sehingga gugur dari derajat ihtijaj dan i'tibar. Maka jelaslah bahwa beramal dengan hadits dlaif dalam fadlailul a'mal merupakan sesuatu yang mujma' alaih (disepakati) oleh kaum muslimin. [al-Manhal al-Lathif fi Ahkam al-Hadits al-Dlaif: 13].<br />Kebolehan beramal dengan hadits dlaif juga telah difatwakan oleh para ulama Saudi Arabia, jadi tidak ada lagi alasan untuk mengatakan bahwa hadits dlaif tidak boleh untuk diamalkan dalam fadlailul a’mal. <br />*Wallahu A’lam*<br /></div>Muhammad Khudhori al-Tsubutyhttp://www.blogger.com/profile/08210992279515824306noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7082093865179016992.post-63562069739497124612009-08-20T18:32:00.000-07:002009-08-20T18:38:23.050-07:00PENETAPAN AWAL RAMADHAN<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiqiGhlJ7fs5ff3C1BEP41m3c4IXXpZJfRp50LqCE4CTEFwGx_1rJQLF1cHuZjav-zSAOYlMmpACWBLMNJCFOZLD7k94iSlQvU2i6NEoo0aSLsIcxSox1VYBEHNMl2ei1wNMCcJp-wy9Ug/s1600-h/menentukan-awal-ramadhan_1548_l.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 222px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiqiGhlJ7fs5ff3C1BEP41m3c4IXXpZJfRp50LqCE4CTEFwGx_1rJQLF1cHuZjav-zSAOYlMmpACWBLMNJCFOZLD7k94iSlQvU2i6NEoo0aSLsIcxSox1VYBEHNMl2ei1wNMCcJp-wy9Ug/s320/menentukan-awal-ramadhan_1548_l.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5372225375671112018" /></a><br /><div align="justify">Puasa Ramadhan difardlukan pada bulan Sya’ban tahun ke dua Hijriyah. Rasulullah SAW berpuasa Ramadhan sebanyak sembilan kali, sebab beliau menetap di Madinah selama sepuluh tahun dan di Makkah tiga belas tahun. Selama puasa sembilan kali itu semuanya dilakukan dengan dua puluh sembilan hari kecuali satu kali yang dilakukan dengan hitungan sempurna, yakni tiga puluh hari. Dalam hal ini terdapat hikmah, yaitu menentramkan hati Umat Beliau yang berpuasa dua puluh sembilan hari dan mengingatkan bahwa puasa dua pulah sembilan hari dan tiga puluh hari itu sama ditinjau dari segi pahala yang dihasilkan( ). <br />Rasulullah SAW , Bersabda:<br />إِذَا رَأَيْتُمُ الْهِلالَ فَصُومُوا وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَصُومُوا ثَلَاثِينَ يَوْمًا. (رواه مسلم عن أبي هريرة).<br />“Ketika kalian melihat hilal, maka berpuasalah. Dan ketika kalian melihatnya, maka berhari rayalah. Jika tertutup mendung untuk melihatnya, maka berpuasalah tiga puluh hari” [H.R. Imam Muslim dari Abi Hurairah]<br />لا تَصُومُوا حَتَّى تَرَوُا الْهِلالَ، وَلا تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ. (رواه النسائي عن ابن عمر).<br />“Janganlan kalian berpuasa sehingga kalian melihat hilal dan janganlah kalian berhari raya sehingga kalian melihatnya. Jika tertutup mendung untuk melihatnya, maka tentukanlah (dengan menyempurnakan bulan Sya’ban tiga puluh hari).” [H.R. Imam Nasa’i dari Ibni Umar] <br />الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ لَيْلَةً لَا تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ وَلَا تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ إِلَّا أَنْ يُغَمَّ عَلَيْكُمْ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوا لَهُ. (رواه مسلم عن ابن عمر).<br />“Hitungan bulan itu adalah dua puluh sembilah malam. Janganlah kalian berpuasa sehingga kalian melihat hilal dan janganlah kalian berhari raya sehingga kalian melihatnya kecuali tertutup mendung untuk meliahtnya. Jika tertutup mendung untuk meliahtnya, maka tentukanlah (dengan menyempurnakan bulan Sya’ban tiga puluh hari)” [H.R. Imam Muslim dari Ibni Umar]<br />صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ. (رواه البخاري عن أبي هريرة).<br />“Berpuasalah kalian sebab melihat hilal dan berhari rayalah sebab melihatnya. Jika tertutup mendung untuk meliahtnya, maka sempurnakanlah hitungan Sya’ban tiga puluh.” [H.R. Imam Bukhari dari Abi Hurairah].<br />Hadits-hadits di atas memberi gambaran bahwa penetapan awal bulan Ramadlan itu hanya berdasarkan dua hal, pertama; dengan melihat hilal dengan mata telanjang( ) ketika langit bersih dari segala sesuatu yang menghalanginya, baik berupa mendung, asap, debu atau yang lainnya. Kedua; dengan menyempurnakan sya’ban 30 hari ketika langit terhalang oleh hal-hal tersebut.<br />Demikianlah kaidah yang telah dibangun oleh syara’, sehingga menurut pendapat Aimamah tsalatsah (Imam Abu Hanifah, Imam malik dan Imam Ahmad) bahwa hisab atau perbintangan sama sekali tidak bisa dijadikan patokan, sebab syara’ telah mensyaratkan puasa pada tanda yang selamanya tidak mungkin berubah, yaitu melihat hilal atau menyempurnakan bulan Syaban 30 hari, lagi pula pendapat mereka (ahli hisab dan perbintangan) sangat bercorak ragam, sehingga tidak bisa dijadikan ukuran . Sedangkan ulama’ Syafi’iyah masih memberi ruang gerak kepada mereka, akan tetapi hanya untuk hak diri mereka dan orang-orang yang meyakini kebenarannya. <br /> Wal hasil perputaran hukum dalam masalah ini diikutkan pada i’tiqad al jazim (keyakinan yang mantap)( ). Sehingga perbedaan awal Romadlan atau awal Syawal merupakan hal yang wajar dan tentunya harus disikapi secara dewasa.<br /></div>Muhammad Khudhori al-Tsubutyhttp://www.blogger.com/profile/08210992279515824306noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7082093865179016992.post-87753843326390699052009-08-20T18:22:00.000-07:002009-08-20T18:24:17.465-07:00RAMADHAN; BULAN PENUH BERKAH DAN AMPUNAN<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhjKYGKJVU6aehD0-nQB7-Wj_tqTvXQhz6lCV5XBEk8aSqkkPOJcb2oPnW5rCffUfSJixwYus6x9EyevzcOcM-qot0ubYB1ED0BOxP3P5aWi05_bJ_JCH7EI-ZkZ3qqQIzomhtB586h60s/s1600-h/ramadhan-uy.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 400px; height: 266px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhjKYGKJVU6aehD0-nQB7-Wj_tqTvXQhz6lCV5XBEk8aSqkkPOJcb2oPnW5rCffUfSJixwYus6x9EyevzcOcM-qot0ubYB1ED0BOxP3P5aWi05_bJ_JCH7EI-ZkZ3qqQIzomhtB586h60s/s400/ramadhan-uy.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5372221737521761106" /></a><br /><div align="justify"><br />Patut kita syukuri, karena Allah SWT masih berkenan memberi kesempatan kepada kita untuk bertemu dan berjumpa lagi dengan bulan Ramadhan yang penuh berkah dan ampunan. Semoga dengan masih dipanjangkan umur kita ini, Allah SWT berkehendak menjadikan kita sebagai hamba-Nya yang senang, senantiasa menambah dan meningkatkan amal kebajikan, mengisi hari-harinya dengan ketaatan kepada-Nya, sehingga hari ini lebih baik dari hari kemarin dan seterusnya. Nabi SAW telah menegaskan bahwa sebaik-baiknya hamba adalah orang yang dianugerahi umur panjang dan selalu beramal baik. Sebaliknya, seburuk-buruknya hamba adalah orang-orang yang diberi umur panjang dan selalu melakukan perbuatan keji dan tercela. Di bulan ini, semoga kita dianugerahi kesehatan oleh Allah SWT, kesehatan rohani dan jasmani sehingga kita betul-betul menyambut bulan ini dengan hati yang gembira serta dapat meninggkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT. Amiin.<br /><br />Definisi Puasa<br />Puasa secara etimologi adalah menahan dari perkataan dan makanan, sebagaimana dalam firman Allah SWT:<br />إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا.[مريم/26]<br />“Sesungguhnya aku telah bernadzar berpuasa untuk Tuhan yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini”. [Q.S. Maryam : 26]<br />Sedangkan secara terminologi puasa adalah menahan dari segala macam perkara yang dapat membatalkan puasa, mulai dari matahari terbit hingga terbenam yang disertai niat. Puasa Ramadhan selain merupakan salah satu rukun Islam, juga merupakan tanda ketakwaan seorang hamba kepada Allah SWT. Dalam al-Qur’an Allah SWT berfirman:<br />يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ. [البقرة/183]<br /> “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. [Q.S. Al-Baqarah: 183]<br /><br />Keutamaan-keutamaan Bulan Ramadhan<br />Banyak sekali Keutamaan-keutamaan bulan Ramadhan, di antaranya: <br />1. Bulan Ramadhan adalah bulan yang permulaannya adalah rahmat (kasih sayang) dari Allah SWT, pertengahannya adalah ampunan-Nya dan akhirannya adalah pembebasan dari api neraka. Demikianlah berita gembira dari Baginda Rasulillah Muhammad SAW dalam hadits riwayat Imam Baihaqi, Imam Ibnu Khuzaimah dan lain-lain.<br />2. Keutamaan berpuasa di bulan Ramadhan tidak ada yang tahu kecuali Allah SWT. Dalam sebuah hadits disebutkan: “Seandainya hamba-hamba Allah tahu apa-apa (pahala dan keutamaan) yang ada di bulan Ramadhan, niscaya umatku akan mengharap semua tahun menjadi Ramadhan”. [H.R. Imam Ibnu Khuzaimah dan Imam Baihaqi]. Hal itu karena kebaikan pada bulan Ramadhan dikumpulkan, ketaatan diterima, doa-doa dikabulkan, dosa-dosa diampuni dan surga rindu kepada orang-orang yang berpuasa. Dalam Hadits Qudsi Allah SWT berfirman : “Semua amal-kebaikan akan dilipat gandakan menjadi sepuluh hingga tujuh ratus lipat ganda, kecuali puasa, karena puasa adalah untuk dan kepunyaan-Ku, maka Aku-lah yang akan membalasnya (langsung)”. [H.R. Imam Bukhari dan Imam Muslim]<br />3. Keutamaan bulan Ramadhan sangat tampak jelas sekali dengan dua keiistimewaan:<br />a. Turunnya al-Qur’an al-Karim pada bulan itu. Allah SWT berfirman:<br />شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ.[البقرة/185]<br />“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)”. [Q.S. Al-Baqarah : 185]<br />b. Malam Lailatul Qadar. Yaitu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Allah SWT berfirman:<br />إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ. وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ. لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ. تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ. سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ. [القدر/15-]<br /> “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan (Lailatul Qadr). Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?, malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar”. [Q.S. Al-Qadr : 1-5]<br />4. Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya terdapat sifat-sifat yang menyerupai sifat-sifat ketuhanan, yaitu sifat sabar (sabar menahan lapar dan dahaga karena untuk meraih ridha Allah SWT). Sedangkan sabar balasannya adalah surga.<br />5. Bulan Ramadhan adalah bulan dimana amal kebaikan akan dilipat gandakan, yaitu melakukan satu kebaikan atau satu fardhu pahalanya sebanding dengan pahala tujuh puluh kali orang yang melakukakannya pada selain bulan Ramadhan.<br />6. Membimbing manusia agar mempunyai solidaritas yang tinggi.<br />7. Rizki orang mukmin akan ditambah pada bulan Ramadhan.<br />8. Seseorang yang memberi makanan untuk berbuka bagi orang yang berpuasa, hal itu akan menjadikan dosa-dosanya diampuni dan dibebaskan dari api neraka. <br />Dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa Shahabat Salman al-Farisi RA berkata: “Rasulullah SAW memberi khutbah kepada kami pada hari terakhir bulan Sya’ban, beliau bersabda : “Wahai manusia, sungguh semua bulan yang agung telah menaungi kalian, bulan yang penuh berkah, bulan yang di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari pada seribu bulan, Allah menjadikan puasanya wajib, beribadah pada malam harinya adalah kesunahan. Barangsiapa bertaqarrub (mendekatkan diri kepada Allah) dengan melakukan satu kebaikan atau melakukan satu ibadah wajib, maka ia seperti orang yang melakukan tujuh puluh ibadah wajib pada selain bulan itu. Bulan itu adalah bulan sabar, sedangkan sabar pahalanya adalah surga, bulan untuk menderma, bulan yang di dalamnya rizki seorang mukmin ditambah. Barangsiapa memberi makanan untuk berbuka bagi orang yang puasa, hal itu akan menjadikan dosa-dosanya diampuni, dibebasankan dari api neraka dan ia mendapatkan pahala yang sama dengan pahala orang yang berpuasa itu”. [H.R. Imam Ibnu Khuzaimah]<br />9. Di bulan Ramadhan pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan para syaithan dibelenggu. Hal ini sebagaimana dalam hadits riwayat Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Baihaqi dan lain-lain.<br />10. Bulan dimana pada permulaan malamnya Allah SWT melihat hamba-hamba-Nya (dengan rahmat-kasih sayang-Nya), dan jika Allah SWT sudah melihat hamba-Nya, maka hamba itu tidak akan disiksa selama-lamanya, dan pada tiap hari dan malamnya Allah SWT membebaskan sejuta hambanya dari api neraka. Sebagaimana dalam hadits riwayat Imam Ibnu Shashri dalam kitab Amalinya.<br />11. Bulan dimana setiap waktu berbuka Allah SWT memerdekakan sejuta hamba-Nya dari api neraka. Sebagaimana dalam hadits riwayat Imam Ibnu Hibban.<br />12. Bulan Ramadhan adalah pemimpin bulan-bulan yang lain, sebagaimana Lailatul Qadar pemimpin malam-malam yang lain .<br />13. Perumpamaan bulan Ramadhan dengan bulan-bulan yang lain adalah seperti hati di dalam dada, seperti para nabi dengan manusia biasa dan seperti tanah haram dengan negara-negara yang lain. Jika Dajjal tercegah dan tidak bisa menyentuh tanah haram, maka bulan Ramadhan dapat membelenggu para syaithan. Jika para nabi penyafaat bagi orang-orang yang berbuat dosa, maka bulan Ramadhan penyafaat bagi orang-orang yang berpuasa. Jika hati dihiasi dengan nur-cahaya ma’rifat dan keimanan, maka pada bulan Ramadhan dihiasi dengan nur-cahaya membaca al-Qur’an. Barang siapa dosa-dosanya tidak diampuni pada bulan Ramadhan, maka di bulan apalagi ia akan diampuni. Oleh karena itu bertaubatlah kepada Allah SWT sebelum pintu-pintu taubat ditutup dan sebelum hilang waktu-waktu kembali kepada-Nya. Menangislah, sebelum waktu-waktu menangis telah usai .<br /><br />Hikmah Dan Sirri-Rahasia Puasa Ramadhan<br />Seyogyanya bagi setiap muslim untuk mengetahui sebelumnya, bahwa puasa Ramadhan adalah salah satu ibadah yang diwajibkan oleh Allah SWT. Pengertiannya sebagai ibadah, hendaknya yang menjadi dorongan bagi kita dalam melaksanakannya kerana semata-mata untuk memenuhi perintah Allah SWT, menjawab seruan-Nya dan melaksanakan hak-hak penghambaan kepada-Nya tanpa lebih dulu memandang terhadap hikmah apa saja yang dihasilkan dari ibadah puasa tersebut. Jika seorang muslim telah melakukan yang demikian itu, maka tiada mengapa ia mencermati dan menghayati hikmah dan sirri-rahasia ketuhanan yang terkandung pada ibadah tersebut. Karena tidak diragukan lagi bahwa setiap hukum-hukum Allah pasti terdapat hikmah dan sirri-rahasia serta faidah yang kembali kepada hamba-hamba-Nya, hanya saja mereka tidak diharuskan untuk mengetahuinya.<br />Kalau kita mencermati dan menghayati, maka kita akan menemukan banyak sekali hikmah, sirri-rahasia dan faidah-faidah yang terkandung dalam puasa di bulan Ramadhan, antara lain adalah: <br />1. Sesungguhnya hakikat puasa yang benar dapat membangkitkan hati seorang mukmin untuk muraqabah (selalu mengawasi dan memantau hati agar selalu ingat kepada Allah). Demikian itu karena sesungguhnya orang yang berpuasa tidak melewati dan berlalu dari waktu-waktu siangnya dalam keadaan berpuasa, sehingga ia merasa lapar dan dahaga, sementara nafsunya selalu mengajak untuk makan dan minum, akan tetapi kesadarannya bahwa ia sedang berpuasa menghalang-halanginya untuk tidak menuruti terhadap kesenangan nafsunya, dimana hal itu semata-mata untuk melaksanakan perintah Allah SWT. Dengan adanya saling tarik menarik antara menuruti nafsu dan melaksanakan perintah Allah SWT ini kemudian membuahkan kebangkitan hati, meningkatkan kesadaran muraqabah kepada Allah SWT dan selalu ingat akan kebesaran dan keagungan kekuasaan-Nya, sebagaimana ia ingat dan sadar bahwa dirinya adalah hamba yang harus tunduk terhadap ketetapan-Nya dan merealisasikan terhadap kehendak-Nya.<br />2. Bulan Ramadhan adalah bulan yang suci dan mulia di antara bulan-bulan yang lain. Di bulan ini Allah SWT menghendaki agar hamba-hamba-Nya memenuhi dan mengisi waktu-waktunya dengan berbagai bentuk ketaatan dan ibadah, mewujudkan keluhuran makna pengabdiannya kepada Allah SWT. Semua itu tentunya sulit sekali terwujudkan jika di depan kita terdapat suguhan (jawa=rampatan) makanan dan minuman, perut dalam keadaan penuh dan uap makananpun naik ke fikiran dan otak. Oleh karena itu syari’at puasa di bulan ini adalah cara yang paling mudah untuk mewujudkan semua itu dan untuk melaksanakan kewajiban mengabdi di dalamnya.<br />3. Kehidupan seorang muslim yang selalu dalam kedaan kenyang, tentunya sudah wajar jika membuat perasaannya kotor, penuh dengan hal-hal yang menyebabkan hatinya keras dan mendorong dirinya melakukan perbuatan-perbuatan keji. Padahal yang demikian itu sangat bertentangan dengan pribadi seorang muslim sejati. Oleh karena itu syari’at puasa dapat menjernihkan pribadi dan nafsu seorang muslim dan dapat menajamkan perasaanya.<br />4. Sesungguhnya sebagian dari prinsip-prinsip kehidupan yang dapat membangkitkan masyarakat Islam adalah saling peduli dan saling mengasihani antara yang satu dengan yang lain. Namun sangat sulit sekali seorang yang kaya dapat mengasihani yang miskin dengan kasih sayang yang sebenarnya jika ia dalam sela-sela kehidupannya tidak pernah merasakan pahit dan getirnya kefakiran dan rasa lapar. Maka bulan puasa adalah momen terbaik yang dapat menjadikan si kaya sadar dan merasakan apa yang dirasakan oleh si miskin. Bulan puasa itu pula dapat menjadikan si kaya hidup bersama si miskin dengan bersama-sama merasakan pahit dan getirnya kemiskinan karena perut selalu dililit rasa lapar. Oleh karena itu puasa adalah sebaik-baiknya keadaan yang dapat membangkitkan rasa saling berkasih sayang, kepedulian dan solidaritas yang tinggi .<br />-Wallahu A’lam-<br /><br /></div>Muhammad Khudhori al-Tsubutyhttp://www.blogger.com/profile/08210992279515824306noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7082093865179016992.post-46295592771747505122009-07-31T09:06:00.000-07:002009-07-31T09:07:05.326-07:00DZIKIR FIDA' Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Al-HaditsPara Masyayikh al-'Arifun Billah min Saadaatinaa wa Habaa-ibinaa al-Haadiin al-Muhtadiin RA telah menjelaskan dan mengamalkan dzikir fida' guna menebus, membebaskan, melepaskan, menyelamatkan dan mengamankan diri mereka, lebih-lebih keluarga mereka dari siksa api neraka.<br />Penebusan diri dari api neraka itu telah ada sejak zaman Baginda Habibillah Rasulillah Muhammad SAW dan berkembang corak dan ragamnya. Kendati demikian, metode yang secara khusus diamalkan oleh para Masyayikh al-'Arifun Billah min Saadaatinaa wa Habaa-ibinaa al-Haadiin al-Muhtadiin RA yang telah masyhur dengan istilah dzikir fida', terbagi menjadi dua metode: <br />Pertama; 'Ataqot al-Shughra, yaitu membaca "Subhanallah wa Bihamdih" seribu kali (1.000 x) dan "Laa ilaaHha illallaHh " tujuh puluh ribu kali (70.000 x), sebagai tebusan dirinya atau keluarganya dari siksa api neraka. Kedua; 'Ataqot al-Kubra, yaitu membaca surat al-Ikhlas sebanyak seratus ribu kali (100.000 x), sebagai tebusan dirinya atau keluarganya dari siksa api neraka. Dan untuk menunjukkan kesungguhan itu semua, mereka memberikan mahar laksana kewajiban mahar dalam pernikahan. Bahkan diantara ulama salaf ada yang menebus dirinya dari siksa api neraka dengan seluruh harta yang dimilikinya. Dalam memberikan mahar harus ada kesungguhan, apalah artinya dunia jika dibanding dengan keselamatan dan kebahagiaan di akhirat.<br />Dasar dua metode penebusan diri dari api neraka yang beraneka corak ragamnya itu, kesemuanya telah tersurat dan tersirat dalam nushush (penjelasan) di bawah ini:<br />1. Firman Allah SWT [Q.S. al-Taubah: 111]:<br />إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ وَالْقُرْآَنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ. [التوبة/111]<br />“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan al-Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) dari pada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” [Q.S. al-Taubah: 111]<br />2. Firman Allah SWT [Q.S. al-Baqarah: 207]:<br />وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ. [البقرة/207]<br />“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” [Q.S. al-Baqarah: 207]<br />3. Firman Allah SWT [Q.S. al-Zumar: 15]:<br />قُلْ إِنَّ الْخَاسِرِينَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ وَأَهْلِيهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَلَا ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ. [الزمر/15]<br />“Katakanlah: "Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari kiamat." Ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” [Q.S. al-Zumar: 15]<br />4. Rasulullah SAW bersabda: <br />الطُّهُورُ شَطْرُ الإِيمَانِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ تَمْلأُ الْمِيزَانَ. وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ تَمْلآنِ - أَوْ تَمْلأُ - مَا بَيْنَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ وَالصَّلاَةُ نُورٌ وَالصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ كُلُّ النَّاسِ يَغْدُو فَبَائِعٌ نَفْسَهُ فَمُعْتِقُهَا أَوْ مُوبِقُهَا. (رواه مسلم)<br />“Kesucian itu setengah dari iman (yakni segi bathin), Alhamdulillah itu memenuhi timbangan, Subhanallah Wal Hamdulillah itu dapat memenuhi ruang antara langit dan bumi, shalat adalah cahaya (yang dapat menyinari hati orang mukmin di muka bumi), shadaqah adalah bukti, sabar (dalam beribadah dan meninggalkan maksiat) adalah cahaya yang gilang gumilang (yang dapat menghilangkan segala macam kesempitan). Al-Qur’an adalah pedoman pokok, bermanfaat untukmu atau berbahaya atasmu. Semua manusia pergi di waktu pagi, lalu ada yang menjual, membebaskan atau memusnahkan dirinya.” [H.R. Muslim]<br />Dalam komentarnya, Imam al-Nawawi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan sabda Nabi SAW "Semua manusia pergi di waktu pagi, lalu ada yang menjual, membebaskan atau memusnahkan dirinya" adalah setiap manusia berusaha dengan dirinya sendiri, lalu di antara mereka ada yang menjual dirinya kepada Allah SWT dengan ketaatannya, sehingga membebaskannya dari siksa. Dan sebagian yang lain menjual dirinya kepada syaithan dan hawa nafsunya dengan cara patuh kepada keduanya, sehingga mencelakakannya. <br />5. Dalam Shahih Bukhari, dari shahabat Abu Huraiarah RA, beliau berkata: “Rasulullah SAW berdiri ketika Allah SWT menurunkan ayat “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat. (Q.S. al-Syu’ara: 214)”, beliau bersabda: “Wahai orang-orang Quraisy, belilah (selamatkanlah) diri kalian (dari siksa), aku tidak kuasa memberi jaminan apapun kepada kalian terhadap Allah SWT. Wahai Bani Manaf, aku tidak kuasa memberi jaminan apapun kepada kalian terhadap Allah SWT. Wahai Abbas bin Abdul Muthalib, aku tidak kuasa memberi jaminan apapun kepadamu terhadap Allah SWT. Wahai Shafiyah bibi utusan Allah, aku tidak kuasa memberi jaminan apapun kepadamu terhadap Allah SWT. Wahai Fathimah putri Muhammad SAW, mintalah apa saja yang engkau inginkan dari hartaku, aku tidak kuasa memberi jaminan apapun kepadamu terhadap Allah SWT.” [H.R. Bukhari] <br />6. Dalam Shahih Muslim, sahabat Abu Hurairah mengisahkan bahwa ketika turun ayat “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat. (Q.S. al-Syu’ara: 214)”, Rasulullah SAW memanggil orang-orang Quraisy, lalu mereka berkumpul. Kemudian Rasulullah SAW menyampaikan sabda secara umum dan secara khusus, beliau bersabda: “Wahai Bani Ka’ab bin Lu’ai, selamatkanlah diri kalian dari api neraka. Wahai Bani Murrah bin Ka’ab, selamatkanlah diri kalian dari api neraka. Wahai Bani Abdi Syams, selamatkanlah diri kalian dari api neraka. Wahai Bani Abdi Manaf, selamatkanlah diri kalian dari api neraka. Wahai Bani Hasyim, selamtkanlah diri kalian dari api neraka. Wahai Bani Abdil Muthalib, selamatkanlah diri kalian dari api neraka. Wahai Fathimah, selamatkanlah dirimu dari api neraka. Karena sesungguhnya aku tidak kuasa menjamin apapun kepada Allah untuk kalian. Hanya saja kalian mempunyai hubungan kerabat, dan aku selalu melestarikannya dengan menyambung dan mempererat (tali silaturrahim dan memuliakan).” [H.R. Muslim]<br />Yang dimaksud dengan sabda Nabi SAW “Sesungguhnya aku tidak berkuasa menjamin apapun kepada Allah untuk kalian” adalah janganlah kalian mengandalkanku karena kalian mempunyai hubungan kerabat denganku, sesungguhnya aku tidak berkuasa untuk menolak kemadlaratan yang dikehendaki oleh Allah SWT kepada kalian. <br />7. Diriwayatkan dari Sayidina Abdullah bin Abbas RA, beliau berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang tiap pagi membaca “Subhanallahi wabihamdihi” seribu kali, maka sungguh ia telah membeli dirinya dari Allah SWT dan ia di akhir hidupnya menjadi orang yang dimerdekakan oleh Allah SWT.” [H.R. al-Thabrani dalam kitabnya Mu’jam al-Ausath] <br />Dalam sebagian atsar diriwayatkan bahwa barang siapa mengucapkan Laailaha Illallah tujuh puluh ribu kali, maka hal itu akan menjadi tebusan dirinya dari api neraka. Sayiduna al-Syaikh Muhammad bin Abu Bakar al-Syili Ba’alawi RA berkata: “Ayahku mengumpulkan jamaah, mereka membaca tasbih seribu kali, kemudian menghadiahkannya kepada sebagian orang-orang yang telah meninggal, membaca Lailaaha Illallah seribu kali, kemudian menghadiahkannya kepada sebagian orang-orang yang telah meninggal. Penduduk Tarim (Yaman) sangat memperhatikan dan antusias dalam hal ini. Mereka berpesan kepada sebagian yang lain dengan menggunakan harta untuk hal (penebusan) itu. Ayahku adalah orang yang mendorong dan pendiri/pelaksana kegiatan ini. Demikian inilah apa yang dikerjakan oleh kaum sufi dan turun-temurun dari zaman dahulu hingga sekarang. Sebagian dari mereka berpesan agar menjaga dan melestarikannya. Mereka menuturkan bahwa dengan hal itu Allah SWT memerdekakan hamba yang dihadiahi itu sebagaimana tercantum dalam hadits.” <br />Al-Imam Abu al-Farj Abdurrahman bin Ahmad bin Rajab al-Hanbali menuturkan bahwa sekelompok ulama salaf membeli dirinya dari Allah SWT dengan harta mereka. Di antara dari mereka membelinya dengan menyedekahkan semua hartanya, seperti Habib bin Abi Muhammad. Ada yang menyedekahkan dengan timbangan peraknya sebanyak tiga atau empat kali, seperti Khalid bin al-Thahawi. Dan juga ada yang bersungguh-sungguh dalam mengerjakan amal kebaikan dan mengatakan: “Aku hanyalah seorang tawanan yang berusaha untuk bebas.”, seperti ‘Amr bin ‘Uthbah. Sebagian dari mereka membaca tasbih sebanyak dua belas ribu kali setiap hari sesuai dendanya, seolah-olah ia telah membunuh dirinya sendiri, sehingga untuk membebaskan (hukumannya) ia harus membayar dendanya. <br />Syeikh Abu al-Abbas Ahmad al-Qasthalani RA berkata: “Aku mendengar Syaikh Abu Abdillah al-Qarsyi berkata: “Aku mendengar Abu Yazid al-Qurthubi RA berkata dalam sebagian atsar: “Barang siapa yang mengucapkan Laailaha Illallah tujuh puluh ribu kali, maka hal itu menjadi tebusannya dari api neraka. Maka aku mengamalkan hal itu karena mengharap berkah janji itu. Lalu aku mengerjakannya dan sebagiannya kupersembahkan untuk keluargaku. Aku mengerjakan beberapa amal untuk simpanan diriku sendiri (di hari kiamat). Pada waktu itu ada seorang pemuda yang bermalam bersama kami, pemuda itu dianugerahi ilmu kasyaf, mampu melihat surga dan neraka. Para jamaah memang menilai pemuda itu sebagai orang yang mempunyai keutamaan walaupun usianya masih muda. Di dalam hatiku terbesit sesuatu tentang pemuda itu. Kemudian sebagian ikhwan sepakat untuk mengundang dan mengajak kami ke rumah pemuda itu. Kami menyantap makanan dan pemuda itu bersama kami. Tiba-tiba pemuda itu berteriak yang menimbulkan asumsi tidak baik. Pemuda itu berkata: “Wahai paman, ini adalah ibuku sekarang berada di neraka.” Pemuda itu berteriak dengan teriakan yang sangat keras. Siapapun yang mendengarnya pasti akan mengerti kalau pemuda itu tertimpa masalah yang sangat besar. Setelah aku melihat kepanikan dan kesedihannya, maka aku berkata: “Hari ini aku akan mencoba untuk bersedekah kepadanya. Lalu Allah SWT memberi ilham kepadaku untuk membacakan Lailaaha Illallah sebanyak tujuh puluh ribu kali dan hanya Allah sajalah yang mengetahui hal itu. Aku berkata dalam hatiku: “Atsar ini pasti benar dan orang-orang yang meriwayatkan kepadaku adalah orang-orang yang jujur. Ya Allah, Laailaha Illallah sebanyak tujuh puluh ribu ini adalah sebagai tebusan bagi ibu pemuda ini.” Belum selesai hatiku berkata seperti itu, tiba-tiba pemuda itu berkata: “Wahai paman, ibuku ini telah dikeluarkan dari neraka.” Segala puji bagi Allah. Dengan peristiwa itu aku memperoleh dua faidah. Pertama, menguji kebenaran atsar. Kedua, dapat menyelamatkan pemuda itu dan mengetahui kejujurannya.” <br />Syakhul Akbar Muhyiddin bin al-Arabi pernah berwasiat untuk menjaga dan mengerjakan amalan yang dapat membebaskan seorang hamba dari api neraka, yakni dengan membaca Laailaha Illallah sebanyak tujuh puluh ribu kali. Karena dengan bacaan sebanyak itu sesungguhnya Allah SWT akan membabaskan seorang hamba dari api neraka atau membebaskan orang yang dihadiahi bacaan itu. <br />Syaikh Muhammad Nawawi bin ‘Amr al-Jawi RA berkata: “Bacaan Laailaha Illallah sebanyak ini (tujuh puluh ribu kali) disebut ataqat al-sughra (pembebasan kecil), sebagaimana halnya surat al-Ikhlash ketika dibaca sampai seratus ribu kali disebut ataqat al-kubra (pembebasab besar), walaupun hal itu dilakukan pada jarak beberapa tahun, karena tidak disyaratkan untuk berturut-turut. <br /> والله أعلم بالصواب وإليه المرجع والمآب . وصلى الله على سيدنا وحبيبنا وقرة أعيننا ومولانا محمد صلى الله عليه وآله وسلم وعلى آله وصحبه وسلم تسليما كثيرا الى يوم الدين , والحمد لله ربّ العالمين .Muhammad Khudhori al-Tsubutyhttp://www.blogger.com/profile/08210992279515824306noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7082093865179016992.post-71901763584921470782009-07-31T08:54:00.000-07:002009-07-31T09:05:26.736-07:00KEMULIAAN ORANG-ORANG YANG BERDZIKIR<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjnytPBP0a277gtF25tz2Kaagn5zUgqexw4RXcE6QSheFsd5cp-udRI5h0prvMHfXBeWxEIfxnlpHJOUumFAKPs2lWKwQTCXE-1lugJKq_G4CRSK60mwAOkbw3oSXeU4I4DmUiREfvd2qk/s1600-h/ORANG+BERDZIKIR.JPG"><img style="float:right; margin:0 0 10px 10px;cursor:pointer; cursor:hand;width: 400px; height: 300px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjnytPBP0a277gtF25tz2Kaagn5zUgqexw4RXcE6QSheFsd5cp-udRI5h0prvMHfXBeWxEIfxnlpHJOUumFAKPs2lWKwQTCXE-1lugJKq_G4CRSK60mwAOkbw3oSXeU4I4DmUiREfvd2qk/s400/ORANG+BERDZIKIR.JPG" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5364656028507250226" /></a><br /><div align="justify">Allah SWT telah menganugerahkan keutamaan bagi umat ini terhadap mereka yang mau berdzikir serta mau mengingat kebesaran dan keagungan Allah SWT. Seorang hamba yang berdzikir kepada Allah SWT akan mendapatkan keistimewaan yang tidak ada bandingannya di sisi Allah SWT. Karena orang-orang yang berdzikir pada dasarnya mereka bersama-sama Allah SWT. Allah SWT telah berfirman bahwa Allah bersama hamba-Nya yang menyebut-Nya. Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya bahwa Allah SWT berkuasa untuk berbuat seperti harapan hamba-Nya terhadap Allah, dan Allah SWT senantiasa menjaga, memberi taufiq serta pertolongan kepada hamba-Nya jika hamba itu menyebut nama Allah SWT. Jika hamba itu menyebut nama Allah SWT dengan lirih, maka Allah SWT akan memberinya pahala dan rahmat dengan sembunyi-sembunyi, dan jika ia menyebut nama Allah SWT secara berjamaah atau dengan suara keras maka Allah SWT akan menyebutnya di kalangan malaikat yang mulia. <br />Dzikir merupakan amal yang paling dicintai Allah SWT. Shahabat Mu’adz bin Jabal menuturkan bahwa dirinya pernah bertanya kepada Rasulullah SAW perihal amal yang paling dicintai oleh Allah SWT. Maka Rasulullah SAW menjawab: “Engkau mati sedangkan lisanmu basah dalam keadaan berdzikir kepada Allah SWT.” [H.R. al-Thabrani]. <br />Dzikir merupakan amal perbuatan kita yang paling baik di sisi Allah SWT dan merupakan faktor yang paling kuat untuk mengangkat derajat kita di sisi Allah SWT. Dzikir lebih baik dari pada memerangi musuh yang tidak disertai rasa ikhlash. Rasulullah SAW telah menegaskan melalui sabdanya bahwa dzikir kepada Allah SWT merupakan amal yang paling baik, lebih baik dari pada menginfakkan emas dan perak serta lebih baik dari memerangi musuh. Shahabat Mu’adz mengatakan bahwa tidak ada satu amalpun yang lebih menyelamatkan dari siksa Allah SWT dari pada dzikir kepada Allah SWT.<br />Dzikir kepada Allah SWT merupakan media yang dapat menjernihkan hati dan dapat menyelamatkan diri dari siksa Allah SWT. Orang yang berdzikir merupakan hamba yang paling mulia derajat dan kedudukannya. Rasulullah SAW suatu saat pernah ditanya tentang siapa hamba Allah SWT yang paling mulia derajatnya di sisi Allah SWT pada hari kiamat. Maka Rasulullah SAW menjawab bahwa hamba itu adalah orang-orang yang banyak berdzikir kepada Allah SWT. Dzikir juga dapat mendidik akhlak dan melembutkan karakter. Sehingga apabila seorang hamba khusyu’ dalam dzikirnya, maka sikapnya kepada sesamanya akan menjadi lembut dan penuh pengertian.<br />Dzikir kepada Allah SWT bisa menjadi pelindung dari gangguan syaitan yang biasa bersembunyi dan menjadi benteng yang kokoh agar tidak terjerumus untuk melakukan perbuatan-perbuatan maksiat. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya syaithan meletakkan mulut dan hidungnya pada hati anak Adam. Jika ia berdzikir kepada Allah SWT, maka syaithan merasa tertekan dan seandainya ia lupa kepada Allah SWT, maka syaithan akan menelan hatinya.” [H.R. al-Baihaqi dll.]. Sehingga jauh dekatnya syaithan kepada manusia tergantung seberapa banyak dan kuatnya ia dalam berdzikir kepada Allah SWT. Syaithan akan menjauh dari orang-orang yang berdzikir karena dalam dzikir itu terdapat cahaya yang membuat syaithan ketakutan. <br />Dzikir juga merupakan pedang bagi kaum muslimin. Dengan pedang dzikir itu mereka memerangi musuh-musuhnya baik dari golongan jin maupun manusia. Dengan dzikir mereka menangkis bala’ yang melewatinya. Para ulama berkata: “Sesungguhnya bala’ ketika turun pada suatu kaum, sedangkan di dalam kaum itu terdapat orang yang berdzikir, maka bala’ itu akan menjauh dari kaum itu.” Dzun Nun al-Mishri mengatakan bahwa barang siapa yang berdzikir kepada Allah SWT, maka Allah SWT akan menjaganya dari segala sesuatu. <br />Dzikir kepada Allah SWT dapat mengantarkan seorang hamba kepada derajat yang mulia di surga. Dzikir kepada Allah juga dapat membuat hati ini menjadi terang dan hidup serta menunujukkannya kepada kebenaran. Orang yang tidak berdzikir hatinya gelap dan hancur seperti orang yang telah meninggal. Rasulullah SAW bersabda: “Perumpamaan orang yang berdzikir dan yang tidak berdzikir laksana orang yang hidup dan orang yang meninggal.” [H.R. Bukhari-Muslim].<br />Orang-orang yang berdzikir meyakini bahwa mereka akan memperoleh pengampunan dan ridla Allah SWT. Mereka tidak akan pergi dari majlis dzikir itu kecuali dosa-dosa dan kesalahan mereka telah diampuni oleh Allah SWT. Mereka berada pada derajat yang mulia, dekat dengan rahmat serta kasih sayang Allah SWT. Mereka dicintai oleh para nabi dan syuhada’. Wajah mereka berseri-seri dan hati mereka senang dan gembira. Rasulullah SAW bersabda: “Allah SWT akan membangkitkan sekelompok kaum pada hari kiamat. Terdapat cahaya pada wajah-wajah mereka seperti cahaya di atas mimbar-mimbar mutiara. Orang-orang iri kepada mereka. Mereka bukan dari kalangan para nabi dan juga bukan para syuhada’. Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai karena Allah SWT dari kelompok dan daerah yang berbeda-beda. Mereka berkumpul untuk berdzikir kepada Allah SWT.” [H.R. al-Thabrani].<br />Yang lebih membanggakan adalah bahwa majlis yang digunakan untuk berdzikir kepada Allah SWT merupakan taman surga sebagaimana yang telah diterangkan oleh Rasulullah SAW dalam beberapa haditsnya. Mudah-mudahan kita semua dijadikan sebagai hamba Allah SWT yang selalu ingat dan berdzikir kepada Allah SWT dimanapun kita berada. red.<br /></div>Muhammad Khudhori al-Tsubutyhttp://www.blogger.com/profile/08210992279515824306noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7082093865179016992.post-27599277253876147692009-07-31T08:46:00.000-07:002009-07-31T08:53:58.520-07:00MEMBACA AL-QUR'AN BERSAMA-SAMA<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgBlJn27IeVx1oMBhYMJFiYr1yUuL5jHmPKWmT-ji_IsNmoMFqVtLVSpIXAMLtzguPCg94fivblKMC8TfhUK94rkZJgplBXIB-KJXaxnEDFuwhjY96cZpwXVktQbJ0Vq1RCebQLWR18Kys/s1600-h/tadarus-al-quran.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 400px; height: 300px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgBlJn27IeVx1oMBhYMJFiYr1yUuL5jHmPKWmT-ji_IsNmoMFqVtLVSpIXAMLtzguPCg94fivblKMC8TfhUK94rkZJgplBXIB-KJXaxnEDFuwhjY96cZpwXVktQbJ0Vq1RCebQLWR18Kys/s400/tadarus-al-quran.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5364653062264460530" /></a><br />Membaca al -Qur’an merupakan ibadah yang sangat mulia dan merupakan salah satu sarana yang paling utama untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Membaca al-Qur’an merupakan bentuk dzikir yang paling mulia, sedangkan kita diperintahkan untuk selalu berdzikir kepada Allah SAW dalam keadaan apapun. Allah SWT telah berfirman: <br />اذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِكُمْ. [النساء/103]<br />“Berdzikirlah kepada Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring (dalam kedaan apapun).” [Q.S. al-Nisa’: 103]<br />Dalam masyarakat kita terdapat kebiasaan membaca al-qur’an bersama-sama, baik qur’an yang dibaca itu berupa satu surat, seperti surat Yasin, ataupun masing-masing qari’ membaca surat yang berbeda-beda. Sebagian kelompok mengatakan bahwa perbuatan tersebut adalah bid’ah dan bertentangan dengan ayat:<br />وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآَنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ. [الأعراف/204] <br />“Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” [Q.S. al-A’raf: 204]<br />Benarkah ayat ini melarang kita untuk membaca al-Qur’an bersama-sama?<br />Berhujjah dengan ayat ini untuk mengatakan bahwa membaca qur’an bersama-sama merupakan perbuatan bid’ah dan dilarang sungguh sangat jauh dan tidak bisa diterima. <br />Para ulama berbeda pendapat mengenai asbabun nuzul ayat di atas. Pendapat mayoritas dan yang kuat mengatakan bahwa ayat itu turun dalam masalah shalat jama’ah. Ketika itu para shahabat mengeraskan suaranya sedangkan mereka berada di belakang Nabi SAW yang sedang mengerjakan shalat. Imam Qatadah RA berkata: “Mereka (para sahabat) saling bercakap-cakap dalam shalat mereka ketika pertama kali shalat difardlukan. Seorang laki-laki datang dan berkata kepada temannya: “Berapa shalatmu?” Lalu temannya berkata demikian dan demikian, sehingga Allah SWT menurunkan ayat ini (al-A’raf: 204).” Imam Ibnu Abbas RA berkata: “Sesungguhnya Rasulullah SAW membaca (al-Fatihah) dalam shalat maktubah, kemudian para shahabatnya juga membaca dengan suara yang keras sehingga tercampurlah bacaan mereka. Maka turunlah ayat ini.” <br />Pendapat lain mengatakan bahwa ayat itu turun ketika sedang berlangsung khutbah. Para shahabat diperintahkan untuk mendengarkan imam ketika sedang berkhuthbah pada shalat Jum’at. Namun pendapat ini oleh para ulama dinilai dloif (lemah), karena Ayat tersebut adalah Makkiyah, sedangkan kewajiban mengerjakan khuthbah pada shalat Jum’at terjadi setelah Nabi hijrah ke Madinah. Sehingga tidak heran jika Imam Ahmad bin Hambal sebagaimana yang dinukil oleh Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawinya telah mengklaim bahwa para ulama telah sepakat ayat tersebut turun dalam shalat. <br />Lebih lanjut dalam Majmu’ Fatawinya, Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa firman Allah SWT: “Dan apabila dibacakan al-qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.[Q.S. al-A’raf: 204]” merupakan lafadz yang umum, ada kalanya tertentu pada qiraah dalam shalat, qiraah diluar shalat atau mencakup keduanya. Pendapat yang kedua (qiraah diluar shalat) merupakan pendapat yang bathil secara pasti, karena sesungguhnya tidak ada seorang ulama’pun yang berpendapat bahwa mendengarkan qiraah di luar shalat hukumnya adalah wajib. [Majmu’ Fatawi: 23/269]. <br />Sementara itu, di sisi lain Rasulullah SAW telah bersabda: <br />وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ. (رواه مسلم)<br /> “Tidaklah berkumpul sekelompok kaum dalam satu rumah (masjid) dari rumah-rumah Allah yang membaca kitab Allah dan mempelajarinya di antara mereka kecuali ketenangan turun pada mereka, rahmat menyelimuti mereka, malaikat mengelilingi mereka dan Allah SWT menyebut mereka di hadapan para malaikat yang ada di sisi-Nya.” [H.R. Muslim] <br />Berdasarkan hadits ini Imam Nawawi dalam Syarah Muslimnya berkomentar: “Hadits ini menjadi dalil keutamaan berkumpul membaca al-Qur’an di masjid. Ini merupakan madzhab kami (Madzhab Syafi’i) dan madzhab mayoritas ulama, hanya saja Imam Malik mengatakan bahwa hal itu adalah makruh.” Namun para pengikut Imam Malik memperbolehkan hal itu. Imam al-Maziri berkata: “Secara tekstual hadits ini memperbolehkan membaca al-Qur’an bersama-sama di dalam masjid, walaupun Imam Malik memakruhkannya dalam kitabnya al-Mudawwanah. Mungkin beliau berpendapat demikian karena beranggapan bahwa ulama salaf tidak melakukannya.” Sebagian masyayikh memandang itu sebagai bid’ah hasanah seperti shalat terawih berjamaah dan lain-lain. Membaca al-qur’an bersama-sama sudah terjadi di berbagai Negara. Hal itu dilakukan dihadapan para ulama tanpa adanya pengingkaran dari mereka. <br />Jika yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah seseorang membacakan dan yang lain mendengarkannya, tentunya Imam Malik tidak akan memakruhkannya, karena hal itu sudah ada di zaman Nabi SAW. Imam Malik berpendapat makruh karena memandang hal itu dibaca bersama-sama dan beliau beranggapan bahwa hal itu tidak dilakukan oleh salaf.<br />Wal hasil, jika benar bahwa membaca al-Qur’an bersama-sama tidak pernah terjadi di zaman Nabi, hal itu tidak serta merta menjadikan perbuatan itu sebagai bid’ah yang dilarang. Karena perkara baru (yang tidak terdapat di zaman Nabi) jika bertentangan dengan al-Kitab, al-Sunnah, Ijma’ atau Atsar maka hal itu merupakan bid’ah yang sesat, sedangkan perkara baru yang berupa kebaikan dan tidak bertentangan dengan al-Kitab, al-Sunnah, Ijma’ ataupun Atsar, maka hal itu adalah bid’ah yang terpuji sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Imam Syafi’i RA. Sedangkan kita tahu bahwa membaca al-Qur’an bersama-sama merupakan perbuatan yang baik dan terpuji. Hal itu oleh para ulama juga dianggap sebagai hal yang baik. Rasululah SAW telah bersabda: <br />مَا رَآهُ الْمُؤْمِنُ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللهِ حَسَنٌ ، وَمَا رَآهُ الْمُؤْمِنُونَ قَبِيحًا فَهُوَ عِنْدَ اللهِ قَبِيحٌ. (رواه البزار)<br />“Apa yang dilihat orang mukmin sebagai hal yang baik, maka hal itu menurut Allah juga baik, dan apa yang dilihat orang mukmin sebagai hal yang jelek, maka hal itu menurut Allah juga jelek.” [H.R. al-Bazzar] <br />Semoga kita selalu mendapatkan rahmat dan ampunan dari Allah SWT, dengan selalu membaca, mentadabburi dan mengamalkan ajaran dan perintah al-Qur’an. Amiin… Wallahu A’lam.Muhammad Khudhori al-Tsubutyhttp://www.blogger.com/profile/08210992279515824306noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7082093865179016992.post-42714805976585342602009-07-13T09:52:00.000-07:002009-07-13T10:19:04.599-07:00UMAT TERBAIK<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg12GftRcjEGowaFjfUfS38EX1OmIUHp2MVG12IhuoCezM03Wvkz0vg_pfegtIt5_OpEvkcVk-JDynLGDiOmlgIULPmFt9wt649Lhm3uJaXB7-ITEcktoPkCroP9oLGl0LbHtYzXlY9ZwA/s1600-h/BigMosqueAtBahrain.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 269px; height: 400px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg12GftRcjEGowaFjfUfS38EX1OmIUHp2MVG12IhuoCezM03Wvkz0vg_pfegtIt5_OpEvkcVk-JDynLGDiOmlgIULPmFt9wt649Lhm3uJaXB7-ITEcktoPkCroP9oLGl0LbHtYzXlY9ZwA/s400/BigMosqueAtBahrain.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5357995458938313570" /></a><br /><div align="justify"><br />Umat Muhammad SAW adalah umat yang terbaik, hal itu telah diungkapkan oleh Allah SWT melalui firman-Nya:<br />كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ. [آل عمران/110] <br />"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah." [Q.S. Ali Imran: 110].<br />Hal serupa juga telah diungkapkan oleh Rasulullah SAW. Beliau bersabda: "Aku dianugerahi sesuatu yang tidak pernah dianugerahkan kepada seorang nabipun." Para shahabat bertanya: "Apa itu wahai Rasulullah?" Rasulullah SAW bersabda: "Aku ditolong ketika dalam ketakutan, aku diberi kunci pembuka alam semesta, aku diberi nama Ahmad, debu ini dijadikan sebagai sesuatu yang mensucikan bagiku dan umatku dijadikan sebagai umat yang terbaik." [H.R. Imam Ahmad]<br />Allah SWT telah menyebutkan bahwa sifat-sifat mereka yang terpuji adalah selalu beramar makruf dan mencegah kemungkaran. Berkaitan dengan hal ini Rasulullah SAW juga telah bersabda: "Sekelompok orang dari umat ini akan selalu menampakkan kebenaran. Tidak akan membahayakan mereka orang-orang yang menentang mereka sampai hari kiamat." Hal ini menjadi tanda bahwa umat Muhammad SAW akan selalu meneggakkan kebenaran walaupun mereka dalam kedaan terbatas dan serba sulit.<br />Sifat-sifat di atas sungguhlah berbeda dengan Ahli Kitab. Mereka mengabaikan sifat-sifat ini dengan meninggalakan amar makruf nahi munkar. Sehingga pantaslah apabila mereka mendapat kecamaan dari Allah SWT melalui firman-Nya: <br />لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُودَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ. كَانُوا لَا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ. [المائدة/78، 79] <br />"Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu." [Q.S. al-Maidah: 78-79].<br /></div>Muhammad Khudhori al-Tsubutyhttp://www.blogger.com/profile/08210992279515824306noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7082093865179016992.post-28131435084205024812009-07-13T09:38:00.000-07:002009-07-13T09:40:32.738-07:00Sayyidul Istighfar<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiVJeZ2IjCn0BVUT2nCUIM1sad9sQJqtD4La8pZmJllggqkRQGKfwZmwGfgK7eCRf0qCs1XuFGEkFhp6PQGD-SU39Sdc1YU6Dr7uEldIbHHmvOwG9dvDJ98Uu69ICy_Av_hhrU5bC1nCk8/s1600-h/Sayidul+Istighfar.JPG"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 400px; height: 385px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiVJeZ2IjCn0BVUT2nCUIM1sad9sQJqtD4La8pZmJllggqkRQGKfwZmwGfgK7eCRf0qCs1XuFGEkFhp6PQGD-SU39Sdc1YU6Dr7uEldIbHHmvOwG9dvDJ98Uu69ICy_Av_hhrU5bC1nCk8/s400/Sayidul+Istighfar.JPG" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5357985463041436706" /></a><br /><div align="justify">Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “Belajarlah kalian semua Sayyidul Istighfar:<br />اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ ، خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ ، أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ ، وَأَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ ، وَأَبُوءُ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ أَنْتَ.<br />“Ya Allah, Engkau adalah Tuhan hamba, tiada tuhan yang wajib disembah melainkan Engkau. Engkaulah yang menciptakan hamba dan hamba adalah penyembah-Mu. Hamba berada dalam janji hamba kepada-Mu (untuk beriman dan ikhlas dalam beribadah) semampu hamba. Hamba berlindung kepada-Mu dari kejelekan dosa-dosa yang telah hamba lakukan. Hamba mengakui nikmat yang telah Engkau berikan kepada hamba. Hamba mengakui dosa-dosa hamba. Maka ampunilah hamba, karena sesungguhnya tidak ada yang bisa mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau.”<br />Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa membacanya pada siang hari dalam keadaan yakin (ikhlas dan membenarkan pahalanya), kemudian ia meninggal pada siang itu, sebelum sore, maka dia adalah ahli surga. Barang siapa membacanya pada malam hari dalam kedaan yakin (ikhlas dan membenarkan pahalanya), lalu meninggal sebelum subuh, maka ia adalah ahli surga.” [H.R. Bukhari, al-Nasa’i dll.] <br /><br /></div>Muhammad Khudhori al-Tsubutyhttp://www.blogger.com/profile/08210992279515824306noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7082093865179016992.post-47018570589933868882009-07-13T09:31:00.000-07:002009-07-13T09:34:42.165-07:00Bismillah Dalam Fatihah; Pelan Atau Keras?<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEimHCGIuEeEC4bhiu6RWd6wTm4d_N235pPSWGt_xkVjSBF_bwiQcXUqEpX3-VmQLdvBJTZXAt0CYKpetQhnAFD3GobKcB0vba7Q74PLKHWrP5nSRw-D0-tvOaV43phkf0YEGnCmkv-5D9w/s1600-h/bismillah-star.gif"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 400px; height: 200px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEimHCGIuEeEC4bhiu6RWd6wTm4d_N235pPSWGt_xkVjSBF_bwiQcXUqEpX3-VmQLdvBJTZXAt0CYKpetQhnAFD3GobKcB0vba7Q74PLKHWrP5nSRw-D0-tvOaV43phkf0YEGnCmkv-5D9w/s400/bismillah-star.gif" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5357983948543511426" /></a><br />Jika kita mengamati orang-orang yang melakukan shalat jahr (shalat yang bacaan fatihah dan suratnya dikeraskan) di sekitar kita, kita akan menjumpai mereka membaca keras dalam bismillah karena mereka yang membaca bismillah dengan jahr (keras) dalam fatihah adalah pengikut Madzhab Syafi’i. Namun ada juga ikhwan kita yang lain ketika membaca fatihah dalam shalat jahr bismillahnya dipelankan, ada juga yang sama sekali tidak dibaca. Ikhwan kita ini bersandar pada hadits shahih yang bersumber dari shahabat Anas bin Malik, bahwa Nabi SAW, Abu Bakar dan Umar RA, mereka semua memulai shalat dengan membaca; alhamdulillahi rabbil ‘alamiin. Menurut riwayat lain, shahabat Anas berkata: “Aku shalat bersama Abu Bakar, Umar dan Utsman, maka aku tidak mendengar salah satu di antara mereka membaca bismillahirrahmaanirrahiim.” Sedangkan riwayat dari Imam Muslim berbunyi: “Aku Shalat di belakang Nabi SAW, Abu Bakar, Umar dan Utsman, mereka semua memulai shalat dengan membaca alhamdulillahi rabbil ‘alamin, mereka tidak menuturkan bismillahirrahmaanirrahiim di awal maupun akhir bacaan.” <br />Para ulama dalam hal membaca bismillah pada fatihah ketika shalat terdapat tiga pendapat. Pertama, tidak membaca bismillah sama sekali, baik dalam shalat sirr (pelan) maupun jahr (keras). Pendapat ini adalah pendapatnya Imam Malik RA. Kedua, membaca bismillah dengan suara pelan (tidak keras) baik dalam shalat sirr maupun jahr yang merupakan pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad RA. Ketiga, membaca bismillah dengan suara keras pada shalat jahriyah (Maghrib, Isya’ dan Subuh) dan membacanya dengan pelan pada shalat sirriyah (dhuhur dan ashar) yang merupakan pendapat Imam Syafi’i. <br />Dalam konteks ini Imam Syafi’i dengan ijtihadnya mengharuskan mushalli (orang yang shalat) untuk membaca bismillah karena bismillah merupakan ayat dari al-Fatihah dan mensunnahkan membaca keras pada shalat jahr karena adanya beberapa hadits yang menjelaskan tentang hal itu, di antara yang paling shahih menerangkan hal itu adalah yang bersumber dari Nu’aim bin Abdullah al-Mujmir, ia berkata:<br />كُنْتُ وَرَاءَ أَبِي هُرَيْرَةَ ، فَقَرَأَ : بِسْمِ الله الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ، ثُمَّ قَرَأَ بِأُمِّ الْقُرْآنِ حَتَّى بَلَغَ {وَلا الضَّالِّينَ} قَالَ : آمِينَ ، وَقَالَ: النَّاسُ آمِينَ ، وَيَقُولُ كُلَّمَا سَجَدَ: الله أَكْبَرُ ، وَإِذَا قَامَ مِنَ الْجُلُوسِ قَالَ: الله أَكْبَرُ ، وَيَقُولُ إِذَا سَلَّمَ: وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنِّي لأَشْبَهُكُمْ صَلاَةً بِرَسُولِ الله صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم. (رواه النسائي)<br /> “Aku shalat berada di belakang Abu Hurairah, beliau membaca bismillahirrahmanirrahim, lalu membaca ummul qur’an sampai pada ayat walaadldlaalliin dan membaca amin, kemudian orang-orang juga mengikutinya membaca amin. Beliau ketika akan sujud membaca; Allahu Akbar dan ketika bangun dari duduk membaca; Allahu Akbar. Setelah salam beliau berkata: “Demi Dzat yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, sesungguhnya aku adalah orang yang shalatnya paling menyerupai Rasulullah di antara kalian.” [H.R. al-Nasa’i]<br />Hadits di atas diriwayatkan oleh Imam al-Nasa’i dan telah dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan al-Hakim. Al-Hakim mengatakan bahwa keshahihan hadits tersebut berdasarkan syarat yang telah ditetapkan oleh Imam Bukhari dan Muslim. Imam Baihaqi mengatakan bahwa sanad hadits di atas adalah shahih dan mempunyai beberapa syawahid (penguat eksternal). Mengomentari hadits di atas, Imam Abu Bakar al-Khathib mengatakan bahwa hadits itu adalah shahih yang tidak butuh terhadap penjelasan. <br />Imam al-Daruquthni juga meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah:<br />أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ كَانَ إِذَا قَرَأَ وَهُوَ يَؤُمُّ النَّاسَ اِفْتَتَحَ الصَّلَاةَ بِبِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ. (رواه الدارقطني)<br />“Sesungguhnya Nabi SAW ketika membaca (fatihah), sedangkan beliau mengimami para shahabat, memulai shalat dengan membaca bismillahirrahmaanirrahiim.” [H.R. al-Daruquthni]. Imam Daruquthni mengatakan bahwa semua perawi hadits tersebut adalah tsiqat.<br />Dari paparan beberapa hadits di atas, seolah-olah hadits yang bersumber dari Nu’aim bin Abdullah al-Mujmir dan Abu Hurairah bertentangan dengan hadits yang bersumber dari shahabat Anas bin Malik RA. Sehingga para ulama mengarahkan hadits yang diriwayatkan oleh shahabat Anas tersebut maksudnya adalah tidak membaca bismillah dengan suara keras, bukan meninggalkan (tidak membaca) bismillah sama sekali. Hal itu karena dalam sebagian riwayat, di antaranya riwayat Imam Ahmad dalam Musnadnya dan Ibnu Hibban dalam Shahihnya yang juga bersumber dari Anas menyebutkan:<br />وَكَانُوْا لَا يَجْهَرُوْنَ بِبِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ.<br />“Mereka tidak mengeraskan bacaan bismillahirrahmanirrahim.”<br />Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitabnya Fath al-Bari berkata: “Setelah pembahasan ini selesai, maka dapat disimpulkan bahwa hadits yang bersumber dari shahabat Anas RA menafikan bacaan keras dalam bismillah berdasarkan makna yang tampak setelah menjami’kan beberapa riwayat yang berbeda darinya. Sehingga jika ditemukan riwayat yang menetapkan bacaan keras dalam bismillah, maka harus didahulukan dari pada riwayat yang menafikannya. Demikian itu bukan semata-mata mendahulukan riwayat yang menetapkan, melainkan karena sahabat Anas RA yang hidup bersama Rasululah SAW dalam masa dua puluh tahun, kemudian bersama Abu Bakar, Umar dan Utsman dalam masa dua puluh lima tahun tidaklah mungkin beliau tidak mendengar dari mereka tentang bacaan keras bismillah dalam satu shalat. Hanya saja beliau mengaku tidak hafal ketetapan hukum ini setelah masa yang lama, yang beliau yakin masih ingat adalah memulai dengan hamdalah dengan bacaan keras. Oleh karena itu yang diambil adalah riwayat yang menetapkan bacaan bismillah dengan keras.” Muhammad Khudhori al-Tsubutyhttp://www.blogger.com/profile/08210992279515824306noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-7082093865179016992.post-43848399557413989452009-07-13T09:20:00.000-07:002009-07-13T09:29:19.520-07:00Ahlu Sunnah Wal Jama’ah Kelompok Yang Selamat<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhWqTWZmVHH36Ri9yrj1Jt1qEI3uOFTcuwmphzwEbcc1-z6dJBlX-R0sQhtypRrChJWiW8NEbNNakySjEFPdjbTzLpjov-zI5ilBTZOA6czrtH20AnQW7pGYaljIenG0gbSDH1F58OkLUA/s1600-h/ahlus-sunnah.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 250px; height: 300px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhWqTWZmVHH36Ri9yrj1Jt1qEI3uOFTcuwmphzwEbcc1-z6dJBlX-R0sQhtypRrChJWiW8NEbNNakySjEFPdjbTzLpjov-zI5ilBTZOA6czrtH20AnQW7pGYaljIenG0gbSDH1F58OkLUA/s400/ahlus-sunnah.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5357981225623972338" /></a><br /><div align="justify">Perpecahan yang akan terjadi pada umat ini sudah terbaca oleh Rasulullah SAW ketika beliau masih hidup. Beliau menjelaskan bahwa semua kelompok tersebut akan masuk ke dalam neraka kecuali satu kelompok. Ketika beliau ditanya oleh para shahabat, siapakah kelompok yang selamat itu, beliau menyebut al-Jama’ah.<br />لَتَفْتَرِقَنَّ أُمَّتِى على ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً فَوَاحِدَةٌ فِى الْجَـنَّةِ وَثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِى النَّارِ قِيْلَ يَا رَسُوْلَ اللهِ مَنْ هُمْ قَالَ اَلْجَمَاعَةُ. (رواه ابن ماجه وغيره) <br />“Sungguh umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, satu kelompok yang akan masuk surga dan tujuh puluh dua yang lainnya berada di neraka.” Ditanyakan oleh para shahabat: “Wahai Rasulullah, siapa mereka?” maka Rasulullah bersabda: “Al-Jama’ah.” [H.R. Ibnu Majah dll.] <br />Dalam versi riwayat lain beliau menjelaskan bahwa kelompok tersebut adalah kelompok yang mengikuti tindak lampah (sunnah) beliau dan para shahabat beliau (ma ana ‘alaihill yaum wa ashhabi). <br />تَفْتَرِقُ هَذِهِ الْأُمَّةُ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلَّا وَاحِدَةً قَالُوْا وَمَا تِلْكَ الْفِرْقَةُ قَالَ مَا اَنَا عَلَيْهِ الْيَوْمَ وَأَصْحَابِيْ. (رواه الطبراني وغيره)<br />“Umat ini akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga kelompok, semuanya masuk neraka, kecuali satu. Para shahabat bertanya: “Siapakah kelompok itu wahai Rasulallah?” Rasulullah SAW bersabda: “Kelompok yang sesuai dengan sunnahku dan shahabatku pada hari ini.” [H.R. al-Thabrani dll.]<br />Dari kedua redaksi hadits tersebut, sebenarnya istilah Ahlusunnah Wal Jamaah secara implisit sudah pernah diungkapkan oleh Rasulullah SAW untuk menjelaskan kelompok yang selamat. Hanya saja term Ahlusunnah Wal Jamaah lebih dikenal pada abad III sebagai reaksi atas munculnya berbagai aliran yang menyimpang.<br />Ahlu Sunnah wal Jama’ah sendiri terbentuk dari tiga kata yang menyusunnya. <br />1. Kata ahlun, ahlu atau ahli mempunyai makna kaum atau golongan. <br />2. Kata al-Sunnah. Secara lughawi mempunyai makna jalan, tingkah laku atau kebiasaan. Sedangkan menurut istilah syara’, para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan makna sunnah. Ulama ahli hadits mendefinisikan sunnah sebagai segala sesuatu yang berasal dari Nabi SAW, baik berupa ucapan, perbuatan, ketetapan, sifat dan perjalanan hidup beliau, baik sebelum diangkat menjadi nabi maupun setelah diangkat menjadi nabi. Menurut ulama ushul, sunnah adalah segala sesuatu yang berasal dari Nabi SAW selain al-Qur’an yang berupa ucapan, perbuatan atau ketetapan yang pantas untuk dijadikan sebagai dalil hukum syara’. Sedangkan ulama fiqh mendefinisikan sunnah sebagai sesuatu yang telah tetap dari Rasulullah SAW yang tidak termasuk dalam kategori fardlu dan wajib. Kata sunnah terkadang juga digunakan untuk hal-hal yang telah dilakukan oleh para shahabat, baik hal itu yang tercantum di dalam al-Qur’an, yang berasal dari Nabi, maupun tidak. Karena apa yang dilakukan oleh para shahabat pada hakekatnya adalah realisasi dari sunnah Nabi SAW. Sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah SAW: <br />فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ. <br />“Berpegang teguhlah kalian semua dengan sunnahku dan sunnah Khulafa’ al-Rasyidin.” [H.R. Abu Dawud dll.]<br />3. Kata al-Jama’ah. Menurut Ibnu Mas’ud yang dimaksud al-Jama’ah adalah kelompok yang selalu taat kepada Allah SWT walaupun hanya seorang. Para ulama terjadi perbedaan pendapat dalam menjelaskan makna al-Jama’ah:<br />a. Al-jama’ah adalah al-Sawad al-A’dham (kelompok mayoritas umat Islam), sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Abu Ghalib bahwa sesungguhnya al-Sawad al-A’dham adalah kelompok yang selamat. Para tokoh yang berpendapat demikian diantaranya adalah Abu Mas’ud al-Anshari dan Ibnu Mas’ud. Ketika terjadi peristiwa terbunuhnya shahabat Utsman bin Affan, Abu Mas’ud ditanya tentang peristiwa itu, maka beliau berkata: “Berpeganglah kalian kepada al-Jama’ah, karena sesungguhnya Allah SWT tidak akan menyepakatkan umat Muhammad SAW pada kesesatan.” Berdasarkan pendapat ini yang termasuk dalam kategori al-Jama’ah adalah para imam mujtahid umat ini serta para ulama mereka.<br />b. Al-Jama’ah adalah kelompok para imam mujtahid, barang siapa keluar dari ketetapan para ulama umat ini, maka ia akan mati dalam keadaan jahiliyah. Karena sesungguhnya jama’ah Allah SWT adalah para ulama. Merekalah yang dimaksudkan oleh Nabi: “Sesungguhnya Allah SWT tidak akan menyepakatkan umatku dalam kesesatan.” Demikian itu karena orang-orang awam mengambil agama ini dari para ulama. Sehingga makna sabda Nabi SAW: “Umatku tidak akan sepakat dalam kesesatan.” adalah “Ulama umat ini tidak akan sepakat dalam kesesatan.” Para tokoh yang berpendapat demikian diantaranya adalah Abdullah bin al-Mubarak, Ishaq bin Rahaiwah dan sekelompok ulama salaf. Pendapat ini merupakan pendapat para ulama ushul. <br />c. Al-Jama’ah adalah tertentu kepada para shahabat. Mereka adalah tiang agama dan mereka adalah orang-orang yang tidak akan bersepakat dalam kesesatan secara pasti, dimana hal itu mungkin saja terjadi pada selain shahabat.<br />d. Al-Jama’ah adalah kelompok kaum muslimin ketika telah sepakat atas suatu perkara, maka wajib bagi yang lain untuk mengikutinya.<br />e. Al-Jama’ah adalah sekelompok kaum muslimin ketika telah sepakat atas seorang pemimpin.<br />Dari uraian di atas, maka kita dapat menyimpulkan bahwa Ahlu Sunnah wal Jama’ah adalah kaum muslimin yang mengikuti sunnah Nabi SAW dan Jama’ah. Mereka adalah orang-orang yang menjadikan Sunnah Nabi SAW dan Jama’ah sebagai tiang utama bangunan ke-Islaman mereka. Hilang salah satu dari keduanya, bangunan Islamnya akan goyah, bahkan bisa jadi akan hancur. Dengan kata lain, orang yang tidak mengikuti Sunnah atau orang yang tidak mengikuti Jama’ah, atau keluar dari Jama’ah, pada hakekatnya dia bukan bagian dari Ahlu Sunnah wal Jama’ah.<br /><br />Asy’ariyah Kebangkitan Kembali Ahlu Sunnah wal Jama’ah<br />Asy`ariyah adalah sebuah paham aqidah yang dinisbatkan kepada Imam Abu al-Hasan Ali bin Ismail al-Asy`ary. Beliau lahir di Bashrah pada tahun 260 Hijriyah dan wafat pada tahun 324 Hijriyah. Beliau merupakan salah satu keturunan shahabat Nabi SAW yang bernama Abu Musa al-Asy’ari. Beliau adalah Syeikh Thariqah Ahlu Sunnah wal Jama’ah, seorang imam para theolog dan penolong sunnah Rasulullah SAW.<br />Pada mulanya Imam Asy’ari adalah pengikut Abu Ali al-Jubba’i, seorang pemimpin dan theolog Mu’tazilah. Beliau menjadi pengikut Mu’tazilah selama empat puluh tahun, sehingga pada waktu yang lama itu beliau menjadi imam di kalangan Mu’tazilah. Namun semakin lama mendalami konsep theology Mu’tazilah malah menyebabkan kebimbangan dan kebingungan pada diri beliau. Sehingga pada puncaknya beliau mengasingkan diri di dalam rumahnya selama lima belas hari. Setelah itu, beliau keluar dari rumahnya menuju ke masjid dan naik ke atas mimbar, mengumumkan kepada masyarakat bahwa beliau telah mencabut akidah yang selama ini dianut dan diyakininya. Beliau kemudian menyerahkan beberapa kitab yang sesuai dengan akidah yang dibawa oleh Rasulullah SAW dan para shahabatnya (akidah Ahli Sunnah wal Jama’ah) kepada masyarakat.<br />Kisah keluarnya Imam Abu al-Hasan al-Asy’ary dari kubangan Mu’atazilah bermula ketika beliau tidur di malam-malam sepuluh hari pertama bulan Ramadhan. Dalam tidurnya itu beliau bermimpi bertemu dengan Nabi SAW. Dalam mimpi itu Rasulullah SAW bersabda: “Wahai Ali, tolonglah madzhab-madzhab yang telah diriwayatkan dariku, karena madzhab-madzhab itulah yang benar.” Ketika bangun dari tidurnya, beliau merasakan beban masalah yang sangat berat. Beliau selalu memikirkan mimpi itu dan merasa gelisah. <br />Pada pertengahan Ramadhan (sepuluh hari kedua), beliau kembali bermimpi bertemu Nabi SAW untuk yang kedua kalinya. Dalam mimpi yang kedua ini, Rasulullah SAW bersabda: “Apa yang telah engkau perbuat pada apa yang telah aku perintahkan?” Beliau berkata: “Wahai Rasulallah, gerangan apa yang harus aku lakukan, sementara aku telah menyebarkan ajaran-ajaran yang benar kepada umat ini dari madzhab-madzhab yang telah diriwayatkan darimu.” Rasulullah bersabda: “Tolonglah madzhab-madzhab yang telah diriwayatkan dariku, karena madzhab-madzhab itulah yang benar.” Ketika terbangun dari mimpinya, beliau sangat menyesal dan sedih. Beliau sepakat untuk meninggalkan ilmu kalam dan mengikuti hadits serta terus-menerus membaca al-Qur’an. Hingga tiba saatnya pada tanggal dua puluh tujuh Ramadhan, seperti biasanya beliau selalu menghidupkan malam itu. Namun pada waktu itu rasa ngantuk menyerang beliau, sehingga beliau tertidur. Dalam tidurnya itu, beliau kembali bermimipi bertemu Rasulallah SAW. Rasulullah SAW bertanya kepada beliau: “Apa yang telah engkau kerjakan terhadap apa yang telah aku perintahkan?” Beliau menjawab: “Wahai Rasulullah Aku telah meninggalkan ilmu kalam dan berpegang pada al-Qur’an dan Sunnahmu.” Rasulullah bersabda: “Aku tidak memerintahkanmu untuk meninggalkan ilmu kalam, aku hanya memerintahmu untuk menolong madzhab-madzhab yang telah diriwayatkan dariku, karena madzhab-madzhab itulah yang benar.” Imam Asy’ary berkata: “Wahai Rasulullah, bagaimana aku meninggalkan madzhab yang telah aku gambarkan permasalahan-permasalahnnya dan aku telah mengetahui dalil-dalilnya selama tiga puluh tahun untuk berpendapat.” Maka Rasulullah SAW bersabda: “Seandainya aku tidak mengetahui bahwasanya Allah SWT akan menganugerahkan padamu karunia dari sisi-Nya, maka aku tidak akan berdiri di hadapanmu, sehingga aku menjelaskan maksud dalil-dalil itu. Bersunguh-sungguhlah, karena sesungguhnya Allah akan menganugerahkan karunia dari sisi-Nya kepadamu.” Imam Abu al-Hasan terbangun dari mimpinya dan berkata: “Tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan.” [Q.S. Yunus: 32] Setelah peristiwa itu beliau membela aqidah-aqidah Ahlu Sunnah, khususnya tentang masalah yang berkaitan dengan melihat Allah SWT dan syafaat yang diingkari oleh kaum Mu’tazilah. <br />Selain sebagai ahli theolog dan berbagai disiplin ilmu yang lain, al-Imam al-Asy’ary juga merupakan Imam dalam tashawuf. Orang-orang yang pernah berkumpul bersama beliau menuturkan bahwa beliau selama dua puluh tahun mengerjakan shalat subuh dengan wudlu shalat isya’. Beliau makan dari hasil tanah yang diwakafkan kakeknya Bilal bin Abu Bardah bin Abu Musa al-Asy’ary kepada anak cucunya. Nafkah beliau dalam setahun hanya tujuh belas dirham. Untuk bekal hidupnya, beliau menghabiskan satu dirham lebih sedikit setiap bulannya.<br />Sebagian orang menyangka bahwa Imam Abu Hasan al-Asy’ary bermadzhab Maliki, padahal hal itu tidak benar. Yang benar beliau adalah seorang yang bermadzhab Syafi’i. Beliau mendalami madzhab Syafi’i kepada Syeikh Abu Ishaq al-Maruzi sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Syeikh Abu Bakar Ibnu Fauruq dalam Thabaqat al-Mutakallimin dan Syeikh Abu Ishaq al-Isfiraini yang dinukil oleh Syeikh Abu Muhammad al-Juwaini dalam Syarh al-Risalah. Sedangkan yang bermadzhab Maliki adalah al-Qadli Abu Bakar bin al-Baqilani, seorang tokoh besar madzhab Asy’ariyah. <br /><br />Karya-karya Imam al-Asy’ari<br />Abu Muhammad bin Hazm menuturkan bahwa karya-karya Imam al-Asy’ari mencapai lima puluh lima karya tulis. Namun pendapat ini ditolak oleh Ibnu Asakir, kemudian beliau menuturkan dari Abu al-Ma’ali bin Abdul Malik al-Qadli, beliau mendengar dari orang yang tsiqat bahwa karya Imam al-Asy’ary lebih dari tiga ratus karya tulis. Karya-karya itu diantaranya adalah: al-Fushul fi al-Rad ‘ala al-Mulhidin, al-Mujiz, al-Istitha’ah, al-Shifat, al-Ru’yah, al-Asma’ wa al-Ahkam, al-Rad ala al-Mujassimah, al-Idlah, al-Luma’ al-Shaghir, al-Luma’ al-Kabir, al-Syarh wa al-Tafshil, al-Muqaddimah, al-Naqdlu ‘ala al-Jubba’i, al-Naqdlu ‘ala al-Balkhi, Maqalat al-Muslimin, Maqalat al-Mulhidin, al-Jawabat fi al-Shifat ‘ala al-I’tizal, al-Rad ‘ala Ibnu Rawandi dan masih banyak lagi yang lainnya.<br /><br />Hakekat Madzhab Asy’ariyah<br />Perlu diketahui bahwa Imam al-Asy’ary tidaklah membuat madzhab baru, beliau hanyalah merumuskan kembali akidah-akidah yang telah dibawa oleh Rasulullah SAW dan para shahabatnya. Namun ternyata masih ada saja sekelompok orang yang mencela dan menghina madzhab Asy’ariyah, bahkan menuduhnya sebagai madzhab yang sesat. Hal itu tidaklah mengherankan, karena zaman dulupun juga telah ada sekelompok orang yang menganggap sesat dan mengkafirkan Asy’ariyah. Qadli al-Qudlat Abu Abdillah al-Damaghani al-Hanafi mengatakan bahwa orang yang mengatakan demikian sungguh telah melakukan bid’ah dan melakukan sesuatu yang tidak diperbolehkan. Lebih lanjut Syeikh Abu Ishaq al-Syairazi mengungkapkan bahwa Asy’ariyah adalah esensi dari Ahlu Sunnah itu sendiri dan penolong syariah yang bangkit menentang kelompok-kelompok ahli bid’ah seperti Qadariyah, Rafidhah dan kelompok-kelompok lain yang menyimpang. Barang siapa yang mencela mereka, maka sesungguhnya ia telah mencela Ahlu Sunnah. Lebih lanjut lagi al-Imam al-Qusyairi mengatakan bahwa Ashab al-Hadits telah sepakat bahwa Abu al-Hasan Ali bin Ismail al-Asy’ary adalah salah seorang imam dari para imam Ashab al-Hadits. Madzhab beliau adalah madzhab Ashab al-Hadits. Beliau telah mengulas tentang pokok-pokok agama (ushuluddin) sesuai manhaj Ahlu Sunnah. Beliau telah membantah teori-teori kalam yang digagas oleh kelompok-kelompok yang menyimpang. Beliau laksana pedang yang terhunus, yang siap membantai Mu’tazilah, Rafidhah dan kelompok-kelompok ahli bid’ah yang menyimpang dari Islam. Barang siapa yang mencela, mencaci atau melaknat beliau maka sungguh ia telah menghina dan mencaci semua kelompok Ahlu Sunnah. <br />Ketidaktahuan terhadap hakekat madzhab Asy’ary itulah yang menyebabkan mereka berani mencela Asy’ariyah, hingga menyebabkan Ahlu Sunnah tercabik-cabik dan terpecah belah. Sebagian dari mereka yang tidak tahu hakekat madzhab Asy’ariyah ini menuduh bahwa Asy’ariyah adalah kelompok yang sesat seperti ahli bid’ah yang lain. Kita tidak tahu bagaimana cara pandang mereka dalam memahami madzhab yang murni ini, sehingga menyamakan dengan madzhab ahli bid’ah seperti Mu’tazilah dan yang lainnya. Allah SWT berfirman: <br />أَفَنَجْعَلُ الْمُسْلِمِينَ كَالْمُجْرِمِينَ. مَا لَكُمْ كَيْفَ تَحْكُمُونَ. [القلم/35، 36]<br />“Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir)? Mengapa kamu (berbuat demikian), bagaimana kamu mengambil keputusan?” [Q.S. al-Qalam: 35-36]<br />Padahal Asy’ariyah terdiri dari para ulama Ahli Hadits, Ahli Fiqih, Ahli Tafsir dan ilmu-ilmu yang lain. Aqidah beliau diikuti oleh para ulama’ Madzhab Syafi’i, Maliki, Hanafi dan para pembesar Madzhab Hambali. Kebesaran madzhab Asy’ariy juga diakui oleh Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah, beliau berkata: “Para ulama adalah penolong ilmu-ilmu agama. Sedangkan Asy’ariyah adalah penolong ushuluddin (aqidah).” <br />Pengikut Imam al-Asy’ary terdiri dari para imam-imam besar di masanya yang kredibilatasnya sudah tidak dipertanyakan lagi. Diantara mereka yang berada di bawah bendera Asy’ariyah adalah: al-Imam Abu Said al-Isma’ili, al-Qadli Abu Bakar bin al-Baqilani, al-Qadli Abdul Wahhab al-Maliki, al-Hafidz Abu Bakar al-Baihaqi, al-Khatib al-Baghdadi al-Hafidz, Imam Abu al-Qasim al-Qusyairi penulis kitab Risalah al-Qusyairiyah yang menjadi rujukan utama ilmu tashawuf, Syeikh Abu Ishaq al-Syaerazi pemilik kitab al-Muhadzdzab sebagai salah satu kitab induk dalam Madzhab Syafi’i, Imam al-Haramain penulis kitab Nihayat al-Mathlab, Hujjatul Islam al-Ghazali yang kebesaran namanya sudah diakui oleh dunia, Imam Fakhruddin al-Razi penulis Tafsir al-Kabir, Sulthan al-Ulama Izzuddin bin Abdissalam, Imam al-Nawawi pemilik Syarah Shahih Muslim dan al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab sebagai kitab rujukan madzhab Syafi’i, Syeikhul Islam Ibnu Daqiqil ‘Id, Syeikhul Islam Ibnu Hajar al-Asqalani penulis kitab Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari, seorang pakar hadits yang telah disepakati kepakarannya, Imam Taqiyuddin al-Subuki, Imam Tajuddin al-Subuki, Syeikhul Islam Zakaria al-Anshari, al-Imam al-Suyuthi, Imam Ibnu Hajar al-Haitami pemilik kitab al-Zawajir ‘an Iqtiraf al-Kabair dan masih banyak lagi para ulama pengikut madzhab Asy’ariyah yang tentunya akan membutuhkan berjilid-jilid buku jika harus disebutkan satu persatu diantara mereka.<br />Lalu bagaimana bisa kita mengatakan bahwa mereka semua itu bukanlah Ahlu Sunnah? Kebaikan apa yang bisa kita harapkan jika kita menuduh ulama-ulama kita dan para salaf shaleh sebagai orang yang sesat dan menyimpang? Bagaimana Allah SWT bisa membuka hati kita untuk menimba ilmu mereka jika dalam hati kita mempunyai keyakinan bahwa mereka telah menyimpang dan berpaling dari ajaran Islam? Jika para ulama di atas bukanlah Ahlu Sunnah, lalu siapakah Ahlu Sunnah? <br /></div>Muhammad Khudhori al-Tsubutyhttp://www.blogger.com/profile/08210992279515824306noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7082093865179016992.post-5482131171320894162009-05-10T06:59:00.000-07:002009-05-10T07:01:14.133-07:00Shalat Sunnah Berjamaah<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgDAQwvFE1dT62K-TG-YQvCUtGp7TyRXLPOHu56ArZqKCw_EDkdektQVB83JMFWUgyaGfDi5FjFZpIG7B6GOJYB0yP3ZnBKvU4wsYzITRLfuWtKsivYu8M7KQdeTDwZuepYf1-raImH3vs/s1600-h/6.jpeg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 125px; height: 90px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgDAQwvFE1dT62K-TG-YQvCUtGp7TyRXLPOHu56ArZqKCw_EDkdektQVB83JMFWUgyaGfDi5FjFZpIG7B6GOJYB0yP3ZnBKvU4wsYzITRLfuWtKsivYu8M7KQdeTDwZuepYf1-raImH3vs/s400/6.jpeg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5334195007402873538" /></a><br /><p class="MsoNormal" align="center" style="text-align: justify;direction: ltr; unicode-bidi: embed; ">Shalat sunnah dalam istilah lain juga disebut dengan <i>nawafil</i>, <i>mandub</i> dan <i>mustahab</i>. Secara lughat kata-kata tersebut mempunyai makna tambah (ziyadah), sedangkan secara istilah mempunyai makna: shalat-shalat selain shalat fardlu.<br /></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; text-indent:18.0pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed">Shalat sunnah dibagi menjadi dua macam: </p> <p class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm; margin-bottom:10.0pt;margin-left:21.3pt;mso-add-space:auto;text-align:justify; text-justify:inter-ideograph;text-indent:-18.0pt;mso-list:l1 level1 lfo1; direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="mso-fareast-font-family: Calibri;mso-fareast-theme-font:minor-latin;mso-bidi- mso-bidi-theme-font:minor-latinfont-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore">1.<span style="font:7.0pt "Times New Roman""> </span></span></span><span dir="LTR"></span>Shalat sunnah yang disunnahkan untuk dikerjakan secara berjamaah, meliputi shalat 'idain (Idul Fithri dan Idul Adlha), shalat tarawih, shalat gerhana matahari dan bulan dan shalat istisqa'.</p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm; margin-bottom:10.0pt;margin-left:21.3pt;mso-add-space:auto;text-align:justify; text-justify:inter-ideograph;text-indent:-18.0pt;mso-list:l1 level1 lfo1; direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="mso-fareast-font-family: Calibri;mso-fareast-theme-font:minor-latin;mso-bidi- mso-bidi-theme-font:minor-latinfont-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore">2.<span style="font:7.0pt "Times New Roman""> </span></span></span><span dir="LTR"></span>Shalat sunnah yang disunnahkan untuk dikerjakan secara sendiri (munfarid/tidak berjamaah). Terbagi menjadi dua macam:</p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm; margin-bottom:10.0pt;margin-left:42.55pt;mso-add-space:auto;text-align:justify; text-justify:inter-ideograph;text-indent:-18.0pt;mso-list:l2 level1 lfo2; direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="mso-fareast-font-family: Calibri;mso-fareast-theme-font:minor-latin;mso-bidi- mso-bidi-theme-font:minor-latinfont-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore">a.<span style="font:7.0pt "Times New Roman""> </span></span></span><span dir="LTR"></span>Shalat-shalat sunnah yang mengikuti terhadap shalat fardlu atau yang disebut dengan shalat rawatib.</p> <p class="MsoListParagraphCxSpLast" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm; margin-bottom:10.0pt;margin-left:42.55pt;mso-add-space:auto;text-align:justify; text-justify:inter-ideograph;text-indent:-18.0pt;mso-list:l2 level1 lfo2; direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="mso-fareast-font-family: Calibri;mso-fareast-theme-font:minor-latin;mso-bidi- mso-bidi-theme-font:minor-latinfont-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore">b.<span style="font:7.0pt "Times New Roman""> </span></span></span><span dir="LTR"></span>Shalat-shalat sunnah yang tidak mengikuti shalat fardlu, seperti shalat tahiyatul masjid, witir, tahajjud, dluha, isyraq, istikharah, isti'adzah, tasbih dan lain-lain.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; text-indent:24.55pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed">Yang menjadi pertanyaan adalah; apakah shalat-shalat sunnah yang tidak disunnahkan untuk dikerjakan secara berjamaah ini boleh dikerjakan secara berjamaah? Seperti halnya shalat dhuha, tasbih dan shalat-shalat sunnah yang lain apakah boleh dikerjakan secara berjamaah? Dan pernahkah Rasulullah melakukan hal itu?</p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; text-indent:24.55pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed">Dalam satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahihnya yang bersumber dari sahabat Anas bin Malik mengisahkan:</p> <p class="MsoNormal" dir="RTL" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph"><span lang="AR-SA" style="line-height:115%;Traditional Arabic"font-family:";font-size:16.0pt;">أَنَّ جَدَّتَهُ مُلَيْكَةَ دَعَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِطَعَامٍ صَنَعَتْهُ فَأَكَلَ مِنْهُ ثُمَّ قَالَ قُومُوا فَأُصَلِّيَ لَكُمْ قَالَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ فَقُمْتُ إِلَى حَصِيرٍ لَنَا قَدْ اسْوَدَّ مِنْ طُولِ مَا لُبِسَ فَنَضَحْتُهُ بِمَاءٍ فَقَامَ عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَصَفَفْتُ أَنَا وَالْيَتِيمُ وَرَاءَهُ وَالْعَجُوزُ مِنْ وَرَائِنَا فَصَلَّى لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ انْصَرَفَ. (رواه مسلم)<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span dir="LTR"></span><i><span dir="LTR"></span>"Bahwa neneknya yang bernama Mulaikah mangundang Rasulullah SAW untuk menikmati makanan yang telah dihidangkannya, maka Rasulullah SAW memakan makanan itu, kemudian beliau bersabda: "Bangunlah kalian semua, aku akan shalat untuk kalian (shalat bersama kalian). Sahabat Anas berkata: "Maka aku berdiri di atas tikar yang warnanya telah menghitam karena sudah lama tidak digunakan. Lalu aku menyipratkan air ke tikar tersebut, kemudian Rasulullah SAW berdiri di atas tikar itu, aku dan al-Yatim (Dlumairah) berdiri membentuk barisan di belakang Rasulullah SAW dan para wanita-wanita tua berdiri di belakang kami. Kemudian setelah itu Rasulullah SAW shalat dua rakaat bersama kami, kemudian beliau pergi."</i> [H.R. Muslim].</p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; text-indent:21.3pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed">Pada hadits di atas Rasulullah mengerjakan shalat dua rakaat bersama sahabat Anas, Dlumairah dan para wanita tua. Shalat yang dikerjakan oleh Rasulullah ini adalah shalat sunnah. Hal itu berdasarkan keterangan dari beberapa hadits di antaranya: </p> <p class="MsoListParagraph" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom: 10.0pt;margin-left:21.3pt;mso-add-space:auto;text-align:justify;text-justify: inter-ideograph;text-indent:-18.0pt;mso-list:l0 level1 lfo3;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span style="mso-fareast-font-family: Calibri;mso-fareast-theme-font:minor-latin;mso-bidi- mso-bidi-theme-font:minor-latinfont-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore">1.<span style="font:7.0pt "Times New Roman""> </span></span></span><span dir="LTR"></span>Riwayat Imam Muslim, dari sahabat Anas RA:</p> <p class="MsoNormal" dir="RTL" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph"><span lang="AR-SA" style="line-height:115%;Traditional Arabic"font-family:";font-size:16.0pt;">عَنْ أَنَسٍ قَالَ: دَخَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْنَا وَمَا هُوَ إِلَّا أَنَا وَأُمِّي وَأُمُّ حَرَامٍ خَالَتِي فَقَالَ قُومُوا فَلِأُصَلِّيَ بِكُمْ فِي غَيْرِ وَقْتِ صَلَاةٍ فَصَلَّى بِنَا. (رواه مسلم)<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left:21.3pt;text-align:justify;text-justify: inter-ideograph;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span dir="LTR"></span><i><span dir="LTR"></span>"Dari sahabat Anas RA, beliau berkata: "Nabi SAW masuk ke (rumah) kami, sedangkan di situ hanya ada aku, ibuku dan Umi Haram bibiku, lalu Nabi SAW bersabda: "Bangunlah kalian semua, aku akan shalat bersama kalian." pada selain waktu shalat, lalu beliau shalat bersama kami."</i> [H.R. Muslim].</p> <p class="MsoListParagraph" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom: 10.0pt;margin-left:21.3pt;mso-add-space:auto;text-align:justify;text-justify: inter-ideograph;text-indent:-18.0pt;mso-list:l0 level1 lfo3;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span style="mso-fareast-font-family: Calibri;mso-fareast-theme-font:minor-latin;mso-bidi- mso-bidi-theme-font:minor-latinfont-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore">2.<span style="font:7.0pt "Times New Roman""> </span></span></span><span dir="LTR"></span>Riwayat Imam Abu Dawud, dari sahabat Anas RA yang mengatakan:</p> <p class="MsoNormal" dir="RTL" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph"><span lang="AR-SA" style="line-height:115%;Traditional Arabic"font-family:";font-size:16.0pt;">ثُمَّ قَامَ فَصَلَّى بِنَا رَكْعَتَيْنِ تَطَوُّعًا. (رواه ابو داود)<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left:21.3pt;text-align:justify;text-justify: inter-ideograph;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span dir="LTR"></span><i><span dir="LTR"></span>"Kemudian Rasulullah SAW melakukan shalat sunnah dua rakaat bersama kami." </i>[H.R. Abu Dawud].<i><o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; text-indent:21.3pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed">Dari keterangan beberapa hadits di atas, para ulama seperti Imam al-Nawawi dalam kitabnya <i>Syarh Shahih Muslim</i>, Imam Ibnu Rajab dalam kitabnya <i>Fath al-Bari</i>, Syeikh Ibnu Daqiqil Id dalam kitabnya <i>Ihkam al-Ahkam</i> dan ulama yang lain berpendapat mengenai kebolehan untuk mengerjakan shalat sunnah secara berjamaah dan hal itu tidaklah dilarang. Apalagi jika shalat sunnah yang dilakukan secara berjamaah itu bertujuan untuk melatih dan mendidik seseorang (para murid atau santri) untuk selalu istiqamah dalam mengerjakan shalat tersebut, maka tentunya akan mempunyai nilai tambah tersendiri. Dan jika kita teliti dari beberapa riwayat hadits di atas dapat disimpulkan bahwa peristiwa tersebut dilakukan oleh Rasulullah SAW tidak hanya sekali saja, akan tetapi lebih dari satu kali. </p> <p class="MsoNormal" align="center" style="text-align:center;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><i>Wallahu A'lam<span class="Apple-style-span" style="font-style: normal; "> </span></i></p>Muhammad Khudhori al-Tsubutyhttp://www.blogger.com/profile/08210992279515824306noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7082093865179016992.post-56560062422952676942009-05-10T06:48:00.000-07:002009-05-10T06:57:32.564-07:00Siapakah Kelompok Yang Selamat ?<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgY87XxtUjHjShEeQhy_7_U9ppNctWgGgcjF4OjMZ509fmBq_2X8BZb5TIgToeaCJyaWcZC-h9wyMwF42VPPq3MHA53epWdalYv8wRpEHaSTbyVGpH3dbAu6Xc0G4r0FifmODMkOne7ufY/s1600-h/aliran.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 116px; height: 79px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgY87XxtUjHjShEeQhy_7_U9ppNctWgGgcjF4OjMZ509fmBq_2X8BZb5TIgToeaCJyaWcZC-h9wyMwF42VPPq3MHA53epWdalYv8wRpEHaSTbyVGpH3dbAu6Xc0G4r0FifmODMkOne7ufY/s400/aliran.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5334194016166791874" /></a><br /><p class="MsoNormal" align="center" style="text-align: justify;margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal; direction: ltr; unicode-bidi: embed; "> Empat belas abad yang lalu, Rasulullah SAW telah mengabarkan kepada kita, bahwa umat Yahudi terpecah menjadi tujuh puluh satu golongan dan Nashrani menjadi tujuh puluh dua golongan. Sedangkan umat ini akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan. Dari tujuh puluh tiga golongan itu yang selamat hanyalah satu, yaitu golongan yang mengikuti sunnah Rasulullah SAW dan para sahabat beliau atau yang dikenal dengan istilah Ahlusunnah wal Jama'ah. Permasalahnnya siapakah yang berhak menyandang predikat ini, mengingat semua kelompok juga mengklaim bahwa dirinya adalah Ahlusunnah wal Jama'ah. Maka dari itu, kita harus mengetahui siapakah Ahlusunnah itu dan apa saja manhaj serta akidah mereka.<br /></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-justify:inter-ideograph;text-indent:36.0pt;line-height:normal; direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="mso-ascii-font-family:Calibri; mso-hansi-font-family:Calibri;">Sebelum Rasulullah SAW wafat, kaum muslimin berada dalam satu ikatan manhaj, baik dalam masalah ushul (pokok) maupun furu' (cabang) agama. Ketika mereka musykil terhadap suatu hal, mereka langsung dapat bertanya kepada Rasulullah SAW dan selesailah permasalahan itu. Pertentangan di antara kaum muslimin muncul pertama kali ketika Rasulullah SAW wafat. Sekelompok orang di antara mereka mengatakan bahwa Rasulullah SAW tidaklah meninggal. Bahkan sahabat Umar bin Khathab mengatakan apabila ada orang yang berkata bahwa Nabi Muhammad SAW telah meninggal maka beliau akan membunuh orang itu dengan pedangnya.<a style="mso-footnote-id:ftn1" href="file:///G:/Jumadil%20Awal_Lay%20out%20finish/Siapakah%20Kelompok%20Yang%20Selamat_Tel.1-J.Ula.docx#_ftn1" name="_ftnref1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="line-height:115%;font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";mso-fareast-theme-font:minor-fareast; mso-bidi-mso-bidi-theme-font:minor-bidi;mso-ansi-language: EN-US;mso-fareast-language:EN-US;mso-bidi-language:AR-SAfont-family:Arial;font-size:11.0pt;">[1]</span></span></span></span></a> Beliau baranggapan Rasulullah SAW hanyalah diangkat oleh Allah SWT seperti halnya Nabi Isa AS. Kemudian pertentangan ini sirna dan semua kaum muslimin sepakat akan wafatnya Rasulullah SAW ketika sahabat Abu Bakar RA membacakan firman Allah SWT: <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" dir="RTL" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-justify:inter-ideograph;line-height:normal"><span lang="AR-SA" style="font-family:"Traditional Arabic";mso-ascii-font-family: Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;font-size:16.0pt;">إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُمْ مَيِّتُونَ. [الزمر/30]<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-justify:inter-ideograph;line-height:normal;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span dir="LTR"></span><i><span style="mso-ascii-font-family: Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;mso-bidi-Traditional Arabic"font-family:";"><span dir="LTR"></span>"</span></i><span class="gen"><i><span style="mso-ascii-font-family: Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;">Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula)."</span></i></span><span class="gen"><span style="mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;"> [Q.S. al-Zumar: 30]</span></span><span style="mso-ascii-font-family:Calibri; mso-hansi-font-family:Calibri;mso-bidi-Traditional Arabic"font-family:";">. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-justify:inter-ideograph;line-height:normal;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span style="mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family: Calibri;mso-bidi-Traditional Arabic"font-family:";">Kemudian beliau berkata: <i>"Barang siapa yang menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad telah meninggal. Dan barang siapa yang menyembah Tuhan Muhammad, maka sesungguhnya Ia adalah dzat yang hidup, yang tidak akan pernah mati."<o:p></o:p></i></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-justify:inter-ideograph;text-indent:36.0pt;line-height:normal; direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="mso-ascii-font-family:Calibri; mso-hansi-font-family:Calibri;">Setelah hal itu selesai, kemudian mereka berselisih mengenai tempat di mana Rasulullah SAW akan dimakamkan. Penduduk Makkah menginginkan agar Rasulullah SAW dikembalikan dan dikebumikan di Makkah, karena Makkah adalah tempat kelahiran beliau sekaligus sebagai tempat terutusnya dan merupakan qiblat beliau. Selain itu, Makkah merupakan tempat keturunan beliau dan di sana juga terdapat makam kakek beliau Nabi Ismail AS. Sedangkan penduduk Madinah menghendaki agar Nabi SAW dimakamkan di Madinah karena Madinah merupakan kota hijrah Rasulullah SAW dan kota para penolong beliau. Sementara kelompok yang lain menghendaki agar Rasulullah SAW dimakamkan di Baitul Maqdis, di sebelah makam Nabi Ibrahim AS. Kemudian hilanglah pertentangan ini ketika sahabat Abu Bakar RA menyampaikan sabda Rasulullah SAW; bahwa para nabi dimakamkan di tempat mereka meninggal, sehingga para sahabat memakamkan beliau di dalam kamar beliau di Madinah. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-justify:inter-ideograph;text-indent:36.0pt;line-height:normal; direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="mso-ascii-font-family:Calibri; mso-hansi-font-family:Calibri;">Perselisihan selanjutnya terjadi dalam masalah kepemimpinan. Kaum Anshar menyerahkan kepemimpinan kepada Sa'ad bin Ubadah al-Khazraji. Sedangkan orang-orang Quraisy mengatakan bahwa kepemimpinan hanya berada pada orang-orang Quraisy. Akhirnya kaum Anshar sepakat untuk menyerahkan kepemimpinan kapada kaum Quraisy karena ada sebuah hadits<span style="mso-spacerun:yes"> </span>yang mengatakan bahwa <i>"Para pemimpin dari kaum Quraisy."</i> Namun perselisihan ini tetap saja terjadi karena kelompok Dlirariyah dan Khawarij berpendapat bahwa kepemimpinan boleh saja dari selain Quraisy.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-justify:inter-ideograph;text-indent:36.0pt;line-height:normal; direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="mso-ascii-font-family:Calibri; mso-hansi-font-family:Calibri;">Setelah terjadinya perselisihan-perselisihan di atas, kaum muslimin disibukkan memerangi para pembangkang yang menolak untuk mengeluarkan zakat. Mereka juga disibukkan memerangi Thulaihah ketika ia mengaku sebagai Nabi dan keluar dari Islam. Namun kemudian ia kembali lagi masuk Islam di masa Khalifah Umar RA dan meninggal dunia sebagai syahid dalam peperangan Nahawanda pada tahun 21 H. Kemudian memerangi para pengaku nabi yang lain, seperti Musailamah al-Kadzdzab beserta istrinya Sajaj binti al-Harits yang mengaku sebagai nabi perempuan, serta Aswad bin Zaid al-'Ansi yang mengaku sebagai nabi ketika Rasulullah SAW masih hidup.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-justify:inter-ideograph;text-indent:36.0pt;line-height:normal; direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="mso-ascii-font-family:Calibri; mso-hansi-font-family:Calibri;">Setelah selesai menghadapi orang-orang yang membangkang, kaum muslimin bertugas untuk menyebarkan Islam keseluruh pelosok dunia. Maka terjadilah perluasan wilayah Islam dengan sangat cepat. Kaum muslimin pada waktu itu berada dalam satu tauhid dan keyakinan dalam masalah ushuluddin (pokok-pokok agama). Mereka hanya berbeda dalam masalah furu' (cabang) fiqh yang tidak sampai menimbulkan perpecahan dan pengkafiran di antara mereka.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-justify:inter-ideograph;text-indent:36.0pt;line-height:normal; direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="mso-ascii-font-family:Calibri; mso-hansi-font-family:Calibri;">Munculnya fitnah terjadi pada akhir masa pemerintahan Sayidina Utsman bin Affan RA, kemudian berlanjut sampai pada masa Sayidina Ali bin Abi Thalib RA. Sehingga munculah beberapa kelompok yang menyimpang dari ajaran-ajaran Islam yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Pada masa-masa akhir periode shahabat.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-justify:inter-ideograph;line-height:normal;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span style="mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;"><o:p> <span class="Apple-style-span" style="font-weight: bold; ">Siapa Saja Ahlusunnah Wal Jama'ah ?</span></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-justify:inter-ideograph;text-indent:35.45pt;line-height:normal; direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="mso-ascii-font-family:Calibri; mso-hansi-font-family:Calibri;">Al-Imam Abdul Qahir bin Thahir al-Baghdadi dalam kitabnya <i>al-Farqu Baina al-Firaq</i> menyebutkan bahwa Ahlusunnah wal Jama'ah terdiri dari delapan kelompok:<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoListParagraph" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom: 0cm;margin-left:21.3pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space:auto;text-align: justify;text-justify:inter-ideograph;text-indent:-18.0pt;line-height:normal; mso-list:l0 level1 lfo1;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="mso-ascii-font-family:Calibri;mso-fareast-font-family:Calibri; mso-hansi-font-family:Calibri;mso-bidi-font-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore">1.<span style="font:7.0pt "Times New Roman""> </span></span></span><span dir="LTR"></span><span style="mso-ascii-font-family: Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;">Kelompok pertama adalah mereka para ulama yang mempunyai pengetahuan luas tentang masalah-masalah tauhid dan kenabian, ketetapan-ketetapan janji Allah serta ancaman-Nya, pahala dan siksa, syarat-syarat ijtihad dan imamah (kepemimpinan) dan kepemerintahan. Mereka menempuh ilmu ini dengan metode yang murni dari para ulama ahli kalam yang bersih dari <i>tasybih</i> (menyerupakan dzat Allah SWT dengan makhluk), bid'ah-bid'ah kaum Rafidlah, Khawarij, Jahmiyyah, Najjariyyah dan semua kelompok yang menyimpang.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom:0cm; margin-left:21.3pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; text-indent:-18.0pt;line-height:normal;mso-pagination:none;mso-list:l0 level1 lfo1; direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="mso-ascii-font-family: Calibri;mso-fareast-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri; mso-bidi-font-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore">2.<span style="font:7.0pt "Times New Roman""> </span></span></span><span dir="LTR"></span><span style="mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;">Para Imam Fiqih dari<i> </i>kalangan <i>ahli ra’yi</i> dan <i>ahli hadits</i>, yakni orang-orang yang dalam <i>ushuluddin</i> (pokok-pokok agama) meyakini madzhab-madzhab yang memurnikan Allah SWT dan Sifat-sifat-Nya yang <i>azali</i>, mereka bersih dari faham Qadariyah dan Mu'tazilah. Mereka berkata dan mengakui tentang kekalnya kenikmatan surga kepada penghuninya, kekalnya siksa neraka kepada orang-orang kafir, mengakui <i>imamah</i> (kepemimpinan) Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali RA, menyanjungkan pujian kepada <i>salaf al-shalih</i>, meyakini kewajiban Jum’at di belakang para imam yang bersih dari hawa nafsu yang menyesatkan dan meyakini kewajiban ber-<i>istinbat</i> (menggali) hukum-hukum syari’at dari al-Qur’an, hadits dan ijma’<i> </i>sahabat. Yang termasuk golongan ini adalah ulama pengikut Madzhab Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad Bin Hambal, Imam al-Auza'i, Imam al-Tsauri, Imam Ibnu Abi Laila, para pengikut Imam Abi Tsaur, Madzhab al-Dhahiriyah dan semua ulama fiqh yang fiqhnya terbebas dari bid'ah-bid'ah yang menyesatkan.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom:0cm; margin-left:21.3pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; text-indent:-18.0pt;line-height:normal;mso-pagination:none;mso-list:l0 level1 lfo1; direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="mso-ascii-font-family: Calibri;mso-fareast-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri; mso-bidi-font-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore">3.<span style="font:7.0pt "Times New Roman""> </span></span></span><span dir="LTR"></span><span style="mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;">Ulama’ yang menguasai tentang ilmu periwayatan hadits dan sunnah dari Rasulullah SAW, dapat membedakan hadits yang shahih dengan hadits yang dlaif, mengetahui sebab-sebab kecacatan dan keadilan rawi dan mereka tidak mencampur adukkan pengetahuan tentang semuanya itu dengan perbuatan bid’ah oleh orang-orang yang mengikuti hawa nafsu yang menyesatkan.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom:0cm; margin-left:21.3pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; text-indent:-18.0pt;line-height:normal;mso-pagination:none;mso-list:l0 level1 lfo1; direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="mso-ascii-font-family: Calibri;mso-fareast-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri; mso-bidi-font-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore">4.<span style="font:7.0pt "Times New Roman""> </span></span></span><span dir="LTR"></span><span style="mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;">Ulama’ yang menguasai tentang ilmu <i>Adab, Nahwu, Tashrif</i> dan ulama’ yang sealur dengan para Imam pakar <i>lughat</i> (bahasa), seperti Imam Kholil, Imam Abi Amr Bin Ala’ dan Imam Sibawaih.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom:0cm; margin-left:21.3pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; text-indent:-18.0pt;line-height:normal;mso-pagination:none;mso-list:l0 level1 lfo1; direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="mso-ascii-font-family: Calibri;mso-fareast-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri; mso-bidi-font-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore">5.<span style="font:7.0pt "Times New Roman""> </span></span></span><span dir="LTR"></span><span style="mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;">Ulama’ yang menguasai tentang ilmu metode bacaan-bacaan al-Qur’an, metode penafsiran ayat-ayat al-Qur’an dan pentakwilannya sesuai Madzhab Ahli Sunnah, bukan pentakwilan kelompok yang mengikuti hawa nafsu yang meyesatkan.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom:0cm; margin-left:21.3pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; text-indent:-18.0pt;line-height:normal;mso-pagination:none;mso-list:l0 level1 lfo1; direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="mso-ascii-font-family: Calibri;mso-fareast-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri; mso-bidi-font-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore">6.<span style="font:7.0pt "Times New Roman""> </span></span></span><span dir="LTR"></span><span style="mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;">Orang-orang yang zuhud<i> </i>dari kalangan <i>Shufiyah</i>, yaitu orang-orang memiliki pandangan hati, lalu membatasi dirinya; meneliti lalu mengambil pelajaran; ridho terhadap <i>taqdir</i>, menerima apa adanya; mengetahui bahwa sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawaban tentang baik dan buruknya, dan perhitungan amal baik atau buruk meskipun seberat semut kecil. Kemudian mereka mempersiapkan dengan sebaik-baiknya untuk bekal dalam kehidupan akhirat;<span style="color:red;"> </span>ungkapan mereka dalam ibarat dan isarat berjalan sesuai dengan<span style="mso-spacerun:yes"> </span>jalan yang ditempuh oleh ahli hadits bukan orang-orang yang mengikuti hawa nafsu dan kepentingannya. Mereka tidak melakukan kebaikan dengan tujuan riya’, tidak meninggalkannya karena malu. Agama mereka adalah tauhid, meniadakan penyerupaan (antara Khaliq dan makhluk-Nya), madzhab<i> </i>mereka adalah menyerahkan diri dengan sepenuhnya kepada Allah SWT, tawakal dan tunduk patuh terhadap perintah-Nya, menerima anugerah-Nya dan tidak berpaling dengan menetang-Nya. Allah SWT berfirman:<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" dir="RTL" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-justify:inter-ideograph;line-height:normal;mso-pagination: none"><span lang="AR-SA" style="font-family:"Traditional Arabic"; mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;font-size:16.0pt;">ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ. [الجمعة/4]<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom:0cm; margin-left:21.3pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; line-height:normal;mso-pagination:none;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span dir="LTR"></span><i><span style="mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;"><span dir="LTR"></span><span style="mso-spacerun:yes"> </span>“Demikianlah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah mempunyai karunia yang besar”.</span></i><span style="mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;"> [Q.S. al-Jum’at: 4].<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom:0cm; margin-left:21.3pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; text-indent:-18.0pt;line-height:normal;mso-pagination:none;mso-list:l0 level1 lfo1; direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="mso-ascii-font-family: Calibri;mso-fareast-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri; mso-bidi-font-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore">7.<span style="font:7.0pt "Times New Roman""> </span></span></span><span dir="LTR"></span><span style="mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;">Orang-orang yang tetap berada di benteng pertahanan Islam untuk mengintai orang-orang kafir. Mereka memerangi musuh-musuh kaum muslim dan melindungi kaum muslimin. Dalam benteng-benteng mereka, mereka menampakkan madzhab Ahli Sunnah wal Jama'ah. Mereka adalah orang-orang yang telah dikisahkan oleh Allah SWT melalui firmannya: <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" dir="RTL" style="margin-top:0cm;margin-right:21.3pt; margin-bottom:0cm;margin-left:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify; text-justify:inter-ideograph;line-height:normal;mso-pagination:none"><span lang="AR-SA" style="font-family:"Traditional Arabic";mso-ascii-font-family: Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;font-size:16.0pt;">وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ.<span style="mso-spacerun:yes"> </span>[العنكبوت/69]<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom:0cm; margin-left:21.3pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; line-height:normal;mso-pagination:none;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span dir="LTR"></span><span class="gen"><i><span dir="LTR"></span>"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik."</i> [Q.S. al-Ankabut: 69] </span><span style="mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;mso-bidi-Traditional Arabic"font-family:";"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom:0cm; margin-left:21.3pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; text-indent:-18.0pt;line-height:normal;mso-pagination:none;mso-list:l0 level1 lfo1; direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="mso-ascii-font-family: Calibri;mso-fareast-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri; mso-bidi-font-family:Calibri;"><span style="mso-list:Ignore">8.<span style="font:7.0pt "Times New Roman""> </span></span></span><span dir="LTR"></span><span style="mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;">Komunitas orang-orang yang menetap di berbagai negara yang banyak sekali syi’ar-syi’ar Ahli Sunnah, bukan di negara yang hanya tampak syi’ar-syi’ar orang-orang yang mengikuti hawa nafsu yang menyesatkan.<a style="mso-footnote-id: ftn2" href="file:///G:/Jumadil%20Awal_Lay%20out%20finish/Siapakah%20Kelompok%20Yang%20Selamat_Tel.1-J.Ula.docx#_ftn2" name="_ftnref2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="line-height:115%; font-family:"Calibri","sans-serif";mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-theme-font:minor-fareast;mso-bidi-mso-bidi-theme-font: minor-bidi;mso-ansi-language:EN-US;mso-fareast-language:EN-US;mso-bidi-language: AR-SAfont-family:Arial;font-size:11.0pt;">[2]</span></span></span></span></a><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom:0cm; margin-left:3.3pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; line-height:normal;mso-pagination:none;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom:0cm; margin-left:3.3pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; line-height:normal;mso-pagination:none;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><b><span style="mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;">Para Ulama Ahlu Sunnah wal Jama'ah<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom:0cm; margin-left:3.3pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; text-indent:32.7pt;line-height:normal;mso-pagination:none;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span style="mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;">Ahlu Sunnah mempunyai sederet ulama besar yang menguasai berbagai bidang ilmu. Mereka tersebar di berbagai wilayah Islam dengan disiplin ilmu yang beraneka ragam. Pada masa sahabat telah muncul Sayidina Ali RA sebagai ulama ahli kalam (theology). Beliau dengan argumen-argumennya telah membabat habis aliran Khawarij dengan faham-faham yang mereka bawa. Kemudian beliau juga mendebat konsep-konsep aqidah yang dikembangkan oleh Qadariyah yang berkaitan dengan <i>masyi'ah </i>(keinginan), <i>istiha'ah </i>(kemampuan) dan <i>qadar</i> (takdir). Kemudian setelah itu, muncul Abdullah bin Umar RA yang menyatakan diri terlepas dari pendapat Ma'bad al-Jahni yang menafikan terhadap qadar.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom:0cm; margin-left:3.3pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; text-indent:32.7pt;line-height:normal;mso-pagination:none;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span style="mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;">Pada generasi berikutnya banyak sekali para ulama Ahlu Sunnah yang menentang dan menolak terhadap ajaran-ajaran Qadariyah, diantara mereka adalah Umar bin Abdul Azis, beliau mempunyai suatu risalah yang sangat bagus dalam mengkritisi pemikiran-pemikiran yang dikembangkan oleh aliran Qadariyah. Ulama-ulama lainnya yang yang sangat intens terhadap aliran Qadariyah adalah Imam al-Hasan al-Bashri, al-Sya'bi dan al-Zuhri. Pada generasi berikutnya muncullah Imam Ja'far bin Muhammad al-Shadiq yang telah menulis kitab untuk mengkritisi faham-faham Qadariyah, Khawarij dan Rafidhah. Dari kalangan fuqaha juga terdapat banyak ahli kalam seperti Imam Abu Hanifah dan Imam al-Syafi'i yang sangat berperan besar dalam membela madzhab Ahlu Sunnah dari gerogotan aliran-aliran yang menyimpang. <span style="mso-spacerun:yes"> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom:0cm; margin-left:3.3pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; line-height:normal;mso-pagination:none;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;color:red;"><span style="mso-spacerun:yes"> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom:0cm; margin-left:3.3pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; line-height:normal;mso-pagination:none;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><b><span style="mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;">Kelompok Ahlu Sunnah Tidak Saling Mengkafirkan<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom:0cm; margin-left:3.3pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; text-indent:32.7pt;line-height:normal;mso-pagination:none;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span style="mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;">Kelompok Ahlu Sunah tidaklah saling mengkafirkan. Di antara kelompok Ahlu Sunah tidaklah terdapat suatu perbedaan yang mengharuskan untuk mengkafirkan kelompok yang lain. Oleh karena itu layaklah apabila mereka disebut sebagai Ahlu Sunnah wal Jama'ah yang berada dalam kebenaran. Berbeda dengan kelompok yang lain di luar Ahlu Sunah, dimana sebagian kelompok dari mereka mengkafirkan kelompok yang lain. Seperti halnya kelompok Khawarij yang terpecah menjadi dua puluh kelompok, dan setiap kelompok dari mereka mengkafirkan kelompok yang lain. Hal itu juga terjadi pada kelompok Rafidhah dan Qadariyah. Mereka itu seperti halnya orang-orang Yahudi dan Nashrani ketika sebagian dari mereka mengkafirkan terhadap yang lain. Orang-orang Yahudi berkata: </span><span class="gen"><i>"Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu pegangan"</i>. Sedangkan orang-orang Nasrani berkata: <i>"Orang-orang Yahudi itu tidak mempunyai suatu pegangan."</i>. Padahal mereka sama-sama membaca al-Kitab. Demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui, mengatakan seperti ucapan mereka itu. Maka Allah akan mengadili diantara mereka pada hari Kiamat, tentang apa-apa yang mereka berselisih padanya.</span><a style="mso-footnote-id:ftn3" href="file:///G:/Jumadil%20Awal_Lay%20out%20finish/Siapakah%20Kelompok%20Yang%20Selamat_Tel.1-J.Ula.docx#_ftn3" name="_ftnref3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="line-height:115%; font-family:"Calibri","sans-serif";mso-ascii-theme-font:minor-latin;mso-fareast-font-family: "Times New Roman";mso-fareast-theme-font:minor-fareast;mso-hansi-theme-font: minor-latin;mso-bidi-mso-bidi-theme-font:minor-bidi; mso-ansi-language:EN-US;mso-fareast-language:EN-US;mso-bidi-language:AR-SAfont-family:Arial;font-size:11.0pt;">[3]</span></span></span></span></a><span class="gen"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom:0cm; margin-left:3.3pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; text-indent:32.7pt;line-height:normal;mso-pagination:none;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span class="gen">Allah SWT telah menjaga Ahlu Sunnah wal Jamaah untuk mencela dan mengatakan sesat kepada para ulama salaf. Mereka memuji dan meyanjung para ulama salafu al-shalih, baik dari kalangan Muhajirin maupun Anshar, para sahabat yang ikut dalam perang Badar, Uhud dan para sahabat yang ikut dalam Baiat al-Ridlwan. Ahlu Sunnah tidak pernah mencela para shahabat yang telah dinyatakan oleh Rasulullah bahwa kelak akan masuk surga, istri-istri Rasulullah SAW, putra-putri beliau dan juga cucu-cucunya. Sebaliknya Ahlu Sunnah sangat memuji terhadap mereka semua. Ahlu Sunnah juga meyakini terhadap sabda Nabi SAW bahwa umat beliau sejumlah tujuh puluh ribu orang akan masuk surga tanpa dihisab terlebih dahulu. Mereka adalah orang-orang yang <span style="mso-spacerun:yes"> </span>tidak mau menggunakan mantra-mantra, meramalkan tidak baik dan mereka adalah orang-orang yang bertawakkal kepada Tuhan mereka. Mereka adalah hamba-hamba Allah SWT yang selalu berdoa: <i>"Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang."</i></span><a style="mso-footnote-id:ftn4" href="file:///G:/Jumadil%20Awal_Lay%20out%20finish/Siapakah%20Kelompok%20Yang%20Selamat_Tel.1-J.Ula.docx#_ftn4" name="_ftnref4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><i><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><b style="mso-bidi-font-weight:normal"><span style="line-height:115%;font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-theme-font:minor-latin;mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-theme-font:minor-fareast;mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-mso-bidi-theme-font:minor-bidi;mso-ansi-language: EN-US;mso-fareast-language:EN-US;mso-bidi-language:AR-SAfont-family:Arial;font-size:11.0pt;">[4]</span></b></span></span></i></span></a><span style="mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;"><span style="mso-spacerun:yes"> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom:0cm; margin-left:3.3pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; line-height:normal;mso-pagination:none;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom:0cm; margin-left:3.3pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; line-height:normal;mso-pagination:none;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><b><span style="mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;">Ahlusunnah Wal Jamaah Golongan Yang Selamat<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom:0cm; margin-left:3.3pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; text-indent:32.7pt;line-height:normal;mso-pagination:none;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span style="mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;">Dalam sabdanya Rasulullah SAW telah menegaskan bahwa kelompok umat ini yang selamat adalah mereka yang sesuai dengan akidah dan manhaj yang telah dibawa oleh beliau dan para shahabat. Dan yang mengikuti akidah dan manhaj tersebut hanyalah kelompok Ahlu Sunnah saja. Sedangkan kelompok lain, manhaj dan aqidahnya sudah tidak sama atau bahkan bertentangan dengan manhaj para shahabat RA. Hal itu tiada lain karena kelompok-kelompok itu banyak yang mengecam, bahkan banyak yang telah mengkafirkan para shahabat RA. Kelompok Qadariyah misalnya, bagaimana bisa mereka dikatakan sebagai pengikut manhaj Nabi SAW dan para shahabat apabila mereka mencela mayoritas shahabat sebagaimana yang dilontarkan oleh pemimpin mereka al-Nidlam. Lebih dari itu, ia juga menggugurkan keadilan Ibnu Mas'ud dan menganggapnya telah sesat hanya karena beliau meriwayatkan sebuah hadits yang berbunyi; <i>"Sesungguhnya orang yang beruntung adalah orang yang beruntung ketika berada di dalam kandungan ibunya dan orang yang celaka adalah orang yang celaka ketika berada di dalam kandungan ibunya."</i> dan hadits yang menerangkan tentang peristiwa terbelahnya rembulan. Padahal itu semua semata-mata hanyalah karena keingkarannya terhadap mu'jizat Nabi SAW. Lebih parah lagi ia juga membatalkan ijma' para shahabat dan tidak mengakuinya sebagai hujjah. Ia juga berpendapat bahwa umat ini bisa saja untuk sepakat dalam kesesatan. Lalu bagaimana kelompok ini bisa dikatakan mengikuti shahabat <span style="mso-spacerun:yes"> </span>apabila pandangan dan manhaj mereka bertolak belakang dengan manhaj para shahabat?<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom:0cm; margin-left:3.3pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; text-indent:32.7pt;line-height:normal;mso-pagination:none;direction:ltr; unicode-bidi:embed"><span style="mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;">Kelompok Mu'tazilah pimpinan Washil bin Atha' al-Ghazal juga tidak bisa dikatakan sebagai pengikut manhaj para shahabat karena Washil sendiri telah meragukan keadilan Sayidina Ali dan kedua putranya, Ibnu Abbas, Thalhah, Zubair, Aisyah dan para shahabat yang telah menyaksikan perang Jamal, bahkan lebih dari itu ia telah menganggap para shahabat tersebut sebagai orang yang fasik yang akan kekal di neraka. Ia meragukan keadilan Sayidina Ali, Thalhah dan Zubair, padahal mereka bertiga termasuk dalam kelompok <i>al-mubasysyirina bil jannah</i> (orang-orang yang mandapat kabar gembira kelak akan masuk surga), mereka juga termasuk orang-orang yang ikut dalam baiat al-ridlwan dan mereka adalah orang-orang yang telah dikisahkan oleh Allah SWT melalui firman-Nya:<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" dir="RTL" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;text-justify:inter-ideograph;line-height:normal;mso-pagination: none"><span lang="AR-SA" style="font-family:"Traditional Arabic"; mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;font-size:16.0pt;">لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا. [الفتح/18]<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-justify:inter-ideograph;line-height:normal;mso-pagination:none; direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span dir="LTR"></span><i><span style="mso-ascii-font-family:Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;mso-bidi-Traditional Arabic"font-family:";"><span dir="LTR"></span>"</span><span class="gen">Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya)."</span></i><span style="mso-ascii-font-family: Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;mso-bidi-Traditional Arabic"font-family:";"> [Q.S. al-Fath: 18]<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-justify:inter-ideograph;line-height:normal;mso-pagination:none; direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="mso-ascii-font-family:Calibri; mso-hansi-font-family:Calibri;mso-bidi-Traditional Arabic"font-family:";">Maka bagaimana bisa kelompok ini dikatakan sebagai pengikut shahabat sedangkan mereka menganggap para shahabat sebagai orang yang fasik dan akan masuk neraka?<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-justify:inter-ideograph;text-indent:36.0pt;line-height:normal; mso-pagination:none;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="mso-ascii-font-family: Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;mso-bidi-Traditional Arabic"font-family:";">Kelompok yang lain seperti Khawarij, Rafidlaf , Jahmiyyah, Najjariyah dan Dlirariyah juga tidak bisa dikatakan sebagai pengikut para shahabat, karena mereka semua telah sepakat untuk tidak menerima sesuatu yang diriwayatkan para shahabat berkaitan dengan hukum syariat. Hal itu tiada lain karena mereka telah mengkafirkan mayoritas dari mereka yang telah menerima hadits dari Rasulullah SAW.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-justify:inter-ideograph;text-indent:36.0pt;line-height:normal; mso-pagination:none;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span style="mso-ascii-font-family: Calibri;mso-hansi-font-family:Calibri;mso-bidi-Traditional Arabic"font-family:";">Maka dari uraian ini jelaslah bahwa pengikut para shahabat adalah orang-orang yang mengamalkan riwayat-riwayat yang benar dari para shahabat dalam hukum syariat. Dan inilah manhaj Ahlu Sunnah wal Jamaah. Wallahu A'lam.</span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-justify:inter-ideograph;text-indent:36.0pt;line-height:normal; mso-pagination:none;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><span class="Apple-style-span" style="font-weight: bold; "> <span class="Apple-style-span" style="font-weight: normal; "> </span></span><br /></p><p class="MsoNormal" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom:0cm; margin-left:3.3pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; line-height:normal;mso-pagination:none;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id:ftn1" href="file:///G:/Jumadil%20Awal_Lay%20out%20finish/Siapakah%20Kelompok%20Yang%20Selamat_Tel.1-J.Ula.docx#_ftnref1" name="_ftn1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="line-height:115%; font-family:"Calibri","sans-serif";mso-ascii-theme-font:minor-latin;mso-fareast-font-family: "Times New Roman";mso-fareast-theme-font:minor-fareast;mso-hansi-theme-font: minor-latin;mso-bidi-mso-bidi-theme-font:minor-bidi; mso-ansi-language:EN-US;mso-fareast-language:EN-US;mso-bidi-language:AR-SAfont-family:Arial;font-size:10.0pt;">[1]</span></span></span></span></a><span dir="RTL"></span><span dir="RTL" style="font-family:"Arial","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri;mso-ascii-theme-font:minor-latin;mso-hansi-font-family: Calibri;mso-hansi-theme-font:minor-latin;mso-bidi-mso-bidi-theme-font: minor-bidifont-family:Arial;"><span dir="RTL"></span> </span>Al-Syahrastani, al-Milal wa al-Nihal, (Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyah), 12.<br /></p><div style="mso-element:footnote-list"> <div style="mso-element:footnote" id="ftn2"> <p class="MsoFootnoteText" style="margin-left:21.3pt;text-align:left;text-indent: -21.3pt;direction:ltr;unicode-bidi:embed"><a style="mso-footnote-id:ftn2" href="file:///G:/Jumadil%20Awal_Lay%20out%20finish/Siapakah%20Kelompok%20Yang%20Selamat_Tel.1-J.Ula.docx#_ftnref2" name="_ftn2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="line-height:115%; font-family:"Calibri","sans-serif";mso-ascii-theme-font:minor-latin;mso-fareast-font-family: "Times New Roman";mso-fareast-theme-font:minor-fareast;mso-hansi-theme-font: minor-latin;mso-bidi-mso-bidi-theme-font:minor-bidi; mso-ansi-language:EN-US;mso-fareast-language:EN-US;mso-bidi-language:AR-SAfont-family:Arial;font-size:10.0pt;">[2]</span></span></span></span></a> Abdul Qahir al-Baghdadi, <i>Al-Farqu Baina al-Firaq</i>: 240-243.</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn3"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align:left;direction:ltr;unicode-bidi: embed"><a style="mso-footnote-id:ftn3" href="file:///G:/Jumadil%20Awal_Lay%20out%20finish/Siapakah%20Kelompok%20Yang%20Selamat_Tel.1-J.Ula.docx#_ftnref3" name="_ftn3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="line-height:115%; font-family:"Calibri","sans-serif";mso-ascii-theme-font:minor-latin;mso-fareast-font-family: "Times New Roman";mso-fareast-theme-font:minor-fareast;mso-hansi-theme-font: minor-latin;mso-bidi-mso-bidi-theme-font:minor-bidi; mso-ansi-language:EN-US;mso-fareast-language:EN-US;mso-bidi-language:AR-SAfont-family:Arial;font-size:10.0pt;">[3]</span></span></span></span></a><span dir="RTL"></span><span dir="RTL" style="font-family:"Arial","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri;mso-ascii-theme-font:minor-latin;mso-hansi-font-family: Calibri;mso-hansi-theme-font:minor-latin;mso-bidi-mso-bidi-theme-font: minor-bidifont-family:Arial;"><span dir="RTL"></span> </span>Al-Baqarah: 113.</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn4"> <p class="MsoFootnoteText" style="text-align:left;direction:ltr;unicode-bidi: embed"><a style="mso-footnote-id:ftn4" href="file:///G:/Jumadil%20Awal_Lay%20out%20finish/Siapakah%20Kelompok%20Yang%20Selamat_Tel.1-J.Ula.docx#_ftnref4" name="_ftn4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="line-height:115%; font-family:"Calibri","sans-serif";mso-ascii-theme-font:minor-latin;mso-fareast-font-family: "Times New Roman";mso-fareast-theme-font:minor-fareast;mso-hansi-theme-font: minor-latin;mso-bidi-mso-bidi-theme-font:minor-bidi; mso-ansi-language:EN-US;mso-fareast-language:EN-US;mso-bidi-language:AR-SAfont-family:Arial;font-size:10.0pt;">[4]</span></span></span></span></a><span dir="RTL"></span><span dir="RTL" style="font-family:"Arial","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri;mso-ascii-theme-font:minor-latin;mso-hansi-font-family: Calibri;mso-hansi-theme-font:minor-latin;mso-bidi-mso-bidi-theme-font: minor-bidifont-family:Arial;"><span dir="RTL"></span> </span>Al-Hasyr: 10.</p> </div></div>Muhammad Khudhori al-Tsubutyhttp://www.blogger.com/profile/08210992279515824306noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7082093865179016992.post-83233737143549825792009-04-08T21:09:00.000-07:002009-04-08T21:15:32.820-07:00KARAMAH PARA WALI ALLAH<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi3NVBm3k4RO9BpOk_cT-wt4ehn5DVhRj9KHbKKhZKqv_iw4oTfWsP1XpI5MCYhyYX9ip5V8dihXABwp7h6uJWZaVJWOgr5HC1eCaLjEu2oaJosYBKGSg0y0VKZS1cfVMz1AZUGcfRhReY/s1600-h/subhanallah.jpeg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 135px; height: 101px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi3NVBm3k4RO9BpOk_cT-wt4ehn5DVhRj9KHbKKhZKqv_iw4oTfWsP1XpI5MCYhyYX9ip5V8dihXABwp7h6uJWZaVJWOgr5HC1eCaLjEu2oaJosYBKGSg0y0VKZS1cfVMz1AZUGcfRhReY/s400/subhanallah.jpeg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5322540419348524722" /></a><br /><div align="justify">Karamah adalah sesuatu yang bersifat luar biasa yang dianugerahkan Allah SWT pada diri seorang hamba yang shalih, yang selalu mengikuti tindak tanduk para nabi disertai dengan i'tiqad yang benar, amal shalih dan tanpa disertai dengan pengakuan. Dari definisi ini, maka karamah berbeda dengan mu'jizat, karena mu'jizat keberadaannya disertai dengan klaim kenabian. Selain itu, juga berbeda dengan ma'unah, karena ma'unah merupakan suatu keistimewaan yang muncul dari kalangan awam kaum muslimin. Juga berbeda dengan istidraj, karena istidraj adalah keistimewaan yang muncul pada diri orang-orang fasik dan kafir.<br />Mu'jizat dan karamah mempunyai kesamaan, dimana keduanya merupakan suatu hal istimewa yang muncul pada diri seseorang yang shalih. Hanya saja mu'jizat diperuntukkan bagi seorang nabi yang disertai klaim kenabian sebagai bukti kebenaran akan risalah yang dibawanya sedangkan karamah tidak. <br />Karamah yang muncul pada diri seorang wali pada hakekatnya adalah mu'jizat bagi nabinya dan sebagai bukti atas kebenaran agama yang dibawa olehnya. Sehingga karamah yang muncul dari para wali umat Nabi Muhammad SAW pada hakekatnya semua itu adalah mu'jizat yang menunjukkan atas kebenaran dan keabsahan agama yang dibawa oleh Nabi SAW. <br />Sebelum kita membahas lebih lanjut tentang karamah para wali, maka selayaknya kita harus mengetahui beberapa hal berikut ini:<br />1. Pengertian Wali<br />Ada dua pendapat mengenai asal kata wali. Pertama, kata wali secara etimologi terbentuk dari wazan fa'iilun yang merupakan bentuk mubalaghah (makna paling atau ter) dari kata fa'ilun seperti halnya kata 'aliimun dan qadiirun. Dari asal kata ini, kata wali mempunyai pengertian seseorang yang terus menerus dalam ketaatan tanpa diselingi dengan kemaksiatan. Kedua, kata wali berasal dari wazan fa'iilun yang bermakna maf'ulun seperti halnya kata qatiilun yang bermakna maqtulun dan jariihun yang bermakna majruhun. Dari asal kata ini kata wali mempunyai pengertian seseorang yang terus menerus dijaga oleh Allah SWT dari berbagai macam maksiat dan selalu mendapatkan taufiq untuk menjalankan ketaatan. Menurut pendapat yang lain kata wali secara lughat mempunyai makna qariib (yang sangat dekat), sehingga apabila seorang hamba sangat dekat kepada Allah SWT karena ketaatan dan keikhlasannya, maka Allahpun akan semakin dekat dengan hamba itu dengan rahmat, fadl (keutamaan) dan ihsan (kebaikan) Allah SWT. Maka jadilah hamba itu seorang wali yang dicintai oleh Allah SWT. <br />2. Ketika pada diri manusia terdapat sesuatu yang istimewa (diluar nalar), hal itu adakalanya disertai dengan pengakuan (klaim/pendakwaan diri) atau tidak. Keistimewaan yang muncul pada diri seorang hamba yang disertai dengan pangakuan terbagi menjadi empat macam: <br />a. Pengakuan ketuhanan<br />Seseorang yang mengaku sebagai tuhan menurut kalangan Ahlu al-Sunnah sah-sah saja pada dirinya muncul suatu hal yang istimewa (khawariqul 'adat). Sebagaimana yang terjadi pada diri Fir'aun. Ia mengklaim dirinya sebagai tuhan dan pada dirinya muncul berbagai hal yang menakjubkan. Juga yang terjadi pada Dajjal kelak di akhir zaman, yang mengaku sebagai tuhan dan pada dirinya juga muncul keistimewaan-keistimewaan yang sangat dahsyat. Menurut kalangan Ahlussunnah kemunculan keistimewaan-keistimewaan tersebut menunjukkan atas kebohongan pengakuannya. <br />b. Pengakuan kenabian<br />Pengakuan kenabian terbagi manjadi dua, adakalanya memang orang tersebut benar dan adakalnya seorang pembohong. Jika ia adalah orang yang benar, maka wajib pada dirinya terdapat keistimewaan (khawariqul 'adat) dan jika ia adalah pembohong, maka pada dirinya tidaklah mungkin terdapat hal-hal yang menakjubkan. Jika pada dirinya memang muncul suatu keistimewaan yang menakjubkan, maka niscaya keistimewaannya itu akan menunjukkan atas kebohongan pengakuannya. Seperti yang terjadi pada Musailamah al-Kadzdzab ketika ia meludah pada sumur yang airnya tawar agar menjadi manis, akan tetapi air sumur itu malah berubah menjadi sangat asin.<br />c. Pengakuan wilayah (kewalian)<br />Para ulama yang membahas tentang karamah para wali berbeda pendapat tentang masalah ini, apakah seorang wali boleh mendakwakan dirinya sebagai wali kemudian muncul karomah sesuai dakwaannya atau tidak.<br />d. Pengakuan sihir dan ketaatan pada syetan<br />Menurut kalangan Ahlussunnah hal ini bisa saja terjadi, sedangkan menurut Mu'tazilah hal itu tidak mungkin.<br />Sedangkan keistimewaan yang muncul pada diri seorang hamba yang tidak disertai dengan pengakuan terbagi menjadi dua: <br />a. Keistimewaan tersebut muncul dari seorang hamba yang shalih, dan inilah yang dinamakan dengan karamah.<br />b. Keistimewaan yang muncul dari orang-orang fasik dan maksiat kepada Allah SWT yang disebut dengan istidraj.<br /><br /><strong>Dalil-Dalil Tentang Karomah Para Wali</strong><br />1. Kisah Maryam yang dituturkan oleh Allah SWT dalam surat Ali Imran: 37. Setiap kali Nabi Zakariya AS masuk untuk menemui Maryam di dalam mihrabnya, beliau menemukan makanan di samping Maryam. Lalu Nabi Zakariya berkata: "Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?" Maryam menjawab: "Makanan itu dari sisi Allah SWT." Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa perhitungan. Demikian juga yang telah dikisahkan Allah SWT dalam surat Maryam ketika Maryam mengandung dan mengasingkan diri ke tempat yang jauh, sehingga ia hampir putus asa. Maka ketika itu datanglah malaikat Jibril yang menghibur Maryam, bahwa Allah SWT telah menjadikan anak sungai di bawahnya dan memerintahkan untuk menggoyangkan pohon kurma jika ia dalam keadaan lapar, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang telah masak. Dari kisah tersebut jelaslah bahwa keistimewaan-keistimewaan yang terjadi pada diri Maryam merupakan karamah yang diberikan Allah SWT kepadanya. Dan itu semua bukanlah mu'jizat karena beliau bukan seorang nabi.<br />2. Kisah Ashabul Kahfi (para pemuda penghuni goa) sebagaimana dikisahkan Allah SWT dalam surat al-Kahfi yang tidur selama tiga ratus sembilan tahun, tidak makan dan tidak minum kemudian dibangkitkan lagi dalam keadaan sehat tanpa adanya kerusakan pada jasadnya. Itu semua merupakan karamah yang diberikan oleh Allah SWT kepada mereka dan bukanlah merupakan mu'jizat karena mereka bukanlah para nabi.<br />3. Kisah Ashif, wazir Nabi Sulaiman AS yang diberi pengetahuan tentang al-Kitab. Dimana atas izin Allah SWT ia mampu memindahkan singgasana Ratu Balqis dalam tempo waktu satu kedipan mata sebagaimana yang telah dikisahkan Allah SWT dalam surat al-Naml: 40.<br />4. Kisah bayi yang dapat berbicara sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah RA, bahwasanya Nabi SAW bersabda: "Hanya ada tida bayi yang dapat berbicara; Isa AS, seorang bayi pada zaman Juraij yang ahli ibadah dan seorang bayi yang lain." Juraij merupakan seorang laki-laki Bani Israil yang shalih dan ahli ibadah. Ia mempunyai seorang ibu. Pada suatu hari ibunya memanggil Juraij, sedangkan ia hendak mengerjakan shalat. Juraij mengabaikan panggilan ibunya dan terus melakukan shalat, hingga hal itu terjadi beberapa kali. Mendapat perlakuan seperti itu, akhirnya ibunda Juraij sedih dan marah, sehingga ia berdoa kepada Allah SWT agar menimpakan cobaan kepada Juraij. Sehingga tak lama kemudian datanglah cobaan itu. Juraij yang ahli ibadah itu dituduh telah berzina dengan seorang pelacur dan melahirkan seorang anak. Pelacur itu mengatakan bahwa anak yang dilahirkannya adalah hasil hubungannya dengan Juraij. Padahal sebenarnya anak itu adalah hasil hubungannya dengan seorang penggembala. Mendengar berita tersebut, orang-orang Bani Israil marah, mencacimaki dan menghancurkan tempat peribadahan Juraij. Mendapat tuduhan semacam itu, Juraij segera berwudlu, kemudian melakukan shalat dan berdoa kepada Allah SWT, lalu mendatangi bayi itu dan berkata kepadanya: "Wahai anak kecil, siapa ayahmu?" bayi itu manjawab: "Ayahku adalah seorang penggembala." Mendengar perkataan bayi tersebut akhirnya orang-orang Bani Israil menyesal dan sebagai penebus dari kesalahannya itu, mereka bermaksud membangun kembali tempat peribadahan Juraij dengan emas dan perak, namun Juraij menolaknya dan membangunnya kembali seperti sediakala. Sedangkan bayi yang ketiga adalah bayi yang dimiliki oleh seorang perempuan dari Bani Israil. Pada suatu hari ketika perempuan itu menyusui bayinya, tiba-tiba lewatlah di depan mereka seorang laki-laki berwibawa yang menaiki kuda. Melihat laki-laki itu, perempuan tadi berdoa: "Ya Allah, mudah-mudahan Engkau menjadikan anakku ini seperti laki-laki itu." Namun tanpa di duga bayi yang tadi menyusu itu tiba-tiba menghadap kearah laki-laki tersebut dan berkata: "Ya Allah, janganlah Engkau jadikan aku seperti dia." kemudian bayi itu menyusu lagi. Beberapa saat kemudian lewatlah seorang budak perempuan dihadapan mereka berdua. Orang-orang mengatakan bahwa budak tersebut telah mencuri dan berzina. Maka perempuan yang sedang menyusui anaknya tadi berdoa: "Ya Allah, janganlah Engkau jadikan anakku ini seperti perempuan ini." Namun tanpa diduga bayi yang disusuinya itu berkata: "Ya Allah, jadikanlah aku seperti dia." Mendengar perkataan anaknya seperti itu, perempuan tadi heran dan berkata kepada anaknya perihal semua yang ia katakan. Bayi itu mengatakan bahwa laki-laki yang menaiki kendaraan tadi adalah orang yang sombong sehingga ia tidak mau menjadi seperti dia. Sedangkan budak perempuan yang baru saja melewatinya adalah perempuan baik-baik yang tidak mencuri dan berzina, ia terbebas dari tuduhan-tuduhan yang dilontarkan oleh orang-orang kepadanya. <br />5. Kisah tiga orang yang terjebak di dalam goa. Mereka bertiga akhirnya bisa keluar dari goa tersebut karena berdoa kepada Allah SWT dengan berwasilah melalui amal baik yang pernah mereka lakukan. Hal itu sebagimana yang disebutkan dalam Shahih Bukhari dan Muslim.<br />Dan masih banyak lagi dalil-dalil lain tentang adanya karamah para wali yang tidak mungkin disebutkan semua dalam tulisan ini. <br /><br /><strong>Macam-macam karomah</strong><br />Imam Tajuddin al-Subuki dalam kitabnya al-Thabaqat al-Kubra menuturkan bahwa karamah mempunyai berbagai macam bentuk. Dan berikut ini sebagian dari berbagai macam karamah yang dituturkan oleh Imam Subuki dalam kitabnya.<br />1. Menghidupkan sesuatu yang telah meninggal.<br />Sebagaimana yang terjadi pada Abu Ubaid al-Basri RA, ketika beliau berdoa kepada Allah SWT untuk menghidupkan hewan yang menjadi tunggangannya dalam peperangan, maka hiduplah binatang itu. Kemudian juga yang terjadi pada Syeikh al-Ahdal RA, ketika beliau memanggil kucing yang telah mati, maka datanglah kucing itu. Dan yang paling masyhur di antara kita, yaitu kisah Syeikh Abdul Qadir al-Jilani RA, ketika beliau menyeru kepada tulang-belulang ayam yang telah beliau makan, maka hiduplah ayam itu. Juga kisah Syeikh Abu Yusuf al-Dahmani RA, ketika beliau mendatangi mayit dan berkata kepada mayit itu: "Bangunlah dengan izin Allah SWT." Lalu bangun dan hiduplah mayit itu pada waktu yang lama. Dan masih banyak lagi kisah-kisah semacam ini yang dinukil dari para ulama secara mutawatir (dinukil dari sekelompok ulama yang tidak mungkin sepakat untuk melakukan kebohongan).<br />2. Berbicara dengan orang yang sudah meninggal.<br />Sebagaimana yang terjadi pada Syeikh Abu Sa'id al-Kharraz, Syeikh Abdul Qadir al-Jilani, Syeikh Taqiyuddin al-Subuki dan para masyayikh yang lainnya.<br />3. Terbelah dan keringnya lautan serta berjalan di atas air. <br />4. Berubahnya keadaan suatu zat, sebagaimana yang terjadi pada Syeikh Isa al-Hattari al-Yamani. Pada suatu hari ada seorang laki-laki yang mengejek beliau dengan mengirim dua wadah yang penuh dengan arak. Maka Syeikh Isa menuangkan wadah tersebut ke wadah yang lainnya, sambil menyebut Asma Allah SWT beliau memerintahkan orang-orang yang ada di situ untuk meminumnya. Dan tatkala itu juga arak tadi berubah menjadi minyak samin yang warna dan aromanya tidak menyerupai arak.<br />5. Berbicara dengan hewan atau benda mati.<br />6. Menyembuhkan penyakit .<br />7. Tunduk dan taatnya hewan kepada mereka, sebagaimana yang terjadi pada singa yang bersama dengan Syeikh Abu Sa'id bin Abul Khair al-Mayhani. Hal serupa juga terjadi pada Syeikh Ibrahim al-Khawwash. Tidak hanya hewan saja yang tunduk dan patuh kepada para wali Allah SWT, benda matipun demikian sebagaimana yang dialami oleh Sulthan al-Ulama 'Izzuddin bin Abdissalam.<br />8. Terkabulnya doa.<br />9. Terbukanya mata hati sehingga atas izin Allah SWT dapat mengetahui perkara-perkara ghaib.<br />10. Sabar dalam menahan lapar serta tidak makan dan minum dalam jangka waktu yang lama, seperti yang terjadi pada Syeikh Abdul Qadir RA.<br />11. Dapat menjaga dari mengkonsumsi makanan yang haram.<br />12. Dapat melihat tempat yang jauh dari balik tabir, sebagaimana yang terjadi pada Syeikh Abu Ishaq al-Syaerazi yang dapat melihat Ka'bah, padahal beliau berada di Baghdad.<br />13. Penjagaan Allah SWT kepada mereka dari orang-orang yang akan berbuat jahat kepada mereka, kemudian malah berbuat baik kepada mereka.<br />14. Kemudahan dalam menulis sebuah karya dalam tempo waktu yang singkat, sebagaimana yang terjadi pada Imam Jalaluddin al-Suyuthi, dimana beliau mampu menulis tiga kitab dalam sehari.<br />Dan masih banyak lagi jenis-jenis karamah yang dianugerahkan Allah SWT kepada para hamba-hamba yang dicintai-Nya. Dan niscaya buletin ini tidak akan cukup untuk menampungnya jika harus dituliskan semuanya. <br />Di antara faktor yang menyebabkan banyak bermunculnya karamah di masa-masa setelah sahabat antara lain karena lemahnya iman umat ini. Sehingga umat ini butuh penguat bagi iman mereka. Maka muncullah berbagai karamah sebagai penguat iman mereka. Hal itu berbeda dengan zaman para sahabat, dimana iman mereka sudah kuat dan sudah cukup bagi mereka mu'jizat Nabi SAW sehingga tidak butuh terhadap karamah untuk menguatkan iman mereka. Munculnya berbagai karamah yang terdapat pada para wali umat Muhammad SAW pada hakekatnya juga menunjukkan akan keagungan Nabi Muhammad SAW melebihi para rasul dan nabi yang lain. Dengan munculnya berbagai macam karamah itu secara otomatis menunjukkan terhadap banyaknya mu'jizat Rasulullah SAW, baik ketika beliau masih hidup maupun setelah wafat. Banyaknya karamah yang muncul dari para wali merupakan bukti banyaknya aulia' umat Muhammad SAW. Keberadaan mereka tiap masa tak kurang dari seratus dua puluh empat ribu wali seperti halnya jumlah para nabi.<br />Seorang wali yang tidak diberi karamah oleh Allah SWT belum tentu derajatnya di sisi Allah SWT lebih rendah dari pada mereka yang dianugerahi karamah. Boleh jadi sebagian mereka yang tidak dianugerahi karamah itu lebih mulia di sisi Allah SWT dari pada mereka yang dianugerahi karamah. Karena ketinggian derajat di sisi Allah SWT tidaklah disebabkan dengan munculnya berbagai karamah, akan tetapi karena bertambahnya keyakinan kepada Allah SWT dan istiqamah dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah SWT dan Rasul-Nya. Hal itu sesuai dengan ungkapan bahwa istiqamah lebih utama dari pada seribu karamah.<br /><br /><strong>Mungkirul Karamah</strong><br />Walaupun legalitas dan keberadaan karamah sudah diterangkan dalam berbagai ayat al-Qur'an, hadits-hadits yang shahih, atsar yang telah masyhur serta telah terbukti akan keberadaannya, namun masih ada saja sekelompok orang yang ingkar terhadap keberadaan karamah para wali. Menurut al-Imam al-Yafi'i, orang-orang yang ingkar terhadap karamah terbagi menjadi beberapa macam. Kelompok pertama adalah mereka yang ingkar terhadap karamah secara mutlak. Mereka tidak percaya sama sekali terhadap adanya karamah yang dimiliki oleh para wali Allah SWT. Menurut sebagian ulama, mereka adalah kelompok al-Mujassimah. Kelompok kedua adalah mereka yang percaya terhadap karamah orang-orang terdahulu dan tidak percaya dengan karamah para wali yang sezaman dengan mereka. Sebagaimana penuturan Syeikh Abu Hasan al-Syadzali, mereka ini seperti Bani Israil yang percaya dan membenarkan terhadap Musa AS -padahal mereka tidak melihatnya- akan tetapi mereka mendustakan terhadap Rasulullah SAW, padahal Rasulullah SAW jauh lebih mulia dari pada Nabi Musa AS. Pendustaan mereka pada dasarnya hanyalah karena hasud dan benci terhadap Rasulullah SAW. Kelompok ketiga adalah mereka yang membenarkan bahwa Allah SWT mempunyai para wali yang terdapat di zaman mereka, namun mereka tidak percaya terhadap seorang wali tertentu di zamannya. Sikap mereka ini akan menghalangi mereka untuk mendapatkan pertolongan dari para wali-wali Allah SWT. Karena sesungguhnya seseorang yang tidak menerima dan mengakui keberadaan seorang wali yang sudah nyata, maka ia tidak akan mendapatkan manfaat dari wali tersebut selama-lamanya. Nas'alullahal 'Afiyah. red.<br /></div>Muhammad Khudhori al-Tsubutyhttp://www.blogger.com/profile/08210992279515824306noreply@blogger.com4