Jumat, 01 Januari 2010

MUTIARA HAKEKAT SHALAT


Allah SWT berfirman: "Aku membagi shalat menjadi dua bagian, yaitu hubungan antara Aku dan hamba-Ku, dan permohonan hamba-Ku." Sehingga ketika seorang hamba membaca: "AlhamdulillaHhi rabbil 'aalamiin", maka Allah SWT berfirman: "Hamba-Ku telah memuji kebesaran-Ku". Dan ketika ia membaca: "Ar rahmaanir rahiim", maka Allah SWT berfirman: "Hamba-Ku telah memuji kebaikan-Ku. Dan ketika ia membaca: "Maaliki yaumiddiin", maka Allah SWT berfirman: "Hamba-Ku telah mengagungkan-Ku." Dan ketika ia membaca: "Iyyaaka na'budu wa iyyaaka nasta'iin", maka Allah SWT berfirman: "Inilah hubungan antara Aku dan hamba-Ku, dan baginya apa yang ia minta". Dan ketika ia membaca: "IHhdinash shiraathal mustaqiim, shiraathalladziina an'amta 'alaiHhim ghairil maghdhuubi 'alaiHhim wa laddhaalliin", maka Allah SWT berfirman: "Inilah untuk hamba-Ku dan baginya apa yang ia minta." [H.R. Muslim dari Sayyidina Abu Hurairah RA].

Dalam sebagian  riwayat dijelaskan: “Sesungguhnya orang mukmin ketika ber-wudlu' untuk mengerjakan shalat, maka setan di seluruh belahan bumi akan menjauh karena takut kepadanya, sebab ia bersiap-siap bersimpuh di hadapan Allah Dzat Yang Maha Merajai. Ketika ia bertakbir, maka setan terdinding darinya." Dalam sebagian riwayat diceritakan: “Pada saat itu, antara dia dan setan terdapat penghalang, sehingga setan tidak dapat melihatnya. Dan tampaklah di depannya keperkasaan Allah Dzat Yang Maha Perkasa. Ketika ia mengucapkan : "AllaHhu Akbar", maka Allah SWT akan melihat di dalam hatinya. Jika di dalam hatinya tidak ada yang lebih besar kecuali Kebesaran dan Keagungan Allah SWT, maka Allah SWT berfirman: "Kamu benar, Allah memang berada di dalam hatimu sebagaimana yang kamu ucapkan." Dan dari hatinya terpancarlah nur-cahaya yang menembus ke alam kerajaan ‘Arasy. Dan dengan nur-cahaya itu menjadi terbukalah tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah yang terdapat di langit dan di bumi. Dan ditengah nur-cahaya itu tercatatlah kebaikan-kebaikan dirinya.

Sedangkan orang bodoh yang lalai ketika hendak melakukan shalat, maka ia akan dikerumuni setan, sebagaimana tetesan madu dikerumuni lalat-lalat. Ketika ia bertakbir, Allah SWT melihat di dalam hatinya. Jika di dalam hatinya terdapat sesuatu yang lebih besar dari pada Kebesaran dan Keagungan Allah SWT, maka Allah SWT berfirman kepadanya: "Kamu berdusta, di hatimu yang terbesar bukanlah Aku Yang  Maha Besar Lagi Maha Agung, sebagaimana yang kamu ucapkan." Dan dari hatinya muncul luapan asap yang sampai ke langit awan, sehingga hatinya tertutup, ia tidak dapat melihat Alam Malakut. Sehingga dengan keterdindingan itu hatinya bertambah keras dan setan selalu membisiki, meniup, mengganggu dan menghiasi dengan segala tipu daya ke dalam hatinya, sehingga selepas shalat ia tidak memahami hakekat kandungan makna dalam shalat.

Hati yang jernih, disertai  dengan kesempurnaan  adab lahir dan bathin akan menembus sampai ke langit. Ketika takbir menghantarkannya hingga sampai ke langit sebagai pembuka shalat, dan Allah SWT selalu menjaganya dari gangguan setan. Dan tidak ada jalan bagi setan untuk mengganggu hati yang telah menembus langit. Ketika itu yang ada hanyalah bisikan-bisikan jiwa yang tidak akan putus, sebab adanya penjagaan pada langit. Sedangkan pengaruh dan pengaturan setan itu akan terputus.

Hati yang dikehendaki untuk dekat bersimpuh di sisi Allah SWT akan semakin tambah meningkat kedekatannya dengan pendekatan dan pendakian ke lapisan-lapisan langit, bahkan dalam setiap lapisan langit akan ditinggalkan suatu ketaatan yang berbau sedikit kepentingan nafsu. Dengan ukuran semacam ini bisikan hati akan semakin berkurang, sehingga dapat melewati lapisan-lapisan langit dan dapat bersimpuh di depan Arasy. Pada waktu itulah bisikan hati menjadi sirna secara keseluruhan disebabkan oleh pancaran nur-cahaya dari Arasy. Dan gelapnya hawa nafsu larut dan lebur ke dalam nur-cahaya hati, sebagaimana larut dan leburnya gelapnya malam di waktu siang hari. Dengan demikian, ia telah menunaikan kewajiban-kewajiban beradab secara benar.

Ketahuilah, bahwa Allah SWT telah berfirman:

وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ. [البقرة/45]

"Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'." [Al-Baqarah: 45 ].

Diriwayatkan dari Sayyidina Ibnu Abas RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: "Ketika Allah SWT menciptakan surga 'Adn, maka di dalam surga tersebut Allah SWT menciptakan sesuatu yang tidak pernah terlihat oleh mata, tidak pernah terdengar oleh telinga dan tidak pernah terbesit dalam hati manusia. Kemudian Allah SWT berfirman kepadanya: "Bicaralah !..." Maka surga 'Adn itu berbicara: "Sungguh beruntunglah orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya."

Dalam riwayat lain: "Allah SWT menciptakan surga 'Adn dengan kekuasaan-Nya, dan mendekatkan buah-buahan di dalamnya serta mengalirkan sungai-sungainya. Kemudian Allah SWT melihatnya seraya berfirman kepadanya: Bicaralah !...". Maka surga 'Adn itu berbicara: "Sungguh beruntunglah orang-orang yang beriman". Kemudian Allah SWT berfirman: "Demi kemuliyaan-Ku, orang-orang yang kikir tidak akan berdampingan denganmu." [H.R. Imam Thabrani dalam kitab Mu'jam Ausath dan Mu'jam Kabir. Salah satu dari kedua sanadnya adalah jayyid].

Diriwayatkan dari Sayyidina Umar RA, ia berkata: "Seorang laki-laki datang, lalu berkata kepada Rasulullah SAW: "Apa yang paling dicintai oleh Allah SAW dalam agama Islam ini?." Beliau menjawab: "Melakukan shalat tepat pada waktunya. Barangsiapa meninggalkan shalat, maka agama tidak sempurna baginya, karena shalat adalah tiang agama." [H.R. Imam Baihaqi dalam kitab Syu'ab al-Iman dinuqil dari Syarah Muwattha']. Diriwayatkan dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib RA berupa Hadits Marfu': "Shalat adalah tiang agama, dan jihad adalah  pokok amal perbuatan, sedangkan zakat itu di antara keduanya." [H.R. Imam Thabrani dan Imam al-Dailami]. Diriwayatkan dari Sayyidina Bilal bin Yahya RA, ia berkata: "Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW untuk bertanya tentang shalat. Kemudian Beliau SAW bersabda: "Shalat adalah tiang agama." [H.R. Abu Nu'aim al-Asbihany, hadits ini adalah Hadits Mursal dan perawinya dapat dipercaya]. Diriwayatkan dari Sayyidina Mu'adz bin Jabal RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: "Pokok semua urusan adalah Islam. Barang siapa beragama Islam, maka ia akan selamat. Tiang agama Islam adalah shalat dan titik puncaknya adalah jihad. Dan tiada yang dapat meraih jihad kecuali orang pilihan yang utama." [H.R. Imam Thabrani].

Shalat merupakan pembuktian sifat kehambaan dan untuk menunaikan hak ketuhanan. Semua ibadah merupakan perantara untuk mewujudkan sirri-rahasia shalat secara nyata. Di samping itu, shalat merupakan ikatan dan jalinan seorang hamba dengan tuhannya, dan tentunya sudah merupakan kewajiban bagi seorang hamba untuk tunduk, patuh, khusyu', menghinakan serta merendahkan dirinya di hadapan  kebesaran, keagungan dan kekuasaan tuhannya.

Sebagian ulama berkata: "Jika Allah SAW menampakkan kekuasaan dan keagungan-Nya kepada sesuatu, maka sesuatu itu akan tunduk kepada-Nya. Dan barang siapa yang dapat mewujudkan hubungannya dengan Allah SWT secara nyata dalam shalat, maka akan nampak keagungan dan kebesaran Allah SAW, sehingga ia menjadi khusyu'."

Sungguh beruntung orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya, karena ketidak khusyu'an seseorang akan melenyapkan keberuntungan tersebut, sebagaimana penjelasan dalam ayat di atas. Allah SAW berfirman:

وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي. [طه/14]

"Dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku". [Q.S. Thaahaa: 14].

Jika shalat adalah untuk mengingat Allah SAW, maka bagaimana mungkin ia bisa lupa dalam shalatnya? Allah SWT berfirman:

لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ. [النساء/43]

"Janganlah kamu shalat sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan." [Q.S. An Nisaa': 43].

Barangsiapa berkata, akan tetapi ia tidak mengetahui apa yang ia ucapkan, maka bagaimana ia dianggap sebagai orang yang shalat?, padahal Allah SWT telah melarang yang demikian itu. Orang yang mabuk akan mengatakan sesuatu tanpa menggunakan akalnya (di luar kesadarannya). Begitu juga orang yang lalai, ia akan shalat tanpa menggunakan akal fikirannya, sehingga ia sama dengan orang yang mabuk.

Di antara tokoh Tashawuf ada seorang tokoh ketika menghadap kepada Allah SWT dalam shalat dapat mewujudkan secara nyata hakekat makna kembali bertaubat kepada Allah SWT, karena Allah SWT sangat mengutamakan kembali bertaubat kepada-Nya. Allah SWT berfirman: 

مُنِيبِينَ إِلَيْهِ وَاتَّقُوهُ وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ. [الروم/31]

"Dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat " [Q.S. Ar Ruum: 31].

Maka ia kembali bertaubat kepada Allah SWT dan bertakwa kepada-Nya dengan melepaskan segala sesuatu selain-Nya. Ia mendirikan shalat dengan hati yang lapang disertai ketundukan hati, dan hati yang terbuka disebabkan nur-cahaya keimanan. Maka keluarlah kalimat al-Qur'an dari lisannya, terus merasuk ke dalam hati dengan gambaran ia dapat ber-musyahadah dan hatinya dapat mendengar sehingga ia seperti langsung mendengar dari Allah SWT, atau seakan-akan ia membaca di hadapan Allah SWT. Ketika itulah kalimat al-Qur'an singgah dalam keluasan dan kelapangan hati tanpa suatu apapun selain kalimat itu. Maka hatipun akan dapat menerima kalimat al-Qur'an dengan kepahaman yang baik dan kelezatan nikmat memperhatikan al-Qur'an. Ia akan menghayati dan meresapinya dengan manisnya mendengar dan kesempurnaan memahami, serta akan menemukan kelembutan dan kemulian hakikat makna dan kandungannya, yakni hakikat makna-makna yang sangat lembut dan halus yang tidak bisa diperinci dan digambarkan oleh akal yang cerdas dan jenius. Sehingga hakeat makna-makna yang tersurat dalam al-Qur'an akan menjadi makanan yang dapat menguatkan jiwa.

Oleh karena itu, di dalam jiwa yang tenang dan tentram akan selalu tampak bisikan-bisikan hakekat makna-makna al-Qur'an, karena bisikan-bisikan hakekat makna-makna al-Qur'an itu adalah makna-makna yang tersurat yang dapat menuju kepada Alam Hikmah dan Alam Syahadah (sesuatu yang terlihat nyata) yang memiliki hubungan dekat dengan jiwa yang terbentuk untuk menancapkan keindahan hikmah.

Sedangkan hakekat makna-makna al-Qur'an yang tersirat, yakni makna-makna yang dapat membuka Alam Malaikat, akan menjadi penguat hati dan kejernihan ruh yang suci, dan akan sampai kepada pilar-pilar Alam Jabarut seraya menyaksikan kebesaran, keagungan, kemuliaan dan keindahan Allah SWT. Dengan bentuk penyaksian ini, ia tenggelam dalam kesempurnaan samudera kerinduan. Hal inilah sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Sayyid Syaikh Muslim bin Yasar RA, bahwa ia melakukan shalat di masjid kota Bashrah, lalu ada tiang jatuh hingga bunyinya terdengar oleh orang-orang yang berada di pasar, sementara ia masih berdiri dalam shalat tanpa mengetahui apa yang telah terjadi.

Jika seorang hamba mempunyai adab dan etika shalat, maka sebelum masuk waktu shalat ia seakan-akan sudah dalam keadaan shalat, sehingga keadaan berdiri menjelang shalat adalah merupakan suatu keadaan diri yang telah menyatu dengan shalatnya. Sebab di antara adab-adab yang dilakukan kaum Shufiyah sebelum mereka melakukan shalat adalah muraqabah (menundukkan hati dengan perasan selalu merasa diawasi dan dipantau oleh Allah SWT), selalu menjaga hati dari bisikan-bisikan dan hal-hal baru yang mengganggu, meniadakan segala sesuatu selain Allah SWT, atau selain mengingat-Nya. Ketika mereka berdiri untuk melakukan shalat dengan hati yang hadir di sisi Allah SWT seakan-akan ia berdiri dari satu shalat menuju shalat yang lain. Mereka selalu bersama niat dan ikatan hati dengan Allah SWT yang dengan keduanya mereka masuk dalam shalat. Ketika mereka keluar dari shalat mereka kembali pada keadaan mereka dengan hati yang selalu hadir di sisi Allah SWT yang selalu menjaga dan mengawasinya, sehingga seakan-akan selalu dalam keadaan shalat, sekalipun mereka tidak sedang shalat. Inilah adab shalat mereka.

Diriwayatkan dari Sayyidina Abi Hurairah RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: "Seorang hamba akan selalu dalam (pahala) shalat, selama shalat itu menahan dirinya (yakni ia dalam keadaan menunggu shalat) ." (H.R. Imam Bukhari dan Imam Muslim). Diriwayatkan dari Sayyidina Anas RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Manusia melakukan shalat lalu mereka tidur, sedangkan kalian semua selalu dalam (pahala) shalat sejak kalian menunggunya.” [H.R. Imam Bukhari]. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar